blank
Ketua PWM Jateng, Drs H Tafsir MAg (kiri), menerima ijazah dari Rektor UIN Walisongo Semarang, Prof Dr Imam Taufiq, usai dinyatakan lulus menjadi Doktor Studi Islam, dalam ujian terbuka di Auditorium Pascasarjana kampus setempat. Foto: dok/ist

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Drs KH Tafsir MAg, menerima gelar Doktor Studi Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang, Jumat (4/2/2022).

Tafsir dinyatakan lulus program doktor, setelah berhasil mempertahankan disertasi berjudul ‘Dinamika Purifikasi Muhammadiyah di Jawa Tengah’, di Auditorium Pascasarjana UIN Walisongo, Jalan Walisongo, Jrakah, Semarang.

Sidang terbuka itu digelar secara daring dan luring, dipimpin Ketua Tim Penguji sekaligus Rektor UIN Walisongo, Prof Dr Imam Taufiq MAg, dan Sekretaris Sidang Direktur Pascasarjana Prof Dr Abdul Ghofur MAg. Sedangkan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr Haedar Nashir MSi, sebagai penguji eskternal.

BACA JUGA: Cegah Penularan Omicron, Bupati Jepara Rapatkan Satgas Covid-19

Tiga penguji lainnya yaitu, Prof Dr Abdul Djamil MA, Prof Dr M Mukhsin Jamil MAg, dan Dr Nashihun Amin MAg. Sedangkan promotor Dr Tafsir adalah Prof Dr Abdul Munir Mulkhan SU, Co-Promotor Drs Abu Hapsin MA PhD, yang juga mantan Ketua PWNU Jateng.

Ketua PP Muhammadiyah, Prof Dr Haedar Nashir MSi, yang menjadi penguji eksternal mengatakan, sidang terbuka Dr Tafsir merupakan contoh keharmonisan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, karena yang diuji Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jateng, dan co-promotornya mantan Ketua PWNU Jateng.

”Sehingga patut ditiru dan dijadikan uswah bagi jamaah Muhammadiyah dan NU,” katanya.

BACA JUGA: Hendi Masuk Bursa Kepala Otorita IKN Nusantara, Begini Jawabannya Saat Dikonfirmasi

Dalam disertasinya, Dr Tafsir menyoroti perlu adanya purifikasi (desakralisasi, rasionalisasi, dan festivalisasi) budaya, di dalam tubuh persyarikatan Muhammadiyah.

Karena menurutnya, selama ini budaya yang notabene merupakan produk kearifan lokal, tak jarang menjadi perdebatan di tengah masyarakat Islam, ketika terjadi perpotongan dengan agama. Sehingga Dr Tafsir menawarkan solusi tentang potensi hadirnya purifikasi di tengah kebudayaan.

Pemahaman tentang purifikasi di Muhammadiyah, menurut pria asli Banjarnegara itu, perlu didekonstruksi untuk kemudian direkonstruksi. Karena pada faktanya, pemahaman purifikasi yang ada selama ini telah menimbulkan dilema bagi ruang gerak Muhammadiyah, di tengah-tengah arus deras dinamika sosial yang terjadi.

BACA JUGA: Kota Semarang Siap Terapkan Kembali Kebijakan PPKM Sesuai Instruksi Mendagri

Dilema antara Muhammadiyah yang ingin membangun faham Islam yang berkemajuan, membangun semangat tajdid dan ijtihad di satu pihak, dengan ingin menegakkan Islam yang asli dan murni tanpa tambahan serta perubahan dari manusia di pihak lain.

Dari latar belakang pemikiran itulah, penelitian ini menemukan masalah-masalah yang meliputi pengertian, landasan serta dinamika purifikasi Muhammadiyah secara konseptual.

”Kemudian bagaimana pandangan para Pimpinan Muhammadiyah tentang purifikasi, serta bagaimana dinamika yang terjadi dalam pelaksanaan atau implementasi purifikasi Muhammadiyah Jawa Tengah,” ungkapnya.

BACA JUGA: Polres Demak Ungkap Kasus Penipuan Modus Investasi Proyek LPJ

Penelitian kualitatif itu, menurut Tafsir, mengambil lokasi Pimpinan Ranting Muhammadiyah Plompong, Sirampog Kabupaten Brebes, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kaliwungu dan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Jatinom Kabupaten Klaten.

Untuk memperoleh hasil penelitian, digunakan analisa deskriptif-interpretatif, dan pendekatan pemikiran Islam dan sejarah, dengan kerangka teori pemikiran Fazlur Rahman, tentang cara kembali kepada Alquran dan as-sunnah.

Menurut Tafsir, dalam rumusan-rumusan ideologi Muhammadiyah tidak terdapat pengertian purifikasi secara definitif, tetapi terdapat ungkapan-ungkapan yang mencerminkan makna purifikasi, seperti bersumber pada Alquran dan as-sunnah, mengembalikan kepada ajaran Islam yang asli dan murni, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.

”Selain itu, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tajdid yang mengandung makna pemurnian (purifikasi), sebagaimana terdapat dalam landasan ideologi Muhammadiyah,” tandasnya.

Riyan