blank
Ilustrasi. Reka: SB.ID

Howard Thurman dalam Jesus and the Disinherited menekankan bahwa Yesus hadir di tengah masyarakat yang kehilangan tempat berpijak, memberikan suara bagi mereka yang dirampas haknya.

Tanah bagi masyarakat adat bukan sekadar aset ekonomi, tetapi ruang hidup yang sakral. Ketika tanah mereka dirampas atas nama kemajuan, kita harus bertanya: kemajuan ini sebenarnya untuk siapa? Dalam terang Natal, proyek-proyek yang lebih berpihak pada oligarki daripada masyarakat kecil harus dikritisi. Natal mengingatkan kita bahwa Allah berpihak kepada mereka yang kehilangan tempat berpijak, bukan kepada mereka yang memperkaya diri dengan merampas hak orang lain.

Ketimpangan Ekonomi

Ketimpangan ekonomi yang semakin tajam di Indonesia mencerminkan dosa struktural yang menuntut perhatian serius dari umat Kristen. Ketika sebagian kecil masyarakat hidup dalam kelimpahan, sementara jutaan lainnya bergulat dengan kemiskinan, kelaparan, dan ketidakpastian, kita harus bertanya: di mana peran orang Kristen dalam menghadapi kenyataan ini?

Dalam Rich Christians in an Age of Hunger, Ronald J. Sider mengingatkan bahwa akumulasi kekayaan tanpa memperhatikan kebutuhan sesama adalah bentuk eksploitasi yang bertentangan dengan nilai-nilai Injil. Kekayaan bukan untuk dinikmati secara egois, tetapi untuk didistribusikan secara adil demi terciptanya kesejahteraan bersama.

Ketimpangan ekonomi bukan hanya masalah statistik atau kebijakan semata, tetapi juga sebuah dosa sosial yang secara langsung melanggar prinsip keadilan Allah. Dalam terang Injil, orang Kristen dipanggil untuk hidup sebagai penatalayan yang baik atas sumber daya yang telah diberikan Allah.

Kekayaan bukanlah milik pribadi yang dapat ditumpuk tanpa tanggung jawab, melainkan anugerah yang harus dimanfaatkan untuk mengentaskan penderitaan sesama. Pesan Natal menuntut umat Kristen untuk secara aktif terlibat dalam upaya redistribusi kekayaan sebagai wujud nyata solidaritas dengan mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Yesus lahir di tengah pengungsian, bukan di istana kekuasaan. Kelahiran-Nya bukan hanya pernyataan solidaritas Allah dengan yang miskin, tetapi juga pengingat bahwa kekayaan dan kekuasaan duniawi bukanlah tujuan hidup. Dalam hal ini, Natal seharusnya menjadi momen refleksi bagi orang Kristen yang hidup dalam kelimpahan.

Apakah kekayaan kita telah menjadi berkat bagi orang lain, atau justru menjadi penghalang bagi terciptanya keadilan ekonomi? Natal mengajarkan bahwa keadilan tidak hanya diwujudkan melalui kebaikan hati individu, tetapi juga melalui transformasi struktural yang memungkinkan redistribusi kekayaan secara lebih adil.

Redistribusi Kekayaan

Redistribusi kekayaan adalah panggilan profetik bagi orang Kristen. Ini berarti lebih dari sekadar memberi sedekah atau amal; ini adalah panggilan untuk membangun sistem ekonomi yang inklusif dan adil, di mana setiap orang memiliki akses yang setara terhadap kebutuhan dasar seperti makanan, pendidikan, dan kesehatan. Ketimpangan yang tidak terkendali adalah bentuk penindasan yang tidak dapat diterima oleh iman Kristen.

Orang Kristen yang menumpuk kekayaan tanpa mempedulikan penderitaan di sekitarnya tidak hanya mengabaikan panggilan untuk mencintai sesama, tetapi juga memperparah dosa sosial yang merusak martabat manusia.

Ketimpangan ekonomi yang akut juga mengundang umat Kristen untuk memikirkan kembali gaya hidup mereka. Budaya konsumsi yang berlebihan sering kali mendorong kita untuk mengakumulasi lebih banyak harta tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap orang lain. Natal, yang sering dirayakan dengan kemewahan dan hadiah, menjadi ironi ketika dikelilingi oleh mereka yang bahkan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Bagaimana umat Kristen dapat merayakan kelahiran Yesus, Sang Raja Damai, sementara mereka secara tidak sadar berkontribusi pada sistem yang mempertajam ketimpangan?

Momentum Perlawanan

Narasi damai Natal sering kali juga dibangun dengan sifat sentimental, mengabaikan kenyataan dunia yang penuh ketidakadilan. Namun, damai yang ditawarkan Yesus adalah damai yang aktif, bukan pasif.