blank
Yasmin (kiri) salah seorang petani yang merasa ditipu oleh oknum pengembang dan notaris. foto: Ali Bustomi

KUDUS (SUARABARU.ID) – Sejumlah orang petani pemilik lahan di Desa Gondangmanis, Kecamatan Bae, mengadukan beberapa oknum pengembang dan notaris ke aparat Kepolisian Resor Kudus. Hal ini lantaran para petani merasa ditipu karena lahan milik mereka, dikuasai oleh para pengembang tanpa ada pembayaran sedikitpun.

Sejumlah petani saat ditemui di Mapolres Kudus menyebutkan sudah mengadukan persoalan ini ke Satreskrim Polres Kudus. Beberapa petani mengaku sudah dimintai keterangan oleh penyidik.

“Hari ini saya dimintai keterangan oleh penyidik. Semoga kami bisa mendapat keadilan,”kata Yasmin, salah seorang petani pemilik lahan yang didampingi juru bicaranya Maisah Anggni saat ditemui di Mapolres Kudus, Senin (5/6).

Sengkarut permasalah dan derita para petani ini bermula tahun 2013 silam. Para petani yang smeuanya warga Desa Gondangmanis, Kecamatan Bae, diajak kerjasama seorang pengembang berinisal “S”, warga Loram, Kecamatan Jati. Tanah kesembilan petani ini oleh “S” dijanjikan diuruskan menjadi tanah kapling, dan dibayar ketika ada pembeli.

Setahun berlalu, janji ‘S’ tersebut ternyata tidak terealisasi. Para petani akhirnya mencoba mencari penyelesaian di salah satu notaris bernisial ‘DR’ di yang berkantor di Ruko Mega Indah Megawon, Kecamatan Jati karena sedari awal transaksi memang dilakukan di notaris tersebut.

Notaris “DR” dan staffnya berinisial “IAP” kemudian menawarkan solusi untuk mengambil alih pengelolaan dan kerjasama kepada para pemilik lahan tersebut. Hingga akhirnya para petani pemilik lahan sepakat mengalihkan kerjasama dari ‘S” kepada “DR” dan “IAP”. Sehingga pada tanggal 6 Oktober 2014, petani meyerahkan asli Sertifikat Hak Miliki (SHM) tanah mereka kepada mitra baru tersebut di kantor Notaris “DR”, dengan tanda terima berstempel Notaris “DR”.

Setelah sertifikat lahan para petani tersebut terkumpul, pada tanggal 7 Juni 2018 “IAP” kemudian mendirikan perusahaan berbentuk PT bernama Sinar Irama Nusantara (SIN) yang dibuat oleh dan di hadapan Notaris berinisial “AD” berkantor di Selatan Museum Kretek, Kudus.

PT ini hanya berisi dua orang, yang bertindak sebagai pemegang saham sekaligus komisaris dan direktur, tidak lain “IAP” dan ibu kandungnya berinisial “SH”, keduanya beralamat di Demaan, Kecamatan Kota Kudus, tidak ada nama satu pemilik lahan pun dalam struktur pemegang saham maupun pengurus di PT. SIN.

Pada tanggal 26 Maret 2019, terbit Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara “IAP” dengan kesembilan pemilik lahan secara masing-masing atau satu persatu dan pada waktu yang sama terbit pula Akta Pernyataan Pelepasan Hak Milik atas Tanah, yang kesemuanya dibuat oleh dan dihadapan Notaris “AD”.

Celakanya, para pemilik tanah tidak menyadari bahwa Akta PPJB yang ditandatangani tersebut menyatakan bahwa pembayaran lahan mereka lunas, padahal, faktanya belum lunas. Petani mengaku hanya dimintai tandatangan agar proses pengambilan kredit di bank bisa cair dan uang pembelian lahan bisa terlunasi.

“Saat itu, para petani yang kebanyakan tidak tahu hukum hanya menurut saja. Karena mereka beranggapan perjanjian tersebut dilakukan di depan notaris,”tandasnya.

Berbekal SHM asli dan bukti kepemilikan tanah lainnya serta Akta PPJB dan Akta Pernyataan Pelepasan Hak Milik atas Tanah tersebut, “IAP” kemudian mengurus izin-izin yang diperlukan untuk perumahan, dan selanjutnya merubah kepemilikan tanah menjadi milik PT. SIN berbentuk Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dengan No. 01760 seluas 13.320 m2.

Sedangkan total luasan tanah yang dipercayakan kepada para pemilik lahan kepada “IAP” adalah 19.415 m2, sehingga yang belum berubah atau balik nama dari pemilik lahan awal kepada PT. SIN adalah seluas 6.095 m2, dan saat ini SHM tersebut masih “ditahan” di Notaris AD”.

Sertifikat Digadaikan ke Bank

Sebelumnya, pada tahun 2018, “IAP” yang pada saat itu menggunakan “bendera” CV. Sinar Iromo Nusantoro (SIN) sempat menandatangani Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerjasama tiga pihak, yaitu PT. SIN, Polres Kudus dan BNI Kudus untuk Pemberian Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah untuk anggota Polri dan Aparatur Sipil Negara Polri di Jajaran Polres Kudus.

Hingga batas waktu pelaksanaan kerjasama yaitu tahun 2020, MoU tersebut batal terlaksana, dan pemilik lahan tidak pernah menerima penjelasan yang memadai mengenai sebab batalnya kerjasama tiga pihak yang diharapkan bisa menjadi jalan pelunasan para pemilik tanah tersebut.

Gagalnya skema kerjasama dengan Polres Kudus menjadi awal petaka, ketika pada tanggal 31 Juli 2020, tanpa sepengetahuan dan seizin dari para pemilik lahan yang belum dilunasi tersebut, “IAP” diketahui telah menjual PT beserta seluruh asetnya berupa tanah kepada seorang pengembang berinisal “AEN”.

Dalam perjanjian jual beli yang ditandatangani keduanya, “IAP” memberikan wewenang kepada “AEN” untuk menjaminkan sertifikat PT. SIN kepada lembaga perbankan/keuangan.

Wewenang dalam perjanjian jual beli PT tersebut dimanfaatkan dengan cepat oleh “AEN” yang kemudian menempatkan istrinya berinisial “ODN” sebagai Direktur di PT. SIN. Dengan persetujuan dari “ODN“ dan “SH” sebagai Direktur dan Komisaris PT. SIN, AEN” menggunakan setidaknya 20 SHGB PT. SIN untuk mengambil kredit di 6 lembaga perbankan, yaitu BPR. Karticentra Artha (6 SHGB), BPR. Artha Mas (10 SHGB), BNI Kudus (1 SHGB), BPR Weleri (1 SHGB), BPR Mitra Budi Kusuma (1 SHGB), Bank Pasar Kudus (1 SHGB).

Selain pada lembaga keuangan/perbankan, masih ada sembilan SHGB lainnya yang dijadikan agunan utang kepada perseorangan.

Sehingga dengan demikian, setidaknya 29 SHBG aset PT. SIN yang diperoleh dari pemilik lahan asal yang belum terlunasi, saat ini terancam lelang, karena semua kredit tidak diangsur sedari awal akad.

Sampai saat ini, para petani pemilik lahan masih meninggu tindaklanjut atas pengaduan tersebut oleh petugas Satreskrim. Pengaduan tersebut terpaksa dilakukan karena sudah berkali-kali para pemilik lahan menanyakan, menemui dan bahkan membuat perjanjian pelunasan, baik dengan “AIP” maupun “AEN”, namun keduanya tidak pernah menepatinya.

Sedangkan di sisi lain, para pemilik lahan secara formil sudah kehilangan hak milik atas tanah karena berpindah menjadi PT. SIN, dan mayoritas terancam hilang dalam proses lelang di lembaga keuangan/perbankan.

Pemilik lahan benar-benar dalam posisi yang sangat dirugikan baik secara materiil maupun immateriil. Hingga saat ini total yang belum terlunasi adalah lebih dari 4,1 Miliar, jika mengacu pada kesepakatan harga awal. Namun, jika dilihat dari nilai lahan sekarang, kerugian yang dialami petani tersebut ditaksir sudah berkembang menjadi Rp 8 miliar.

“Dalam pengaduan, perwakilan pemilik lahan mengadukan enam orang, yaitu “IAP” yang merupakan Direktur PT SIN pertama kali dibentuk, “SH” yaitu Komisaris PT. SIN dari pertama kali berdiri hingga saat ini sekaligus ibu kandung “IAP”,  “AEN” pembeli PT SIN dari “IAP, “ODN” Direktur perubahan ketiga anggaran dasar sekaligus istri “AEN”. Selain keempat orang tersebut, perwakilan pemilik lahan juga mengadukan dua Notaris di Kudus berinisial “DR” dan “AD”,”tambah Maisah Anggni selaku juru bicara petani.

Sementara, Kasatreskrim Polres Kudus AKP Danang Sri Wiratno melalui KBO Reskrim Polres Kudus Iptu Jajang Wiwoko membenarkan adanya pengaduan tersebut. Saat ini, sudah memanggil sejumlah petani untuk dimintai keterangan.

Ali Bustomi