SEMARANG (SUARABARU.ID)– Hukum bukan hanya merupakan konsep dalam kehidupan bermasyarakat saja, melainkan hukum tumbuh secara alamiah dalam pergaulan masyarakat, sehingga akan selalu berubah seiring perubahan sosial.
Hukum juga tidak dibuat, melainkan tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat (volkgeist), yang sering disebut living law.
Hal itu seperti yang diungkapkan Kaprodi S2 Hukum Universitas Semarang (USM), Dr Drs H Kukuh SA BA SSos SH MH MM, seusai peluncuran buku karangannya yang berjudul ‘Konsepsi Dan Realisasi Hukum Otonomi Daerah Terhadap Kecerdasan Bangsa Dan Kesejahteraan Masyarakat’, di kampus setempat, Kamis (25/4/2024).
BACA JUGA: Jalin Silaturahmi dan Kolaborasi, PWI Jateng akan Gelar Tradisi Tahunan Halalbihalal
Menurut dia, buku itu merupakan realisasi dan konsepsi hukum otonomi daerah, terhadap kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat. Dia berharap, buku ini bisa memperkaya khasanah keilmuan tentang hukum otonomi daerah, serta menjadi sumber bacaan bagi para mahasiswa/i, akademisi, praktisi, pemerhati otonomi dan masyarakat umum lainnya.
Dia mengatakan, dasar hukum dilaksanakan otonomi daerah adalah Undang Undang Dasar 1945 Pasal 18, 18A dan 18B serta Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan pemanfaatan sumber daya Nasional yang berkeadilan serta pertimbangan keuangan pusat dan daerah, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain itu juga, Tap MPR Nomor IX/MPR/2000 Tentang Rekomendasi Kebijakan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Kemudian UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pembagian Keuangan Pusat dan Pemerintah Daerah.
BACA JUGA: Membangun Fondasi Pendidikan Anak Usia Dini Melalui Pendekatan Tanpa Tuntutan dan Paksaan
”Manfaat hukum otonomi daerah bagi masyarakat, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah,” ujarnya.
Dia menambahkan, peraturan perundang-undangan pertama kali yang mengatur tentang pemerintahan daerah adalah, UU Nomor 1 Tahun 1945, tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah, kemudian disusul UU Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah.
Yang kemudian digantikan UU Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok pokok Pemerintahan Daerah. Kemudian Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 18 Tahun 1965 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.
BACA JUGA: KPU Belum Umumkan Perolehan Kursi untuk Caleg Terpilih
”Kemudian dicabut dan digantikan UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pemerintahan di Daerah,” ungkapnya.
Disampaikan juga, cukup lama UU Nomor 5 Tahun 1974 ini berlaku pada masa Orde Baru. Lalu pada masa reformasi, UU ini diganti dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.
”Lima tahun kemudian UU ini disempurnakan dan diubah menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Terakhir penyempurnaannya adalah UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,” tandasnya.
BACA JUGA: Rayakan HKI Sedunia, Kanwil Kemenkumham Jateng Bersama USM Gelar Podcast KI
Perkembangan Politik Hukum, imbuhnya, terkait hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah berjalan sangat dinamis, usai penetapan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
”Salah satu perubahan krusial dari UU itu adalah, tentang pembagian urusan pemerintahan antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Pada hakikatnya, regulasi tentang otonomi daerah memberi ruang gerak bagi pemerintah daerah, untuk mengelola daerahnya sendiri,” terang dia.
Kukuh menyebut, hal itu agar lebih berdaya dan mampu bersaing dalam kerja sama, mengelola SDM yang profesional. Pendidikan juga merupakan sektor yang sangat strategis yang menjadi perhatian pemerintah daerah, untuk meningkatkan kecerdasan dan kesantunan rakyat.
Riyan