blank
Pengamat Kebijakan Publik, Pudjo Rahayu Risan. Foto: Dok/SB

Padahal Program Bhakti Kominfo sungguh sangat mulia untuk memberi keadilan dan pemerataan dibidang layanan internet bagi wilayah terdepan, terpencil, dan tertinggal. Justru di wilayah terdepan, terpencil, dan tertinggal sangat rawan karena kondisi alam salah satu faktor yang sulit proses pengerjaannya dan khalayak ramai tidak bisa ikut mengawasi.

Bahkan dari sisi pengawasan, monitoring dan evaluasi sulit terwujud, semakin membuka peluang penyelewengan, fiktif dan mangkrak karena fisik terbangun tetapi tidak berfungsi. Sesuai perencanaan, Pemerintah menargetkan pembangunan BTS di 7.904 titik hingga 2024, diwilayah terdepan, terpencil, dan tertinggal.

BTS adalah stasiun pemancar yang menjadi salah satu infrastruktur telekomunikasi yang berperan penting dalam menerima dan mengirim sinyal radio ke telepon rumah, telepon seluler dan gawai telekomunikasi lainnya. Tanpa BTS, maka suatu wilayah tidak bisa menikmati layanan telekomunikasi atau disebut blank spot.

Padahal proyek pembangunan BTS berjalan baik selama 14 tahun pada 2006-2019. Pada September 2022, jumlah BTS yang aktif melayani masyarakat 4.241 unit. “Kalau tidak dilanjutkan, pekerjaan kami selama 14 tahun yang sudah bagus dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu akan hangus,” kata Mahfud.

Mahfud juga menyatakan Presiden Joko Widodo memberikan arahan agar proyek pembangunan BTS tidak dihentikan. Oleh karena itu, Mahfud berkomitmen untuk mengusut kasus dugaan korupsi proyek BTS tersebut.

Kejagung memperkirakan anggaran negara yang diselewengkan berdasarkan perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) total kerugian negara sebesar Rp 8,032 triliun, dari Rp 10 triliun lebih yang sudah dikeluarkan dalam proyek tersebut.

Perhitungan tersebut terdiri dari tiga aspek, yakni biaya untuk penyusunan kajian pendukung, penggelembungan harga (mark up), dan pembayaran BTS yang belum terbangun. Jumlah tersebut ini tentu terbilang fantastis, angka ini jauh lebih besar dari taksiran awal penyidik Kejaksaan, yakni Rp 1 triliun.
Ada dialog menyangkut bantuan gratis, “Pak…barangnya jelek…” Jawabannya, “Udahlah wong gratis inih…..”

Pudjo Rahayu Risan, Pengamat Kebijakan Publik, Pudjo Rahayu Risan. Foto: Dok/SB