blank
Pianis klasik Ary Sutedja saat menampilkan tari Lajur Caping Kalo di pendapa Kudus. foto: Ali Bustomi

KUDUS (SUARABARU.ID) – Tiga maestro kesenian kenamaan di tanah air ikut memperkenalkan caping kalo Kudus sebagai mahakarya warisan budaya yang patut dilestarikan. Selain proses pembuatannya yang sulit, kini caping kalo Kudus juga terancam punah  seiring dengan hanya tersisa dua orang saja yang menekuni proses pembuatan penutup kepala tradisional khas Kudus bagi Wanita tersebut.

Melalui acara Kontemplasi Mahakarya Caping Kalo, sebuah acara yang diselenggarakan oleh PT Nojorono Tobacco International (NTI), di pendapa Kabupaten Kudus, Jumat (26/4) sampai Sabtu (27/4) tersebut, tiga maestro seni kenamaan  tanah air yakni pelukis JB Iwan Sulistyo, Pianis Ary Sutedja serta maestro tari Didik Nini Towok, berkolaborasi menciptakan karya seni untuk memperkenalkan caping kalo Kudus.

Ary Sutedja diketahui merupakan pianis yang telah melalang buana ke berbagai negara tampil dengan sembilan lagu dari tiga dekade. Tak hanya itu, Ary juga tampil dengan ditemani penyanyi klasik asal Italia Christhophoros Stamboglis.

Suara bas Christhoporos dan suara piano Ary Sutedja nampak membius para penonton yang hadir. Dan puncaknya, Ary Sutedja dengan apik menampilkan pertunjukkan istimewa yakni arransemen tari Lajur Caping Kalo ke dalam dentingan piano klasik..

Sementara, maestro tari Didik Nini Towok juga tak kalah dalam menghibur para pengunjung yang hadir. Mengawali dengan tari dua wajah yang selama ini cukup dikenal, Didik Nini Towok menampilkan kemampuannya dalam mengolah lentik gerakan tubuhnya dalam  sebuah penampilan tari kontemporer.  Tak lupa, ciri khas Gerakan lucu pun ditampilkan untuk memberi hiburan kepada para penonton.

Di penghujung penampilannya, Didik menampilkan tari Cahya Nojorono yang merupakan tarian karyanya. Dibawakan oleh 14 orang penari muda, tarian ini menceritakan bagaimana kisah perjalanan daun tembakau mulai dari saat menanam hingga diolah menjadi rokok yang menjadi heritage tak terpisahkan bagi masyarakat Kudus.

blank
Tari Cahya Nojorono karya Didik Nini Towok. foto: Ali Bustomi

Sedangkan Jb Iwan Sulistyo, melalui karya-karyanya yang beraliran modern ekspresionisme berusaha menampilkan potret caping kalo Kudus serta khazanah tradisi dan budaya Kudus yang menyertainya. Melalui guratan di kanvasnya, Iwan juga menggambarkan banyak hal lainnya seperti parijotho, Menara Kudus, serta berbagai kekayaan budaya Kudus lainnya.

Arief Goenadibrata selaku Direktur PT Nojorono Tobacco International memaparkan, Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan budaya.

“Hal ini merupakan tanggung jawab kita bersama menjaga kelestariannya. Nojorono berkomitmen memberdayakan siapapun yang ingin mempelajari warisan sejarah khas Kudus yaitu Caping Kalo,” ujar Arief.

Kabupaten Kudus selama ini dikenal sentra industri rokok, serta memiliki ragam budaya warisan leluhur yang tak ternilai harganya. Selain itu, memiliki salah satu warisan berharga yang perlu terus dilestarikan yakni Caping Kalo.

Seiring dengan perkembangan zaman, peran Caping Kalo kian menyempit. Kehadiran Caping Kalo hanya digunakan saat momen-momen tertentu saja, serta menjadi aksesoris pelengkap yang disematkan pada baju adat wanita Kudus.

Tergerak dengan kondisi di ambang kepunahan, Nojorono Kudus berupaya mengembalikan popularitasnya melalui kreasi tarian. Melalui kolaborasi tiga maestro seni kenamaan tanah air, Nojorono berusaha kembali menyosialisasikan caping kalo sebagai sebuah mahakarya dari Kabupaten Kudus yang patut dilestarikan bersama-sama.

Ali Bustomi