Foto: ilustrasi jagung sebagai sumber pangan fungsional.
Foto: ilustrasi jagung sebagai sumber pangan fungsional.

SUARABARU.ID – Masyarakat Indonesia punya kecenderungan lebih sering mengonsumsi makanan yang mengandung lemak, garam, dan karbohidrat, serta rendah vitamin, protein, dan mineral, seperti pada makanan cepat saji.

Meski makanan cepat saji mengandung lemak jenuh, kolestrol, dan kandungan seratnya rendah, namun sebagian masyarakat masih sering mengonsumsinya. Sementara makanan tradisional yang cenderung sehat justru jarang diminati.

Makanan sehat atau dikenal pula sebagai pangan fungsional merupakan bahan pangan yang mengandung komponen bioaktif yang memberikan sifat fisiologis multifungsi bagi tubuh. Fungsinya antara lain memperkuat daya tahan tubuh, mengatur ritme kondisi fisik, membantu memperlambat penuaan serta mencegah penyakit.

Komponen bioaktif yang diperlukan tubuh bisa didapatkan dari bahan pangan atau makanan yang mengandung serat. Serat merupakan zat nongizi yang mampu memerangi kanker serta menjaga kolestrol dan gula darah tetap normal.

Salah satu sumber pangan fungsional yang kaya serat adalah jagung. Jagung merupakan tanaman palawija sumber karbohidrat selain padi dan gandum.

Jagung berpotensi sebagai bahan pangan pengganti beras karena memiliki kandungan gizi per 100 gram kalorinya lebih rendah dibanding beras putih. Untuk zat gizi makro seperti protein dan mineral, kandungan dalam jagung terhitung dari pada beras putih. Selain mengandung karbohidrat, jagung juga mengandung protein serta vitamin A, C, E, dan K.

Keunggulan jagung yang lainnya ialah memiliki indeks glikemik yang rendah sehingga aman dikonsumsi bagi penderita diabetes. Kandungan vitamin yang terdapat pada jagung memiliki manfaat untuk membantu menjaga kesehatan mata, menjaga kekebalan tubuh, juga mampu menjaga konsentrasi bagi yang susah buang air besar.

Selain relatif mudah didapat, cara mengonsumsi jagung pun tergolong bervariasi. Jagung bisa direbus, dibakar, bahkan bisa pula dibuat cemilan santai menjadi popcorn. Yang menarik, berbagai cara pengolahan tersebut tidak akan membuat nilai gizi jagung jadi berubah.

Eva Aprilia, mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian Universitas Semarang