blank
Ilustrasi.

blank

TUJUH bulan lalu, saya diminta mengisi acara di Jakarta. EO menawarkan honor untuk dua jam bicara itu “sekian.” Saya jawab, oke! Tapi sebelum ada DP (Down Payment) saya masih bisa membuat jadwal dengan yang lain.

Sesaat kemudian, ada yang kontak mau datang privat pada hari yang sama. Walau dengan nominal yang lebih kecil, saya pilih yang kedua karena tidak banyak buang waktu dan tenaga.

Terlebih lagi yang kedua itu sudah pernah ke rumah, sehingga main percaya saja!

Saya lalu membatalkan yang acara Jakarta, karena dia kalah cepat memberi DP. Ternyata? Menjelang hari H yang mau datang tidak ada beritanya. Saya hubungi ponselnya tidak ada respon.

Kejadian ini lalu saya diskusikan dengan teman. Menurutnya, secara spiritual saya salah.

Baca Juga Ilmu Halimun untuk Menghilang

Mestinya yang didatangi itu tawaran yang pertama, karena hakikatnya jadwalnya sudah dibuat Malaikat Mikail, sang pembagi rezeki bahwa hari yang sudah ditentukan itu rezeki saya di Jakarta, dan saya malah mengubahnya.

Saya pakai logika, dan teman saya pakai “ngelmu tuwa .

Kesimpulannya, saat itu belum jadwalnya rezeki yang berupa materi (uang), namun nanti akan diganti dengan rezeki lain. Kata orang Jawa, sing ning tangan ucul, sing ning sikil nggelundung (Yang ditangan lepas, yang di kaki menggelinding, mendekat atau datang.

Manusia berencana Tuhan yang menentukan. Dan kejadian itu terjadi karena saya banyak memberi syarat datangnya rezeki, karena khawatir “digantung” orang, walau terkesan perlu kepastian, namun itu bisa menghambat datangnya rezeki dari arah yang tidak terduga.

Kecenderungan kita sering mengatur dan memastikan semuanya berjalan sesuai skenarionya dan bukan skenario-Nya.

Kita perlu membiasakan untuk tidak terlalu khawatir tentang semuanya, biarkan semua mengalir sesuai kehendak-Nya.