Bupati Wonogiri Setyo Sukarno, Kapolres AKBP Jarot Sungkowo bersama Dandim 0728 Letkol (Inf) Edi Ristriyono (keempat, kedua dan kesatu dari kanan), bersama Tim Satgas Pangan melakukan pantauan komoditas di keramaian pasar (prepekan) menjelang lebaran di Pasar Kota Wonogiri.(Dok.Humas Polres Wonogiri)

PREPEKAN atau Prepegan, merupakan tradisi keramaian pasar bagi masyarakat (Jawa) saat menjelang Lebaran Idul Fitri. Ini ditandai dengan banyaknya warga masyarakat yang berbelanja aneka kebutuhan, untuk perayaan Lebaran Idul Fitri ke pasar-pasar tradisional.

Dalam Buku Adat Tata Cara Jawa Karya Drs R Harmanto Bratasiswara (Yayasan Suryasumirat, Jakarta 2000), disebutkan bahwa Prepekan merupakan kesibukan berbelanja menyongsong datangnya Lebaran. Banyak kegiatan dilakukan oleh masyarakat untuk menyambut Lebaran. Puncak aktivitas mereka berbelanja tersebut, disebut sebagai Prepekan.

Keramaian berbelanja masyarakat di momentum Prepekan, bagai menghidupsuburkan kegiatan niaga di pasar-pasar tradisional. Sebab, kegiatan berbelanja mereka ternyata tidak terbatas membeli aneka komoditas untuk pesta Lebaran. Tapi juga membeli aneka kebutuhan lain seperti busana baru untuk seluruh anggota keluarganya serta menjadi bagian dari event wisata budaya.

Transaksi jual beli di momentum Prepekan, menjadi sesuatu yang memiliki nilai kepuasan tersendiri bagi masyarakat. Tidak saja busana baru yang dibeli, tapi juga beramai-ramai membeli aneka perhiasan emas, untuk dipakai saat merayakan Lebaran, ketika melakukan silaturahmi ke sanak famili. Ini menjadikan toko perhiasan emas banyak dibanjiri pembeli.

Di tengah momentum keramaian pasar saat Prepekan, ada tradisi yang dinamakan Midang. Adalah Ichsan, yang semasa hidupnya berjualan jamu seduh berkeliling ke pasar-pasar tradisional besar di Kabupaten Wonogiri. Midang, menurut Ichsan, merupakan kegiatan yang dilakukan perawan yang pergi ke pasar untuk menebar pesona, guna mencari jodoh.

Budayawan Jawa peraih anugerah Bintang Budaya, Kanjeng Raden Arya (KRA) Drs Pranoto Adiningrat MM, mengatakan, Prepekan sebagai keramaian pasar menjelang Lebaran telah mentradisi secara turun temurun. ”Itu terjadi sekali dalam setiap tahun, yakni saat menyongsong perayaan Lebaran Idul Fitri,” ujar Pranoto yang juga abdi dalem Keraton Surakarta ini.

Pasar Mati

Wajar bila masyarakat beramai-ramai berbelanja ke pasar untuk membeli aneka ragam kebutuhan perayaan Lebaran. Bagi mereka, Lebaran merupakan hari istimewa, hari kemenangan setelah usai menjalani ibadah puasa sebulan di Bulan Ramadhan secara Islami. Tibalah saatnya untuk kemudian merayakan kemenangannya itu, di hari Raya Lebaran Idul Fitri.

Sebab setelah keramaian Prepekan berlangsung, pada Hari H Idul Fitri, biasanya akan terjadi tradisi apa yang dinamakan tradisi Pasar Mati. Itu terjadi, karena para bakul pasar (tradisional) istirahat tidak melakukan aktivitas niaga. Mereka melakukan acara silaturahmi halalbihalal ke rumah saudara, untuk saling memohon dan memberi maaf secara lahir batin.

Berbicara Midang, di Kabupaten Ogan Komering Ilir di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), disebutkan Midang telah ada sejak Abad ke-17. Jenisnya dibagi menjadi 2 macam. Pertama Midang Begorok, yakni arak-arakan prosesi pernikahan yang bersifat besar-besaran, termasuk juga untuk hajatan sunatan atau persedekahan lainnya.

Kedua, Midang Bebuke (Midang Lebaran Idul Fitri) yang dilakukan untuk memeriahkan perayaan Hari Raya Idul Fitri, tepatnya pada hari ketiga dan keempat Idul Fitri. Midang Bebuke disebut juga Midang Borge Siwe (Sembilan Marga) karena diikuti oleh seluruh marga yang ada di wilayah karesidenan.

Midang Bebuke adalah prosesi arak-arakan yang menggunakan busana adat. Menyertakan kirab puluhan pasangan pengantin yang menyusuri tepian Sungai Komering dengan diiringi Musik Jidur.

Tradisi Prepekan, Pasar Mati dan Midang yang kaya warna tersebut, merupakan jenis budaya lokal yang tumbuh di sejumlah pelosok Nusantara. Menjadi kekayaan budaya bangsa Indonesia, dengan segala corak dan ragamnya. Sesuai dengan sebutan desa mawa cara (sesuai adat desa masing-masing).(Bambang Pur)