Perlu dibiasakan setelah menetapkan target, lepaskan anak panahnya dan jangan ikut mengatur laju dan arahnya.

Sebenarnya saya sudah ingin meyakini dan meresapi makna dari doa “Seribu Dinar” bukan sebatas teks atau bacaannya saja namun ada ajakn untuk tawakal atau berserah diri pada-Nya.

Dan doa itu biasa diamalkan sebagai wirid atau doa rutin, yang berkaitan dengan rezeki.

 

Manusia hanya mampu ikhtiar, dan terlalu menyampuri wewenang Tuhan (Yang Maha Menentukan) justru sering kali disentil.

Dan ayat tidak cukup hanya dibaca, dan perlu dihayati maknanya dalam kehidupan.

Sejak remaja, saya punya usaha di bidang desain dan lukisan. Aturan bagi yang mau pesan, saat order DP 40 persen dulu dan setelah lukisan 90 persen, saya kirim fotonya.

Jika tidak ada yang harus direvisi, lanjut ke tahap finishing dan harus dilunasi. Dan setelah itu lukisan baru saya kirim.

Menurut saya itu adalah aturan main yang bagus, namun apakah ini juga bentuk “mengatur-atur” arah rezeki dan nanti justru bisa menghambat? Tentunya, jika sudah ada kesepakatan pada awalnya itu malah baik. itu yang disebut profesional.

 

Opsi itu kombinasi dari kedua wilayah pikir bisa terakomodasi, ya ikhtiar, ya tawakal. Kalau yang saya sampaikan pertama berbeda dengan kesepakatan.

Adanya kalimat optional, “kalau belum ada..” saya akan memilih..”

Itu yang masih terkesan mengatur atur arah rezeki, kalau hanya sepakat membayar di awal DP 40 persen, selanjutnya sekian itu itu malah bagus, tidak mengopsikan diri dengan pilih yang ini dulu atau yang itu dulu.

Masalahnya tinjauan antara fiqih dengan tasawuf terkadang berbeda. Fiqih yang berkaitan dengan kerja harus jelas didepan, bahkan jika perlu tercatat, karena manusia itu tempatnya lupa dan datangnya ajal bisa sewaktu-waktu.

Soal nanti pesanan selesai dan diberi upah lebih, itu nilainya sudah lain, bahkan malaikat pun tidak akan mendikte cara-cara detailnya.

Dan saya bisa menerima kedua paham logika dan spiritual, itu karena keduanya sama-sama benar.

Kalau saya pribadi, lebih pilih manajemen yang lebih aman. Nabi SAW mengajarkan kita melakukan ikhtiar lahir batin.

Misalnya, ketika ada sahabat yang tidak mengikat untanya berdalih tawakal atau berserah diri kepada-Nya. Nabi bersabda,”Ikat dulu (untamu), setelah itu baru tawakal.

Masruri, penulis buku praktisi dan konsultan metafisika tinggal di Sirahan Cluwak Pati