blank
Aktivis perempuan Kota Semarang, Theresia Tarigan, saat berjumpa dan kemudian memberikan makanan tambahan untuk ibu hamil

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Turunnya grafik angka stunting di Jawa Tengah, membawa angin segar bagi dunia kesehatan dan ketahanan keluarga di provinsi ini. Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, dalam peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) 2022 di Kabupaten Temanggung, belum lama berselang menyebutkan, pihaknya serius mengejar target penurunan stunting tahun 2024, sekaligus menyiapkan generasi emas tahun 2045.

Dalam kesempatan itu gubernur mengaku lega, dengan angka penurunan stunting di Jateng, dari 27,6 persen menjadi 20,9 persen. Angka penurunan ini lebih besar dari penurunan Nasional, dari 27,6 persen turun 24 persen.

Namun Ganjar mengungkapkan, pihaknya akan terus menurunkan angka stunting. Selain mengejar dikisaran angka 14 persen di tahun 2024, seperti yang diamanatkan Presiden Joko Widodo, juga sekaligus untuk menyiapkan generasi unggul di tahun 2045.

BACA JUGA: Mahesa Jenar Gagal Jinakkan Singo Edan

Terkait penurunan stunting, Pemprov Jateng sendiri sudah membuat terobosan dengan program 5NG (Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng), yang disamping menekan angka kematian ibu dan bayi, juga mempersiapkan generasi berkualitas tanpa dibayangi stunting.

Stunting menjadi isu yang selalu aktual, seiring gencarnya program penyiapan generasi yang sehat dan tangguh di masa depan. Stunting sendiri diartikan kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah 5 tahun), akibat dari kekurangan gizi kronis, sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.

Di sejumlah kabupaten/kota di Jateng, Pemprov menjadikan upaya pencegahan stunting sebagai program strategis. Di Kabupaten Kendal misalnya, telah dibentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting Tahun 2022, yang dikukuhkan Bupati Kendal, Dico M Ganinduto, di Pendapa Tumenggung Bahurekso, Setda Kendal, pada Juni lalu.

BACA JUGA: Pacu Top Gun agar Bisa Konsisten

Ada dua tim yang dikukuhkan secara resmi oleh bupati, yaitu Tim Pengarah Percepatan Penurunan Stunting, yang dipimpin Bupati bersama Ketua DPRD Kabupaten Kendal, dan Forkopimda.

Sedangkan Tim Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting dipimpin Wakil Bupati Kendal, Windu Suko Basuki, bersama dengan Sekretaris Daerah dan Ketua TP PKK Kabupaten Kendal selaku Wakil Ketua, serta 12 Kepala Dinas dan Kepala Badan.

”Pembentukan tim ini sesuai dengan arahan Pemerintah Pusat. Tujuannya, agar penurunan stunting di Kabupaten Kendal dapat segera bisa teratasi,” kata Bupati Dico, usai acara mengukuhkan.

blank
Sumber Dinkes Jateng

BACA JUGA: Tak Suka Perilaku Garcia

Kesigapan Kendal dan mungkin kabupaten/kota lain, menjadi penanda betapa mereka tak meremehkan stunting. Pasalnya, stunting bukan hanya persoalan kemiskinan, kekurangan gizi, tapi juga nasib bangsa ke depannya.

Dampak jangka panjang dari stunting adalah, risiko terkena penyakit degeneratif, sampai dengan gangguan perkembangan kognitif, sehingga dapat berimbas pada penurunan pertumbuhan ekonomi di masa mendatang.

Kepala Dinas Kesehatan Jateng, Yunita Dyah Suminar menjelaskan, pencegahan stunting melibatkan lintas sektoral. Misalnya, sebelum menikah, BKKBN akan turun tangan untuk mengecek kesehatan calon pengantin.

BACA JUGA: Laris Manis di Bursa Transfer

Selanjutnya, untuk Dinkes, Dinas Peternakan, Dinas Pendidikan, dan Dinas Pertanian, juga akan ikut mengawal kesehatan pasangan pengantin itu, mulai dari masa kehamilan hingga melahirkan.

”Saat kehamilan inilah, kami hadir untuk mengecek kesehatan ibunya, apakah memiliki risiko tinggi. Dicek, apakah kurang darah, kurang protein atau dilihat apakah punya Kekurangan Energi Kronis apa tidak,” kata Yunita.

Langkah strategis yang dilakukan Dinkes, untuk mencegah stunting adalah, mendorong agar ibu hamil melakukan Antenatal Care atau pemeriksaan, perawatan ibu dan janin selama masa kehamilan.

BACA JUGA: Wonosobo Punya PR Besar Turunkan Angka Stunting yang Tinggi, Ini Strateginya

‘Antenatal Care adalah pencegahan stunting. Idealnya kalau kondisi normal dilakukan minimal enam kali, tapi kalau kondisi tidak normal, misalnya berpotensi stunting, maka intervensi harus dilakukan selama 1.000 hari pertama kehidupan (sejak hamil sampai 2 tahun),” kata alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip itu.

Yunita sendiri memberikan data adanya penurunan angka stunting di provinsi ini. Dia optimistis, target Pemprov Jateng menurunkan angka stunting hingga 14 persen tahun 2024, bisa terealisasi.

Dinkes sendiri melancarkan strategi mewujudkan target itu, salah satunya dengan mengawal masa 1.000 hari pertama kehidupan (1.000 HPK), dengan melibatkan keluarga dan lintas sektor.

BACA JUGA: Pencurian Gabah di Grobogan Terekam CCTV, Diunggah di Grup Facebook

blank
Dr Margaretha Sih Setija Utami MKes (Dekan Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata, Semarang). Foto: unika

Sementara itu, Dekan Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata, Semarang, Dr Margaretha Sih Setija Utami MKes menyatakan, stunting sebenarnya dimulai dari kondisi kesehatan ibu saat hamil. Betapa kondisi psikologis sang ibu, juga berperan terhadap asupan gizi terhadap janin yang dikandungnya.

Kondisi psikologis ibu, sangat dipengaruhi relasi hubungan dengan sang suami. Jika relasinya baik, maka dengan sendirinya pengawasan gizi akan lebih terjaga.

”Sebaliknya, jika relasinya buruk, apalagi jika suaminya tidak sayang lagi, bisa berdampak. Misalnya, dukungan finansial yang diberikan kurang, sang ibu menjadi sedih, dan akan makan sesukanya untuk meredakan emosi tanpa memikirkan asupan gizi bayi yang dikandung,” kata dosen yang akrab disapa Cicih ini.

BACA JUGA: Suka Bantu Atur Lalu-lintas, Tukang Becak Peroleh Penghargaan Sat Lantas

Menurut Cicih, pada 2007 silam, pihaknya telah menyusun disertasi tentang kesehatan kehamilan, ‘Pregnancy and Giving Birth in Couples from Central Java: Contributions from Psychology to Safe Motherhood’ (Kehamilan dan Proses Melahirkan pada Pasangan Suami-Istri di Jawa Tengah: Sumbangan Psikologi untuk Kesehatan dan Keamanan Ibu Hamil dan Melahirkan), ditemukan fakta, hubungan suami-istri ikut memberikan kesehatan, baik ibu dan bayinya.

”Guna menyiapkan bayi sehat, dimulai dari relasi pasangan orang tua yang sehat. Selain itu, ibu butuh pengetahuan soal gizi, jangan dibayangi soal pamali atau pantangan. Semisal jangan membunuh ular, tikus dan lain-lain,” tandas doktor lulusan Social Sciences Faculty, Radboud University, Nijmegen, Belanda ini.

Dikatakannya, pihaknya menilai program 5NG sebagai kebijakan yang bagus. Dia berharap, program ini bisa membentuk rasa bahagia bagi ibu hamil. Diakui Cicih, jika ibu bahagia, maka dalam merawat kehamilannya akan baik pula.

BACA JUGA: Bupati Dukung Implementasi Program Subsidi Tepat Sasaran dari Pertamina

blank
Sumber Dinkes Jateng

”Bayi itu seperti tanaman yang harus dirawat dengan baik. Itu akan terjadi jika ada kebahagiaan ibunya, yang didukung lingkungan. Jika jiwa ibu sehat, anaknya akan tumbuh dengan sehat,” tambahnya.

Dia menyarankan, jika provinsi ingin menangkal stunting, maka harus dimulai dari kabupaten/kota, yang secara geografis banyak hambatan dalam pelayanan kesehatan. Misalnya desa-desa pelosok yang minim pelayanan bidan dan dokter.

Aktivis perempuan Kota Semarang, Theresia Tarigan mengungkapkan, stunting masih menjadi persoalan Nasional. Faktor ekonomi keluarga, imbuhnya, sangat menentukan akses keluarga miskin pada pangan bernutrisi, maupun mempunyai rumah yang sehat.

BACA JUGA: Kerja Sama dengan Petani, Kodim Kendal Ubah Lahan Tidur Menjadi Produktif

”Pencegahan stunting ditekan oleh program penyediaan sayur dan protein, yang dapat disalurkan secara tepat sasaran. Misalnya, setiap RT bisa membuat acara makan bersama yang sehat, setiap dua kali seminggu, dan menjangkau ibu hamil dari keluarga yang rentan malnutrisi,” ungkap Theresia.

Dia berharap, ada edukasi pengelolaan keuangan untuk mencapai kecukupan gizi keluarga, selain tetap menabung. Godaan gaya hidup konsumerisme, sangat mungkin mengabaikan kebutuhan gizi keluarga.

Wanita yang akrab yang disapa Tere ini menyebutkan, program 5NG harus terus digaungkan, dalam implementasi di tiap kota/kabupaten. Rincian tindakan keempat fase dalam 5NG ini juga kurang jelas, dan kurang sosialisasinya.

”Sebaiknya program 5NG ini lebih diperjelas pada setiap stakeholder, baik dari pemerintah Jateng maupun tingkat II sampai ke level RT. Selain itu, memberikan bantuan pangan bergizi, bagi setiap ibu hamil,” beber insinyur lulusan Perencanaan Wilayah dan Kota ITB ini.

Tim SB