blank
Dokter Tompi. Foto: dok/unik

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Ikatan Dokter Indonesia (IDI), belum lama ini mengeluarkan larangan bagi dokter, untuk menjadi influencer di media sosial (medsos), terutama dalam memromosikan produk.

Ketua Majelis Kehormatan Etik Dokter (MKED) IDI, dr Djoko Widyarto JS DHM MHKes, menekankan, hal itu bertentangan dengan fatwa etik dokter, yang mengatur praktik bermedsos.

Menurut dia, dokter tidak diperkenankan beriklan, khususnya jika itu berkaitan dengan klaim penyembuhan, kecantikan, dan kebugaran. Namun IDI tetap memberikan ruang bagi para dokter untuk beriklan, yang berkaitan dengan layanan masyarakat atau yang memromosikan perubahan perilaku hidup sehat.

BACA JUGA: Plt Kadinas Perdagangan Kudus Temukan Sejumlah Pangkalan Kehabisan Stok Elpiji

Dokter yang menggunakan medsos juga diingatkan, untuk menjaga kerahasiaan informasi kesehatan pasien, dan membedakan akun pribadi dengan yang digunakan untuk kepentingan profesional.

Dalam sebuah acara diskusi di Instagram, melalui saluran Unlimited Talks @Unik_oke, Jumat 8 Maret 2024, dr Teuku Adifitrian SpBP-RE atau dikenal sebagai dr Tompi, dr Indra Adi Susianto MSi Med SpOG, Komisaris RSIA Anugerah, dan dr Irwin Lamtota MKed (OG) SpOG, dokter spesialis kandungan, memberikan pandangan mereka mengenai hal itu.

Dokter Tompi menyebut, informasi adalah kunci, dan masyarakat harus mengetahui apa yang dilakukan oleh dokter. Namun dia juga menyadari, perlunya regulasi yang masuk akal.

BACA JUGA: Akan Menolong Ibu Mertua, Warga Tegal Ini Malah Ikut Hanyut

Dia berpendapat, dokter harus bersatu untuk merumuskan aturan yang lebih adaptif, sambil menyoroti bahwa personal branding dapat menjadi lebih efektif, daripada mengandalkan medsos rumah sakit.

”Dokter influencer dilarang jangan, diatur iya. Di era sekarang adalah era informasi, semua orang browsing. Kalau nggak ada ketersediaan informasi, nanti bisa keliru. Apa yang dikerjakan dokter nggak ketangkap radar,” kata dr Tompi.

Disebutkan juga, pemikiran konservatif yang terlalu kaku harus mulai dikurangi. Belajar, bahwa hidup itu berkembang.

BACA JUGA: Hadapi Dampak Perubahan Iklim, BMKG Dorong Komunitas Internasional Persempit Kesenjangan Gender

blank
Diskusi di Instagram melalui saluran Unlimited Talks @Unik_oke, yang dilakukan Jumat (8/3/2024). Foto: dok/unik

”Tapi diatur juga harus masuk akal. Masyarakat juga harus tahu, apa yang dokter kerjakan, apa pekerjaannya. Dulu mungkin iya, semakin profesor semakin jago, sekarang belum tentu. Ini berlaku di bidang apapun,” imbuhnya.

Sementara itu, dr Indra menggarisbawahi, seorang dokter secara alamiah karena profesinya, memiliki peran dalam memengaruhi masyarakat. Namun harus dengan batasan yang jelas. Dia menyebut, persaingan di medsos tak terhindarkan. Namun fokusnya harus pada meningkatkan kompetensi dan edukasi, bukan sekadar mendapatkan keuntungan finansial.

Sedangkan dr Irwin menyoroti pentingnya menjaga profesionalisme dan solidaritas sesama dokter, di era medsos. Baginya, integritas profesi dokter harus diutamakan, terutama ketika memasarkan produk.

BACA JUGA: Polda Jateng Imbau Ngabuburit Tak Diwarnai Aksi Pelanggaran Lalu Lintas

”Dokter influencer yang memasarkan produk haruslah memiliki etika yang kuat, dan memastikan produk yang direkomendasikan sesuai dengan standar medis yang telah ditetapkan,” ujar dia.

Ketiga dokter itu sepakat, sebagai agen perubahan dalam penyebaran informasi kesehatan, dokter influencer memiliki kesempatan untuk mencapai audiens yang lebih luas dan beragam, melalui medsos.

Mereka dapat mengedukasi masyarakat, tentang kesehatan dan gaya hidup sehat dengan cara yang lebih interaktif dan menarik. Dan mungkin juga tidak bisa dilakukan melalui praktik klinis tradisional.

Riyan