blank
Ilustrasi. Reka: SB.ID

Dalam Jesus and the Disinherited, Thurman menegaskan bahwa damai sejati tidak mungkin tercapai tanpa keberanian untuk melawan penindasan. Yesus memberikan keberanian kepada mereka yang hidup dalam ketakutan dan ketidakberdayaan, menunjukkan bahwa damai adalah perjuangan untuk keadilan.

Yesus lahir jauh dari pusat kekuasaan. Kehadiran-Nya adalah simbol perlawanan terhadap sistem yang eksklusif dan menindas. Dalam The Politics of Jesus, Yoder menjelaskan bahwa kehidupan Yesus adalah seruan untuk solidaritas radikal. Natal mengajarkan kita bahwa iman bukan sekadar urusan pribadi, tetapi panggilan untuk menghadirkan kerajaan Allah di bumi sebagai alternatif atas kekuasaan yang sewenang-wenang.

Natal juga harus menjadi ruang konsolidasi bagi umat Kristen untuk bersatu melawan ketidakadilan struktural. Kekristenan bukanlah agama yang apolitis. Sebaliknya, iman Kristen yang sejati bersifat politis, karena ia memanggil umat-Nya untuk terlibat dalam perjuangan melawan penindasan. Natal, dengan pesan damai dan sukacitanya, adalah panggilan untuk menjadi suara profetik di tengah dunia yang penuh ketimpangan dan korupsi.

Jika Natal hanya dirayakan dengan lagu-lagu, dekorasi, dan drama tanpa refleksi terhadap realitas, kita kehilangan maknanya yang sejati. Natal bukanlah perayaan hampa, melainkan panggilan untuk bertindak. Kita dipanggil untuk membawa kabar baik kepada yang miskin, memberikan kelegaan kepada mereka yang tertindas, dan melawan sistem yang merampas keadilan.

Korupsi, penggusuran masyarakat adat, dan ketimpangan ekonomi adalah tantangan nyata yang harus dihadapi dengan keberanian dan iman. Natal mengingatkan kita bahwa damai sejati hanya dapat tercapai jika keadilan ditegakkan.

Martin Dennise Silaban, Peneliti di SHEEP Indonesia Institute/Magister Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, UGM