blank
Willy Aditya (Wakil Ketua DPP Partai Nasdem). Foto: fn

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Pemilu Legislatif (Pileg) dengan sistem proposional tertutup, dinilai melemahkan hak rakyat dalam partisipasi dan menyalurkan aspirasi politiknya. Hal itu karena menghilangkan hubungan rakyat dengan wakilnya, yang menjadi kelaziman dalam negara demokrasi.

Bahkan sistem itu dianggap sebagai langkah mundur dari cita-cita kebangsaan, yang meletakkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan seutuhnya.

Hal itu seperti yang disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Nasdem Jawa Tengah, Lestari Moerdijat, terkait dengan sidang uji materi Undang Undang (UU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang saat ini sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).

BACA JUGA: Pencabutan PPKM Jadi Ujian Kemandirian Masyarakat

Sejumlah warga dan kader parpol mengajukan gugatan Pasal 168 Ayat (2) UU Pemilu, yang mengatur sistem proporsional terbuka, atau pemungutan suara dengan memilih calon anggota legislatif.

Menurut Lestari dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (31/12/2022), dalam sistem proporsional tertutup, pilihan rakyat hanya dijadikan legitimasi parpol untuk menentukan siapa yang menjadi wakilnya.

”Bagi rakyat, sistem itu ibarat memilih kucing dalam karung. Karena yang menjadi wakilnya di legislatif, tergantung otoritas parpol,” ujar Rerie, panggilan akrabnya.

BACA JUGA: Ditemukan Mayat Tanpa Identitas di Pantai Bulak Baru

Dalam pileg yang menggunakan sistem proposional tertutup, pemilih hanya bisa memilih parpol yang menjadi peserta pemilu. Sedangkan dalam sistem proposional terbuka, rakyat bisa memilih partai dan calon wakil yang dikehendaki.

Lebih lanjut Rerie, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI menambahkan, proporsional tertutup akan melahirkan sistem demokrasi elitis, karena hanya elite partai yang menentukan siapa yang menjadi wakilnya di legislatif.

”Ini juga resisten terjadi praktik money politics di tubuh partai, pada saat menentukan nomer urut para calon wakil rakyat,” tukas anggota Majelis Tinggi DPP Partai Nasdem ini.

BACA JUGA: Profil Band Guyon Waton, yang Bikin “Ambyar” Penonton di Alun-Alun Wonosobo

Bila menilik sejarah pemilu legislatif di negeri ini, sistem proporsional tertutup telah menciptakan apatisme dan apolitis, bahkan skeptis rakyat. Ini karena rakyat kehilangan hak menyalurkan aspirasi dan partisipasi kepada wakilnya, akibat wakil itu lebih terikat dengan partainya.

Berbeda dengan sistem proporsional terbuka, dimana rakyat dapat langsung menyalurkan aspirasi serta mengontrol wakilnya, yang duduk di parlemen.

”Dalam negara demokrasi, partisipasi politik rakyat dalam menentukan wakilnya harus dijunjung tinggi,” pungkasnya.

BACA JUGA: LO Divre Jateng Minta Perhutani Mantingan Gencarkan Patroli Gabungan Hingga Blora

Sementara itu, terkait dengan Yuwono Pintadi, satu dari enam orang penggugat UU Pemilu ke MK, yang disebut sebagai anggota partai Nasdem, Wakil Ketua DPP Partai Nasdem, Willy Aditya, menyampaikan, status yang bersangkutan telah gugur.

Menurut Willy, Yuwono sudah tidak lagi menjadi anggota Nasdem sejak 2019, karena yang bersangkutan dinyatakan telah mengundurkan diri. Dengan demikian, gugatannya ke MK itu bersifat pribadi, bukan mengatasnamakan Nasdem.

”Garis partai sudah jelas, kami menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Oleh karenanya, jika ada orang yang mencatut Partai Nasdem atas kepentingan individu, jelas ini melanggar kebijakan partai,” tegas Willy.

BACA JUGA: Polisi Berterima Kasih Atas Terciptanya Kamtibmas di Kabupaten Magelang Selama 2022

Lebih rinci Willy menjelaskan, pasca-Kongres II Partai Nasdem pada 2019, kebijakan DPP terkait keanggotaan partai, sudah terdigitalisasi. Hal ini tertuang dalam surat edaran DPP, terkait migrasi keanggotaan Partai Nasdem ke E-KTA.

Dalam surat edaran itu, semua kader diperintahkan melakukan registrasi ulang pada sistem digital keanggotaan Partai Nasdem atau E-KTA. Bagi kader yang tidak melakukan registrasi ulang, dianggap mengundurkan diri, dan tidak tercatat dalam sistem keanggotaan Partai.

”Artinya, Yuwono Pintadi bukan lagi kader Nasdem, karena tidak patuh terhadap surat edaran itu. Oleh karenanya, Yuwono tidak punya hak mengklaim Partai Nasdem dalam gugatan uji materi ke MK, terkait sistem pemilu proporsional terbuka menjadi tertutup,” tutur legislator Dapil Madura Raya ini.

Riyan