Nama-nama yang diprediksi akan maju sebagai calon Bupati Jepara (Foto: Amcopolling).

Oleh: Zakariya Anshori

JEPARA (SUARABARU.ID)- Hari ini, sehari setelah peringatan Hari Kartini, marak beredar pemberitaan sekaligus sharing diskusi menyangkut kontestasi calon bupati Jepara. Diskusi menyangkut belum ada antusiasme pendaftaran penjaringan bakal calon lewat PDIP dan PKB, munculnya gerakan mengusung calon independen, dan kemunculan dukungan sejumlah orang terhadap calon gubernur Jawa Tengah.

Kurang antusiasme terhadap penjaringan bakal calon oleh PDIP, disinyalir karena tersandera dengan langkah partai lainnya di Jepara. PDIP tidak memiliki kemampuan mengusung sendiri, sehingga butuh kendaraan partai lain untuk koalisi.

Tak ayal, muncul stigma pembukaan pendaftaran penjaringan bakal calon hanya sebagai orkestra politik dari ketertuduhan asal tunjuk pada calon tertentu. PDIP pernah memiliki kader mantan bupati Jepara hasil dari penggantian paruh waktu atas bupati sebelumnya yang tersandung korupsi oleh KPK. Dalam pemberitaan, 13 pengurus PAC PDIP menyatakan dukungan dalam penjaringan internal partai.

Partai yang tak mampu mengusung sendiri sangat berpotensi tidak memiliki keseriusan dalam negosiasi pengusungan nantinya. Oleh karenanya, sangat rentan ditinggal kecuali kandidat berasal dari kader internal dan siap menjamin sekaligus mem”buck up” logistik untuk mobilisasi masa dan mesin partai.

Demikian juga yang kiranya menimpa pada penjaringan bakal calon di PKB. Kader kader potensial yang secara internal layak dijagokan, tetapi secara kalkulasi modal dan logistik sangat terbatas. Partai pada kondisi demikian tentu hanya punya dua pilihan, “menjual” rekomendasi pencalonan untuk pemulihan modal pasca pileg dan pilpres atau tetap konsisten mengusung kader dengan keterbatasan modal namun masih memiliki militansi dukungan dari kader.

Hal yang cukup menarik adalah kemunculan gerakan calon independen. Langkah ini sementara muncul diinisiasi oleh relawan SGM (Sedulure Gus Mughits) dengan beredarnya sejumlah flyer di jejaring media sosial. Sebagai bentuk kerja relawan, diklaim sudah ada 68 ribu jejaring dukungan terhadap kyai muda pengasuh pesantren di Mayong itu. Bukan langkah yang mudah untuk maju dari jalur independen jika tingkat keseriusan relawan mudah digoyahkan dengan kucuran dana meski recehan.

Sebutlah 68 ribu jejaring relawan yang sifatnya masih konsumsi tim itu dihargai 20 ribu untuk mencabut dukungan, maka ambyar upaya pengusungannya. Andaikan dukungan beserta syarat administrasi sudah terkumpul, masih sangat jelas bahwa calon independen pada periode pilbup sebelumnya seolah “dikerjai” lewat sejumlah butir peraturan yang menjerat.

Dukungan mengusung Kapolda Jateng aktif dalam pilgub, sontak memicu keheranan karena justru berkembang dari Kudus dan Jepara. Dalam sejumlah survei parpol maupun lembaga survei seperti Archi Research and Strategy Indonesia (ARSI) yang dirilis pada 29 Maret 2024, nama Kapolda Jateng belum muncul.

Terdapat 7 nama sesuai elektabilitas di tengah masyarakat Jawa Tengah, yaitu Hendrar Prihadi, Yusuf Chudhory, Dico Ganinduto, Sudaryono, Taj Yasin, Bambang Wuryanto, dan Sudirman Said. Nilai jual nama menjadi penting bagi partai politik, kecuali ada tekanan politik tertentu di titik akhir pencalonan.

Pilpres mengajari kita bahwa tekanan hukum, penyanderaan kasus, dan pemberian hibah bantuan “amplop berisi”, masih menjadi magnet dukungan. Pemanggilan sejumlah kepala desa dari beberapa kabupaten ke Polda Jawa Tengah kemarin-kemarin, setidaknya terbukti menjadi langkah paling efektif untuk menjinakkan suara dukungan.

Maka menjadi menarik, apakah pengkondisian akan terjadi atau tidak di Jepara jelang Pilbup nanti. Kita tunggu saja dengan santai arah dukungan para calon ke depan.

Zakariya Anshori, Inisiator Kelompok Pemilih Independen (KEMIN) Jepara.