blank
Sambil mennahan kesedihan, Sergio Aguero menyatakan pensiun dari lapangan hijau, akibat masalah kesehatan. Foto: dok/barca

blankOleh: Amir Machmud NS

// dia ada karena sepak bola/ bukankah itu dunia yang membesarkannya?/ hati, rasa, dan hari-hari/ terbayangkah dia pergi/ bukan lantaran usia yang menghentikan/ terbayangkah dia menjauh/ dari hidup dan kehidupannya?//
(Sajak “Pensiun Kun Aguero”, 2021)

AGUEROOOOOOO, I swear, you’will never see anything like this ever again…!”

Jika Anda penggemar Manchester City atau Manchester United, pastilah sulit melupakan teriakan panjang komentator sepak bola legendaris Sky Sports, Martin Tyler itu.

Itulah momen spesial, ketika pada 13 Mei 2012 The Citizens meraih trofi Liga Inggris setelah 44 tahun puasa gelar. Di pengujung musim 2011-2012, pada injury time, tepatnya menit ke-93:20, Sergio “Kun” Aguero mencetak gol penyama kedudukan 2-2 ke gawang Queens Park Rangers. Andai City kalah, Manchester Merah-lah yang juara. Dan, akhirnya, selisih gol menjadi pembeda klasemen.

Lalu bayangkanlah aneka angle untuk menganalisis psikologi Sergio Aguero, hari-hari ini.

Saya berimajinasi tentang dua keping kehidupan yang lengkap: kebahagiaan, sekaligus kemurungan.

Merayakan Natal dalam hangat peluk cium keluarga. Pun, merayakannya dalam terenyuh salam perpisahan kepada sepak bola.

Sergio Aguero divonis mengalami gangguan bising jantung. Kita tentu ikut merasai betapa komplet kemurungan legenda hidup sepak bola Argentina ini.

Dia pensiun di Barcelona, ketika baru saja merintis petualangan baru untuk mengukir nama di jajaran legenda klub Catalonia itu. Justru bukan di klub yang telah mengibarkan kariernya: Atletico Madrid, yang notabene adalah salah satu lawan tersulit El Barca.

Kun Aguero hijrah ke Camp Nou sebagai pemain yang “direkomendasikan” oleh Lionel Messi, sahabat dekatnya. Namun kepindahan Kun dari Manchester City — dengan status bebas transfer — itu ibarat menemui ruang kosong: Messi yang dia susul malah pergi ke Paris St Germain karena kegagalan manajemen Barcelona mengelola aturan financial fair play.

Pastilah dia bagai patah hati mendapati kenyataan itu, karena salah satu konsiderans pindah ke Barca adalah faktor Messi.

Tak lama dan tak sempat betul-betul merasakan kebersamaan dengan skuad Blaugrana asuhan Ronald Koeman yang lalu dilanjutkan oleh Xavi Hernandez, Kun mengalami masalah jantung. Dia baru tampil dalam enam laga dengan mengukir satu gol.

Dari Etihad, dia membawa catatan kinclong: 260 gol dan 73 assist dari 390 laga sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang masa The Citizens. Prestasi itu menempatkannya sebagai mesin gol terproduktif bersama satu klub di Liga Inggris, yang semula dipegang Wayne Rooney dengan 183 gol.

Bab tentang Kemanusiaan
Kualifikasi gangguan jantung Kun Aguero rupanya tidak sama dengan kasus Nwankwo Kanu pada 1990-an, yang memungkinkan kembali ke lapangan. Pun tak serupa dengan insiden pingsan Christian Eriksen di Euro 2020. Kun harus berhenti bermain. Apalagi usianya memang sudah merambat ke angka 33.

Manajemen Barca rupanya sudah tahu Kun punya riwayat jantung, namun baru tampak dalam laga pekan ke-12 La Liga melawan Alavaes, 31 Oktober. Dia didiagnosis mengalami cardio arrythmia atau gangguan irama jantung.

Simpati pun mengalir. Leo Messi dkk di tim nasional Argentina memberikan dukungan moral dengan membentangkan spanduk “Kami bersamamu”. Bersama Messi, Aguero meraih Piala Dunia U-20 2005, medali emas Olimpiade 2008, dan Copa Americs 2021.

Sedangkan pelatih City, Pep Guardiola memotivasi bahwa kesehatan tetap yang utama dibandingkan dengan apa pun, termasuk sepak bola.

Ketika tengah pekan lalu dia mengumumkan pensiun dalam sebuah “seremoni” di Camp Nou, bagaimanapun aurora kesedihan tak terhindarkan melatari langit Catalonia.

Dalam kebersamaan yang terlalu singkat, Aguero belum menjadi “siapa-siapa” bagi Barcelona, namun bukankah lanskap kemanusiaan membentangkan nilai universal tentang hati dan rasa? Tentang hidup dan kehidupan, dan tentang seseorang yang bagaimanapun telah pernah hadir dan memberi warna kepada sepak bola dan dunia.

Maka simaklah lembar-lembar album kemanusiaan ini.

Dunia menangis, ketika pada 26 Juni 2003 pemain Kamerun, Marc Vivien-Foe meninggal di tengah pertandingan Piala Konfederasi melawan Kolombia di Lyon, Prancis.

Dunia bersedih menerima kabar kematian Davide Astori, kapten Fiorentina yang meninggal dunia dalam usia 31 pada 4 Maret 2018, menjelang pertandingan Liga Serie A melawan Undinese. Astori mengalami cardiac arrest atau henti jantung.

Dunia menahan napas menyaksikan Christian Eriksen ambruk di tengah laga Euro, Denmark melawan Finlandia pada 12 Juni 2021 di Kopenhagen. Pemain Internazionale Milan itu terdeteksi mengalami henti jantung, namun bisa diselamatkan. Dalam masa-masa rehabilitasi, pemain 29 tahun itu menyatakan tidak akan menyerah untuk kembali ke sepak bola.

Dunia pernah pula mencemaskan Nwankwo Kanu. Striker Nigera yang bermain untuk Inter Milan itu harus menjalani operasi ganti katup jantung aorta pada 1996. Operasi itu sukses, dan lebih dari satu tahun kemudian Kanu kembali bermain.

Bahasa-bahasa universal itu kini diungkapkan untuk memberi simpati kepada Kun Aguero yang pasti terpukul. Pengumuman pensiun adalah keputusan tepat: dalam usianya sekarang, tidak bijak untuk memaksakan diri kembali ke kerasnya sepak bola.

Kekhasan, Keistimewaan
Lalu apa yang akan kita kenang dari Kun Aguero?

Sepak bola jelas kehilangan predator ganas di kotak penalti. Kuat, licin, dan eksekutor mematikan yang sangat oportunistis.

Talenta Aguero memang tidak se-“alien” sahabatnya, Leo Messi, atau sang idola, Ronaldo Luis Nazario da Lima. Kun adalah striker fungsional, mesin gol yang lebih tepat disebut selalu berada dalam posisi tepat pada saat yang tepat.

Dia lebih menyerupai Robert Lewandowski, striker Bayern Muenchen asal Polandia yang musim ini menjadi runner up Ballon d’Or. Pada masa-masa pengembangan diri, dia justru mengadopsi gaya permainan Michael Owen, Javier Saviola, dan Juan Roman Riquelme. Tentu agak unik, karena Riquelme adalah gelandang fantasista ala Xavi Hernandez, yang berbeda dari gaya Owen dan Saviola.

Tim nasional Argentina telah memiliki sederet calon striker pengganti, namun kiprah dan kebutuhan tim-tim yang pernah dibela akan sangat merasakan betapa Aguero memang berbeda, dengan kontribusi jasa yang luar biasa.

Dan, inilah sejatinya hakikat realitas kehidupan. Begitu tipis batas antara kejayaan dan keterpurukan. Betapa dekat kehebatan dan keterhentian. Betapa kebahagiaan dan kemurungan bagai tak berjarak.

Pep Guardiola menyampaikan motivasi yang menyentuh, bahwa kesehatan lebih berharga dari apa pun. Lionel Messi menuliskan pesan persahabatan yang diikat oleh hati dan rasa, “Kamu akan terus berbahagia, karena kamu adalah orang yang suka menghadirkan keceriaan, dan semua orang yang mencintaimu akan selalu bersamamu. Sekarang babak baru dalam hidupmu telah dimulai, dan aku yakin kamu akan menjalani dengan senyum dan antusias…”

Pastilah hal itu dirasakan oleh keluarga Aguero saat-saat ini. Tidak hanya ketika merayakan Natal dan pergantian tahun, tetapi juga dalam keseharian nanti.

Sudah cukup lama dia pernah ada, dan “sangat ada” di langit sejarah sepak bola…

— Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id, kolumnis olahraga, Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah —