blank
Rumah milik Marmin dan Daryanti yang hanya berbalut bambu dan seng. Setiap hujan air mesti langsung masuk ke dalam rumah.. Foto: Tya Wiedya

GROBOGAN (SUARABARU.ID) – Rumah adalah istana bagi penghuninya. Bahkan ada ungkapan dalam Bahasa Arab berbunyi baiti janati, rumahku adalah surgaku. Penghuni rumah selalu menginginkan rumahnya juadi istana bagi menjadi surga bagi keluarganya.

Istana bukan dalam artian bangunannya, tetapi bagaimana penghuni merasa “berkuasa” atas rumah itu, dan bisa mengatur sesuai keinginannya. Suasana surga yang tenteram damai diharapkan bisa tercipta dalam istana, walau mungkin ukurannya mungil.

Tetapi bagaimana bila rumah dengan bangunan fisik yang memang dikategorikan tidak layak huni. Bahkan mungkin belum bisa disebut rumah, tetapi gubuk dengan dinding bambu yang sudah reyot.

Inilah gambaran sebuah rumah milik Marmin di Dusun Kedungwungu, Desa Karangsono, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan. Marmin yang sehari-hari bekerja sebagai kuli bangunan, tergolong dalam keluarga miskin.

Rumah dengan ukuran 4×10 meter berbahan bambu ini sudah didiami bersama keluarganya bertahun-tahun. Marmin hanyalah kuli bangunan yang masih harus bekerja keras di usianya yang sudah masuk kepala lima ini.

blank
Daryanti di rumah bambu reyot yang tak layak huni ini. Foto: Tya Wiedya

Dia harus kerja keras demi sesuap nasi untuk keluarganya. Bahkan, anaknya masih ada yang sekolah di bangku kelas IX SMP.

Daryanti, sang istri menuturkan, Marmin bekerja di Semarang. Dia sendiri tidak bisa kerja lantaran sakit-sakitan yang dialaminya.