GOAL ending sebuah proses pendidikan di sekolah, bukan hanya menyiapkan siswa yang cerdas secara kognitif, menguasai sains dan teknologi, namun diharapkan juga dapat melahirkan generasi terpelajar yang berkarakter, kritis, inovatif, serta punya kepekaan sosial. Pendidikan karakter sebenarnya sudah lama menjadi misi pendidikan Nasional. walaupun dengan penekanan dan istilah yang berbeda.
Di tengah tantangan era digital yang kian mengglobal dan arus informasi tanpa batas ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengambil peran untuk menjadi yang terdepan dalam membumikan ajaran Pancasila di sekolah-sekolah, sebagai proses mewariskan nilai-nilai luhur bangsa.
Muaranya, melahirkan generasi unggul secara intelektual, memelihara kepribadian dan identitasnya untuk merawat kebhinekaan serta paham kebangsaaan.
BACA JUGA: Sifana Dwi Maharani, Siswa SMK 3 Jepara yang Berhasil Sabet Juara 1 Ajang LKS Tingkat Jateng
Berkolaborasi dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Jateng khususnya Kota Semarang, menjadi pilot project dalam penerapan buku pendidikan Pancasila untuk SD hingga perguruan tinggi. Atau mereka yang masuk generasi Gen Z (usia 8-23 tahun).
Pencanangan itu dilakukan saat Dialog Kebangkitan Nasional Menuju Indonesia Raya, di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Semarang, pada 22 Mei 2023 lalu.
”Dari BPIP sudah menyiapkan buku (Buku Pendidikan Pancasila). Bukunya sudah diberikan kepada kita. Kota Semarang sudah siap untuk mengimplementasikan, dan Jawa Tengah akan support penuh,” ujar Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo.
BACA JUGA: TKL Ecopark Kota Magelang Masuk 7 Besar Kompetensi Investment Challenge 2023
Komitmen Ganjar membumikan Pancasila juga diimplementasikan melalui kurikulum pendidikan antikorupsi dalam mata pelajaran di 367 sekolah se-Jateng. Kemudian, Ganjar juga telah melakukan kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mencegah tindakan menyimpang dari ajaran Pancasila, yaitu suap dan korupsi.
Ganjar menekankan lima poin utama dalam membentuk karakter generasi muda berlandaskan Pancasila. Yaitu bangga terhadap NKRI, tidak mudah terpengaruh hoaks, menanamkan sikap toleransi, bijak bermedia sosial untuk menyebar konten positif dan kembangkan kreativitas dibarengi dengan inovasi.
Sebenarnya, seberapa penting dan mendesaknya pendidikan Pancasila masuk di ruang kelas? Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) SMKN Jateng di Semarang, Umiyati Khasanah SPd MSi percaya, pendidikan Pancasila punya implikasi sangat besar bagi anak didik.
BACA JUGA: DPRD Kudus Usulkan Pembangunan Talud Sungai Pendo di Perubahan APBD
Menurut dia, alasan Pancasila diajarkan di sekolah, pertama sebagai menanamkan Identitas Nasional.
”Melalui pendidikan Pancasila, anak didik dapat memahami nilai-nilai yang mendasari kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Mereka akan menjadi bagian yang aktif dan berkontribusi dalam membangun negeri ini,” katanya saat dihubungi suarabaru.id, Senin (5/6/2023).
Alasan kedua, ujar dia, bisa memaknai Kebhinekaan, karena Indonesia adalah negara dengan keberagaman etnis, agama, budaya, dan bahasa. Pancasila mendorong keberagaman ini diterima dan dihargai sebagai kekayaan bangsa. Dalam pendidikan Pancasila, siswa diajarkan untuk menghormati perbedaan, menjunjung tinggi persatuan, dan bekerja sama dengan sesama warga negara Indonesia.
BACA JUGA: Grebeg Besar Demak Bupati Minta Restu Kasepuhan Kadilangu untuk Penjamasan Pusaka
Ketiga, adalah Penguatan Etika dan Moral, karena Pancasila memiliki nilai-nilai moral dan etika yang kuat, seperti gotong royong, kejujuran, tanggung jawab, keadilan, dan semangat persatuan. Dengan demikian, siswa akan belajar bagaimana menerapkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun di masyarakat.
Keempat, Pembentukan Karakter karena nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila seperti integritas, rasa hormat, keadilan, dan cinta tanah air dapat menjadi landasan moral yang kuat bagi mereka. Dengan pemahaman ini, anak didik akan menjadi pribadi yang berintegritas, bertanggung jawab, dan memiliki rasa kepemilikan terhadap bangsa dan negara.
Kelima adalah penguatan demokrasi, yang mengantarkan mereka menjadi pibadi yang tahu hak dan kewajiban sebagai warga negara.
BACA JUGA: Mendeteksi Penyakit Tidak Menular Melalui Posbindu
Pendidikan Pancasila memang ditanamkan siswa SMKN Jateng, sekolah yang dibangun untuk menurunkan angka kemiskinan di Jateng melalui jalur pendidikan. SMKN Jateng menggunakan pola boarding atau asrama, dan siswa harus dari keluarga tidak mampu, dengan biaya pendidikan dibebankan dari APBD Jateng.
Bagaimana dengan pelajaran PPKn yang sudah ada? Menurut Umi, PPKn dengan materi ajar Pancasila saat ini, merupakan dua konsep yang berbeda namun saling terkait.
Dia sendiri mengapresiasi adanya buku Pendidikan Pancasila yang bakal menjadi materi ajar. Adanya pelajaran PPKn dengan Pancasila sebagai bahan ajar tentunya saling mendukung.
BACA JUGA: Suami-Istri Lansia di Gubug Perbaiki Rumah Tertimpa Blandar, Seorang Meninggal
Dijelaskan Umi, panggilan akrabnya, pelajaran PPKn adalah mata pelajaran yang khusus membahas tentang nilai-nilai, prinsip, dan filosofi Pancasila sebagai ideologi negara. Mata pelajaran ini bertujuan untuk membentuk karakter dan kebangsaan serta mengajarkan peserta didik tentang persatuan, keragaman, keadilan, demokrasi, hak asasi manusia, serta tanggung jawab sebagai warga negara.
”Sedangkan Pancasila sebagai materi ajar mencakup penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam konteks pribadi maupun sosial. Hal ini meliputi pengenalan terhadap sila-sila Pancasila, serta bagaimana nilai-nilai tersebut diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tandasnya.
Di bagian lain, Kepala SD Islam Al Azhar 25 Semarang, Ruswanto MPd menjelaskan, Pendidikan Pancasila sangat penting untuk membekali murid agar memiliki karakter yang unggul, sehingga dapat diimplementasikan pada kehidupan sehari-hari.
BACA JUGA: Kapolresta Surakarta Terima Penghargaan Junior Chamber International
”Harapannya dengan belajar Pendidikan Pancasila, nilai-nilai Pancasila dapat diimplementasikan oleh murid-murid dalam berperilaku dan berkehidupan sehari-hari,” tambahnya.
Sejauh ini pihaknya belum menerima distribusi buku Pendidikan Pancasila. Namun sekolah sudah memasilitasi murid dengan buku mata pelajaran PPKn yang dibeli dengan dana BOS dan ada buku pendukung lainnya.
”Kami berharap dengan pendidikan Pancasila ini, murid memiliki adab dan akhlak yang baik serta mempunyai karakter yang unggul sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila,” bebernya.
BACA JUGA: Lima Calon Haji Asal Jateng Meninggal di Tanah Suci
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng Dr Uswatun Hasanah SPd MPd menjelaskan, pendidikan Pancasila sangat penting karena merupakan fondasi dan ideologi. Di ruang kelas, kata Uswatun, guru PPKn akan menjadi ujung tombak dalam pendidikan Pancasila melalui bahan ajar ini.
Tentang distribusi buku Pendidikan Pancasila dari BPIP, menurut Uswatun sudah masuk dalam platform Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah), yang merupakan buku referensi, buku yang harus menjadi rujukan bagi sekolah untuk mengajarkan pendidikan Pancasila, atau menyusun bahan ajar sehingga siapa saja bisa mengakses.
”Pendidikan Pancasila hendaknya lebih kuat lagi, sehingga bukan hanya mata pelajaran semata, tapi benar-benar terintegrasi antara pelajaran, pemikiran, dan perilaku,” kata mantan kepala sekolah yang pernah mendapatkan penghargaan sebagai Kepala SMA Inovatif, Dedikatif dan Inspiratif Tahun 2021, dari sebuah perguruan tinggi ini.
BACA JUGA: Tambah Kesiapan Masuk Dunia Kerja, Mahasiswa UKSW Dibekali Keahlian Oracle
Sedangkan Kepala BPIP, Prof Drs KH Yudian Wahyudi MA PhD menjelaskan, Pendidikan Pancasila secara resmi masuk pada kurikulum pendidikan Nasional mulai tahun ajar 2022/2023. Hal ini setelah adanya penandatanganan nota kesepahaman antara BPIP dengan sejumlah instansi terkait.
Dijelaskan dia, dimasukkannya pendidikan Pancasila dalam kurikulum pendidikan Nasional merupakan tindak lanjut atas lahirnya PP No 4 tahun 2022, yang menyatakan Pancasila adalah mata pelajaran wajib dalam pendidikan Nasional. Dia mengapresiasi langkah Jateng mengawali penerapan buku pendidikan Pancasila.
”Selaku Kepala BPIP, saya mengapresiasi langkah Jawa Tengah, karena pembangunan karakter bangsa dapat dimulai, di antaranya melalui pendidikan,” ujarnya.
BACA JUGA: Satlantas Bersama Dinrumkimhub Blora Sosialisasi Penghargaan Abdi Yasa Teladan 2023
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo, dalam berbagai kesempatan menyatakan, hendaknya kita selalu menjadikan Pancasila sebagai habitus bangsa, yang mengatur cara berpikir, bernalar dan bertindak serta kembali menempatkan Pancasila menjadi living dan working ideologi, yang bukan hanya sekadar wacana, namun dibatinkan dalam hati dan pikiran.
Dia lalu menyampaikan hasil survei Setara Institute for Democracy and Peace, yang dilakukan kepada 947 pelajar SMA sejak Januari-Maret 2023, yang datanya mengejutkan terkait pengamalan ajaran Pancasila.
Survei ini, ungkap dia, menyatakan, sebanyak 83,3 persen siswa SMA yang menjadi responden survei menyebutkan, keberadaan Pancasila tidak permanen dan posisinya sebagai dasar negara sesungguhnya dapat digantikan ideologi lain.
BACA JUGA: PT Alba Tridi Recycling Plastics Bangun Pabrik Pengolahan Sampah di KIK
Yang mencemaskan, perilaku pelajar yang intoleran aktif itu berada di angka 5,6 persen. Sementara yang terpapar 0,6 persen.
”Hasil survei ini membuktikan, persepsi masyarakat khususnya generasi muda terhadap Pancasila dan penghormatan kepada keberagaman, berada pada titik yang memprihatinkan,” tandasnya.
Dia berharap, melalui buku pendidikan Pancasila yang diajarkan di sekolah, akan mampu mengembalikan Pancasila sebagai habitus. Artinya, hidup berbangsa dan dasar negara tidak semata-mata secara teori dan seremonial, namun benar-benar menjadi kebiasaan, dan merasuk kembali dalam kehidupan masyarakat.
BACA JUGA: Dinporapar dan Fakultas Teknologi Pertanian SCU Kembangkan Kewirausahaan
Benny menjelaskan, materi bahan ajar pendidikan Pancasila bisa diterapkan di semua jenjang pendidikan, dengan menggunakan sarana yang mudah dipahami anak-anak dan remaja.
”Materinya 30 persen pengetahuan, 70 persen itu praktik. Jadi pembelajarannya menarik, sesuai dengan kondisi kekinian, menggunakan sarana-sarana yang ada, seperti film atau animasi,” jelasnya.
Tim SB