blank
Ilustasi/Kompasiana.com

Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga

blank
JC Tukiman Tarunasayoga

Selamat Tahun Baru 2023, tahun politik, tahun “panas” karena banyak pihak sedang gencar mengatur strategi untuk merebut dan memeroleh kekuasaan di tahun 2024. Bukti amat jelas tentulah dapat dilihat dari bertambahnya jumlah partai politik (parpol) peserta Pemilu: Kini jumlahnya  menjadi 17 parpol (di luar 17 itu berapa saja yang gugur saat verifikasi dan penetapan).

Jumlah semakin banyak, tentulah mengindikasikan semakin banyak pihak yang (ingin) berebut kekuasaan, ingin berkuasa; atau setidak-tidaknya ingin mengambil bagian secara nyata dalam sebuah kekuasaan.

Alangkah menggiurkannya kekuasaan itu; dan kalau hal itu dilukiskan dengan kursi, alangkah mahalnya untuk dapat merebut bahkan “satu kursi pun.” Dan yang sangat menarik, ialah berapa dan betapa pun mahalnya, jumlah orang yang memperebutkan dipastikan semakin banyak.

Mengapa? Itulah sihir dari politik praktis (baca: berebut kuasa), dan itu semua dilukiskan dengan sangat menarik dalam basa rinengga: Pengin nyekel bangbang alum-aluming praja.

Basa Rinengga

Bahasa, – apa pun -, pasti ada kaitannya dengan keindahan; maksudnya dalam bahasa apa pun di dunia ini, termasuk di dalamnya Bahasa Jawa, pasti ada saja ungkapan-ungkapan indahnya. Pantun salah satu contohnya dalam Bahasa Indonesia; dan contoh dalam Bahasa Jawa ialah ungkapan-ungkapan menggunakan basa rinengga seperti nyekel bangbang alum-aluming praja ini.

Baca Juga:Bangbang Wetan: Di Timur Matahari

Disebut basa rinengga karena memang direka utawa didandani amrih pocapane katon lan krasa endah; mula dipacaki. Ada perubahan-perubahan kecil mungkin, atau bisa juga dipoles sedemikian rupa sehingga terasa agak  “asing atau aneh”  agar menarik.

Bagaimana merekayasanya? Tembung alum itu bermakna  ora sumringah, sarwa lemes, ora duwe daya; menggambarkan betapa lunglainya (seperti daun tanaman yang kekurangan air). Namun kata alum ini dipacaki, dipoles menjadi alum-aluming dan rupanya memoles kata alun-alun yang bermakna tanah lapang luas yang konon dalam sejarahnya adalah ruang terbuka yang terletak di depan sebuah keraton/kerajaan.

Nyekel bangbang alum-aluming praja artinya ialah nguwasani praja, nanggung ala becike, yakni menguasai negara dengan segala resiko siap menanggung baik buruknya atau pun maju mundurnya negara itu.  Siapa itu pihak yang  sah nguwasani praja, pihak yang  sah berkuasa itu?

Pastilah dalam konteks demokrasi lewat pemilihan umum, pihak yang bakal berkuasa adalah pihak yang menang dalam pemilu. Itulah mengapa saat sekarang ini (2023) menjadi semakin panas dan “strategis” karena 14 Februari 2024 (hari dilaksanakannya pemilihan umum) sudah tinggal satu tahun lagi.

Tanggung Jawab

Kata kunci nyekel bangbang alum-aluming praja tentulah ada dua, yakni berkuasa atas negara dalam arti pemerintahan; dan siap bertanggungjawab terhadap maju mundurnya negara. Kesiapan untuk berkuasa sangat cetar membahana dan sedang dipromosikan oleh siapa saja yang ingin berkuasa tadi.

Baca Juga: Bikin Marah, Ngabangke Kuping

Kita lihat saja sepak dan terjangnya mereka itu saat-saat ini. Pertanyaannya, apakah mereka dalam hiruk pikuk bersiap-siap “merebut kekuasaan” saat ini juga mampu menunjukkan indikator bahwa mereka itu juga akan siap bertanggung jawab atas maju mundurnya negara, kelak? Ingat makna basa rinengga nyekel bangbang alum-aluming praja di atas, bukan hanya kepingin pegang kekuasaan, tetapi yang justru substansial adalah nanggung ala becike.

Kuasa, berkuasa, dan kekuasaan memang sangat menarik, dan sah-sah saja jika semakin banyak orang/pihak ingin memilikinya dan dalam konteks demokrasi Indonesia, kuasa, berkuasa, dan kekuasaan itu terakumulasi dalam parlemen (legislatif) dan pemerintahan (eksekutif). Keduanya dapat dicapai lewat seluruh proses pemilu dan pada waktunya nanti pilpres.

Nanggung ala becike, sejak saat ini sebaiknya jangan dilupakan oleh siapa pun, terutama oleh mereka dan pihak-pihak yang sedang dan akan siap “berebut kekuasaan.” Dalam ranah perencanaan, jangan pernah lupa merencakan bahkan sudah menghitung faktor-faktor resiko yang pasti akan terjadi.

Kalau menggunakan percakapan sehari-hari, rumusannya menjadi: Aja mung mikir penake thok; jangan hanya membayangkan betapa enak dan nikmatnya kuasa, berkuasa, dan kekuasaan itu. Pikiren uba rampe lan carane nanggung ala becike; sebuah ajakan untuk berpikir matang tentang berbagai syarat dan tuntutan tanggung jawab.

Selamat tahun baru 2023, selamat mikir….!!!

(JC Tukiman Tarunasayoga, Ketua Dewan Penyantun Universitas Katolik (UNIKA) Soegijapranata, Semarang)