blank
Ilustrasi. Foto: istimewa

blank

AWAL tahun 80-an saat saya membawa bela diri baru (tenaga dalam) ke daerah saya, sebagian orang mengatakan tenaga dalam itu ilmu Allah, sebagian lagi mengatakan sihir, ada yang netral meyakini suatu keilmuan itu termasuk kategori apa, tergantung dari metodenya, amalan (doa, wirid, mantra) untuk membangkitkannya.

Apa yang disebut tenaga dalam itu hakikatnya hasil teknologi batin yang ditemukan dan dikembangkan orang-orang cerdas dari satu generasi ke generasi. Dan konsep itu sudah ada sejak zaman dulu. Dan setiap generasi mengalami konsep pengolahan yang berbeda, tergantung keyakinan dan perkembangan budayanya.

Artinya, jika yang mengembangkan itu dari lingkup  keagamaan, tekniknya dengan laku batin: riyadhah, doa, wirid, dsb. Jika kalangan tradisional, pendekatan melalui budaya: mantra, “sesaji”, aturan hari-hari baik-sial, jika gurunya dari kalangan intelektual, penjabarannya terkesan ilmiah : magnet, medan elektromegnetik, listrik, dll.

Secara pasti, pada zaman pra kemerdekaan belum dikenal teknik  “tenaga dalam” yang kini diajarkan secara terbuka, namun para hukama (ahli hikmah) sudah mengenalkan teknik mengolah batin mengambil inspirasi dari konsep agama.

Misalnya, ketika agama menginformasikan: ”Mengingat Allah di kala suka, menyebabkan Allah mengingat hamba itu di kala susah”. Para kreator di bidang metafisik  lalu mengajarkan laku:  wirid, doa, yang bertujuan mengingat-Nya dikala suka (aman), dengan harapan disaat hamba-Nya susah, Allah akan mengingat atau menjaganya. Konsep ini disebut menabung tenaga cadangan.

Begitu halnya ketika Tuhan berfirman, “Jika Allah menimpakan kepadamu bahaya, maka tidaklah ada siapa pun yang dapat melepaskannya, melainkan Dia”. Maka para ahli hikmah kemudian  mengajarkan cara memperoleh perlindungan  melalui doa-doa kepada-Nya.

Misalnya, dengan zikir, menyebut nama-nama-Nya (asmaul husna) sebagaimana tersurat dalam Al Araf 180: “Dan bagi Allah ada nama-nama yang indah (Asmaul Husna), maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama itu”.

Mengolah batin bukan hanya untuk menanggulangi bahaya saja. Konsep itu bisa dilakukan untuk hal-hal yang berkaitan dengan keperluan hidup sehari-hari. Intinya, dengan mengolah sisi batin itu kita bisa minta perlindungan dan kemudahan dari-Nya, karena Dia mengkhususkan rahmat kepada  orang-orang yang Dia sukai” (Al-Baqarah : 222). Di antara salah satu caranya dengan membersihkan jasmani rohani.

Informasi itu kemudian mengilhami para ahli hikmah, hingga orang yang ingin membersihkan dirinya itu menempuh laku agama atau budaya, meninggalkan Ma-Lima (Maling, madon, main, maling, madat)  dan menambah laku kebajikan yang lain. Jadi, hakikat dari olah rohani itu untuk memprogram bonus kekuatan batin, dan semua konsep itu para ahli hikmah dan para winasis yang mengarsitekinya.

Kekuatan adi kodrati pada diri manusai itu sudah ada sejak zaman dulu. Beberapa kitab suci menjelaskan tentang hal itu, seperti Asyif bin Barkhoya yang mampu memindahkan kursi singgasana Ratu Bilkis dalam sekejap, Abu Muhammad Abdullah bin Yahya Abilhaitsam -sahabat dari Sayyidina Ali KW- seperti tertulis dalam kitab Hayyatul Hayawaan, yang kulitnya tak bisa dilukai karena ia mengamalkan ayat-ayat hizib.

Atau Sayyidina Husein, cucu Rasulullah SAW, leher bagian depannya tidak mempan dipedang karena sering diciumi Rasulullah SAW. Bahkan pada di kalangan orang awam pun hal semacam ini masih bisa jumpai.

Kenapa ini bisa terjadi? Menurut para ahli hikmah, sering kali terjadi keajaiban itu karena hasil program yang disengaja, namun bisa juga karena tidak sengaja. Ini  akibat “efek samping” dari aktivitas ibadah yang berbonus energi metafisis. Misalnya, ketika mereka  melantunkan ayat-ayat suci, baik dalam konteks ibadah atau amalan yang bersifat khusus, disitu terlibat olah nafas dan konsentrasi. Saat mereka membaca ayat-ayat suci secara “tak sengaja” mereka melakukan olah konsentrasi dan pernapasan. Ada saatnya menahan dan saatnya melepaskan nafas.

Begitu halnya saat menjalankan salat, disitu ada tata pernapasan saat membaca ayat-ayat tertentu, terlebih bacaan itu disertai jiwa yang khusyuk penuh penghayatan. Maka, jika dalam satu hari hal itu dilakukan minimal lima kali dalam salat, plus zikir dan atau wirid, samalah artinya dengan melakukan olah gerak, pernapasan, konsentrasi yang tidak disadari bahwa hal itu adalah bagian penting dari olah batin.

Masruri, praktisi dan konsultan metafisika tinggal di Sirahan, Cluwak, Pati