blank
Soegiarno saat melakukan ziarah ke makam Soegiarin, beberapa waktu lalu. Foto: chandra an
blank
Soegiarin. Foto: dok/ist

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Gema berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 di seluruh dunia yang dibacakan Ir Soekarno, ternyata tak lepas dari peran seorang jurnalis bernama Soegiarin.

Pria kelahiran Grobogan, 13 Juli 1918 ini, kala itu berprofesi sebagai jurnalis yang bekerja untuk Kantor Berita Domei yang dikuasai Jepang, di Jakarta. Keahliannya dalam menyiarkan berita morse itu, dilatarbelakangi dari pendidikan yang pernah dienyamnya di Sekolah Pelayaran di Surabaya.

Dikisahkan, kala itu sebelum pembacaan teks proklamasi yang dibacakan Ir Soekarno, Soegiarin mendapat perintah dari Adam Malik, pimpinannya di Kantor Berita Domei. Dirinya diminta memberitakan adanya teks proklamasi itu, dengan menyiarkannya melalui berita morse.

BACA JUGA: Chairman Pura Group Kudus Jacobus Busono Raih Bintang Mahaputera Nararya

Pekerjaan ini tentunya tidak mudah, karena Kantor Berita Domei dijaga dan diawasi Jepang. Beberapa jam sebelum teks proklamasi dibacakan Ir Soekarno, Soegiarin menyusup di ruang mesin, untuk menghidupkan mesin sejak pagi-pagi buta. Beruntung penyusupan Soegiarin tak diketahui orang-orang Jepang yang bertugas mengawasi aktivitas Domei.

Sekitar setengah jam usai pembacaan naskah proklamasi oleh Ir Soekarno, Soegiarin yang tengah bersiap berangkat di Kantor Berita Domei di kawasan Pasar Baru, Jakarta, menerima salinan naskah proklamasi. Seketika itu, dia siarkan melalui berita morse dan diterima di seluruh kantor berita negara-negara di dunia.

Berita Indonesia Merdeka dari penjajahan akhirnya menyebar ke seluruh dunia. PBB pun menerima kabar ini, dan menguatkan pengakuan kemerdekaan Indonesia, melalui informasi berita morse yang dilakukan Soegiarin.

BACA JUGA: Bupati dan Wakil Bupati Wonosobo Serahkan SK Pensiun ASN

Kini, R Soegiarin telah terbaring tenang di makam keluarga, blok Makam Kadipaten Gunung Brintik, TPU Bergota Semarang. Soegiarin sendiri meninggal di Jakarta, pada 2 November 1987 silam.

Berkat keahlian dan keberaniannya, Soegiarin sebenarnya pantas dinobatkan sebagai pahlawan, karena jasa-jasanya itu. Namun menurut Soegiarno (92) adik Soegiarin, kakaknya selama hidup tak pernah menuntut penghargaan dalam melaksanakan tugas pengabdiannya kepada negara.

”Mas Gik (panggilan Soegiarin), justru senang berusaha sendiri. Selepas pensiun, dia sebenarnya ingin mendirikan pabrik kertas. Namun sayangnya, kala itu selalu saja ada yang merintangi keinginannya, karena selalu dikaitkan dengan hal-hal yang berbau politik,” kenang Soegiarno, dalam perbincangannya di Semarang, Kamis (12/8/2021).

BACA JUGA: Penerapan Perpanjangan PPKM Masih Batasi Aktivitas Perdagangan di Bantul

Menurut dia, keluarganya menganut paham Marhaen Nasionalis, yang tentunya di era Orde Baru dianggap pengikut fanatik Bung Karno, sehingga terimbas pada kebijakan politik era itu. ”Jadi kami seolah tidak diberi hak untuk berkembang,” imbuhnya.

Kini di makam Soegiarin, terpampang prasasti bertuliskan ‘Di Sini Dimakamkan Markonis Soegiarin, Penyiar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia’. Tulisan itu menurut Soegiarno, berawal hanya sebagai pengingat keluarga saja. Namun oleh Danramil 13 Semarang Selatan, Mayor Inf Rahmatullah AR, prasasti itu justru dibuat lebih bagus dengan menggunakan batu granit hitam bertuliskan warna emas.

Danramil kepada Soegiarno menyampaikan, sejarah ini tidak saja dikenang keluarga, namun juga layak dan harus diketahui seluruh Bangsa Indonesia.

Dan menjelang Peringatan HUT Kemerdekaan RI, para jurnalis di Kota Semarang dan Koramil 13 Semarang Selatan, selalu mengadakan bersih-bersih dan menziarahi makam Soegiarin. Kegiatan ini merupakan salah satu cara untuk menghormati dan mengenang jasa-jasa perjuangan Soegiarin.

Riyan