Oleh: Amir Machmud NS
// dia simpan letup kecerdasan/ dari terjemah keanggunan/ tentang dominasi/ tentang intensitas/ tentang kendali/ lalu dia pancarkan cahaya/ tentang kemenangan/ tentang harapan trofi-trofi//
(Sajak “Keanggunan Xabi”, 2024)
NARASI apakah yang tepat untuk menggambarkan Xabier “Xabi” Alonso Olano, arsitek yang sebegitu cepat melambungkan Bayer Leverkusen ke khazanah “suasana menakutkan” di Bundesliga saat ini?
Kecerdasan dalam keanggunan.
Kira-kira seperti itulah kristal apresiasi yang tepat untuk pria kelahiran 25 November 1981 itu, yang pernah meniti karier bermain di Real Sociedad, Eibar, Liverpool, Real Madrid, dan Bayern Muenchen.
Dengan pendekatan filosofis yang memusat pada penguasaan bola lewat fokus dominasi lini tengah dan permainan dinamis, Xabi menjalankan strategi kepelatihan dengan doktrin dominasi, intensitas, dan kendali sejak kick off. Dia mentransformasikan mentalitas pemenang, yang dalam dua musim ini menjadi karakter kuat performa Die Werkself.
Xabi, yang seangkatan dengan pelatih Barcelona Xavi Hernandez, dan coach Arsenal Mikael Arteta, sedang menjadi pusat perbincangan. Hingga pekan kemarin, Leverkusen memimpin klasemen Bundesliga, unggul jauh atas “raja Jerman” Bayern Muenchen; dan yang dahsyat: hingga pekan ke-21 tak terkalahkan dalam 40 laga di semua ajang.
Rekor 40 kali tak terkalahkan Leverkusen di bawah Xabi, bertambah menjadi 41 kali tanpa kalah, setelah pada Jumat 12 April 2024 dini hari WIB, menang 2-0 atas West Ham United di Liga Europa.
Pada musim sebelumnya, 2022-2003, Leverkusen menghuni peringkat keenam. Kini mentalitas pemenang terasa benar melecut Patrik Schick cs untuk mengadang ambisi Muenchen dan Harry Kane, kapten Inggris yang tengah berusaha mewujudkan impian meraih trofi pertama dalam kariernya.
Kecerdasan
Puja-puji akan kecerdasan Xabi Alonso bisa disimak dari kesimpulan Sid Lowe, penulis sepak bola The Guardian dalam sebuah podcast. “Dia penganut metode Pep Guardiola, Jose Mourinho, dan Carlo Ancelotti. Dia telah mengambil sedikit dari semuanya, dan dia jelas sangat cerdas…”
Xabi pernah diasuh oleh Mourinho dan Don Carlo di Madrid, juga merasakan sentuhan genius Pep di Bayern Muenchen. Pelatih legendaris Madrid, John Toshack mengagumi kecerdasan Xabi. Menurut dia, cara berpikir Xabi lebih cepat dari siapa pun. Jangkauan umpannya pun sempurna.
Naluri kepelatihannya mulai tampak sejak masih bermain. Ketika menjadi bagian dari skuad Pep Guardiola di Allianz Arena, dia intens mengamati filosofi sang genius yang juga berasal dari Spanyol itu. Pep, katanya, selalu memiliki rasa ingin tahu untuk memahami permainan tersebut.
Dan, bukankah doktrin dominasi, intensitas, dan kontrol adalah seni taktikal yang diusung Pep baik ketika mengarsiteki Barcelona, Bayern, maupun Manchester City sekarang? Filosofi itu melahirkan performa dengan wajah khas di masing-masing liga.
Apa Rahasianya?
Yang kini menjadi perhatian, bagaimana dia — yang baru pada 2022-2023 menjalani debut kepelatihan — bisa secepat itu meroket dan memberi pakem permainan ke level Leverkusen sebagai penantang kuat juara?
Ketika manajemen Bay Arena merekrutnya sebagai suksesor Gerardo Seoane, klub sedang dalam kondisi prihatin: sampai pekan kedelapan musim 2022-2023 menempati posisi ke-16. Kemenangan 4-0 atas Schalke mewarnai kesumringahan debut Xabi, namun kemudian dia sempat diragukan karena kalah dalam enam laga. Perlahan-lahan, dia mencoba mengembalikan konfidensi tim, dan akhirnya menempati peringkat enam dengan 50 poin.
Musim kedua Xabi ditandai buncah harapan dan rekor istimewa, yakni tak terkalahkan dalam 40 laga di tiga ajang hingga pekan ke-21. Bahkan bukan tidak mungkin, Leverkusen bakal mendulang treble jika mampu memenangi titel Bundesliga, DFB Pokal, dan Liga Europa.
Berbagai analisis mencoba menyimpulkan rahasia sukses pelatih muda itu.
Pertama, dia memahami potensi pemain, sehingga bisa menerapkan pendekatan yang tepat untuk mengeksplorasi performa mereka. Yang paling menonjol, bagaimana dia mengangkat kembali kepercayaan diri Florian Wirtz yang sempat absen lama lantaran dirundung cedera.
Wirtz, yang disebut-sebut sebagai “Lionel Messi Leverkusen”, dinilai mampu menerjemahkan strategi Xabi dengan peran sebagai false 9. Dia sukses mengisi kekosongan akibat cedera Patrik Schick.
Dalam sebuah wawancara dengan Daily Mail, Xabi secara khusus memberi penilaian terhadap Wirtz. Menurutnya, ada pemain bagus di lapangan, ada pula pemain yang terlihat bagus bisa melakukan hal-hal bagus, tetapi belum tentu efisien. Wirtz efisien, karena tahu bagaimana dan kapan memberi umpan-umpan sederhana. “Ini tidak selalu tentang membuat langkah yang paling cemerlang, namun yang terbaik dan paling cerdas,” ungkapnya.
Xabi juga mampu memaksimalkan peran Amine Adli, dan Jeremi Frimpong dalam formasi menyerang yang cepat. Frimpong menonjol sebagai sayap kanan yang efektif menyisir pertahanan lawan.
Kedua, dia efektif dalam mengelola bursa transfer. Leverkusen menjual Moussa Diaby, Bakker, dan Kerem Demirbay. Rekrutannya, Victor Okoh Bonifare, Alejandri Grimaldo, Granit Xhaka, Jonas Hoffmann, dan Nathan Tella mampu melebur dalam peran dan taktik yang dia doktrinkan.
Ketiga, Xabi mampu menyusun taktik yang kini menjadi standar Leverkusen. Dilatarbelakangi reputasi sebagai gelandang pengatur serangan yang juga piawai berperan sebagai labirin pertahanan, Xabi menekankan mencetak gol bukan hanya menjadi tanggung jawab penyerang. Semua harus bisa mencetak gol.
Lebih dari itu, “kepengikutan” pemain oleh kekuatan karisma yang melekat pada performa personal, menjadi daya penyatu. Dia mencontohkan perihal komitmen dan moralitas, misalnya tak merespons godaan Bayern Muenchen, Barcelona, dan Liverpool untuk menjadi arsitek suksesor.
Sebagai seorang profesional, wajar apabila suatu saat nanti dia memutuskan untuk mengembangkan capaian karier, namun setidak-tidaknya hingga saat ini, hati dan rasa tercurah hanya untuk Bayer Leverkusen.
Visi tentang rekor capaian Der Werkself untuk memenangi trofi Bundesliga kali pertama, atau titel DFB Pokal kali kedua (setelah 1992-1993), dan juara Liga Europa, menjadi urat tanggung jawab yang sepadan dengan reputasi keanggunan tampilan saat memilari lini tengah Liverpool, Muenchen, dan dalam 114 kali memperkuat tim nasional Spanyol.
Xabi memperkaya khazanah genius muda yang kini malang melintang memimpin klub-klub besar dengan penuh gaya…
— Amir Machmud NS; wartawan suarabaru.id dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah —