blank

Oleh: Masruri

BEBERAPA tahun lalu kasus kesurupan massal di lingkungan dunia pendidikan cukup marak, namun “trend kesurupan” itu kini mulai mereda. Analisis sebagian kalangan, pemicunya adalah beban siswa menghadapi ujian atau tugas sekolah.

Pemicu lain adalah tayangan “kesurupan” di televisi yang mengekspoitasi adegan gerakan, bahasa dan ekspresi yang berlebihan , hingga adegan itu masuk ke alam bawah sadar pemirsa. Tapi, benarkah fenomena itu kesurupan roh halus (jin-setan) dan bagaimana pula penanganannya.

Menurut pengamatan penulis, kesurupan massal itu pemicu awalnya satu orang. Karena adegan itu ditonton teman-teman yang lain, maka yang menonton pun ketularan. Proses ini sebenarnya alamiah.

Analoginya, ketika kita melihat, memperhatikan ekspresi orang yang sedang memakan buah kecut, maka Anda dan orang lain yang  memperhatikan pun ikut bisa merasakan kekecutan.

Begitu hanya ketika kita naik mobil umum, begitu ada satu penumpang yang mabuk dan muntah, maka penumpang yang lain pun bisa ikutan mabuk. Atau saat jagong malam hari, ketika ada teman yang menguap (ngantuk) teman lain pun ikut keturalan menguap.

Maka, apa yang diduga sebagai kesurupan (jin) secara massal, apakah itu di sekolahan atau pabrik, sering kali karena “ketularan” karena menonton lalu terbawa temannya yang diduga kesurupan. Maka, cara  yang paling efektif agar “kesurupan” itu tidak menyebar ke teman lain, begitu ada siswa yang menunjukkan gelagat tidak normal, anak itu segera diisolasi, agar dia tidak ditonton teman lain,  terutamanya teman putri.

Berbagai Kasus Kesurupan

Apa yang diduga sebagai kesurupan itu sebenarnya lebih dominan faktor “budaya” yang bisa diselesaikan secara alamiah. Untuk memahami hal itu silakan simak penuturan beberapa teman. Misalnya, ketika pembantu rumah tangganya yang sering “kesurupan” pada  malam Jumat, lalu diajak ke “orang pintar”.

Apa saran yang diberikan orang pintar itu? “Coba, di kandang ayam belakang rumahmu jangan dibersihakan pada sore hari, minimal sisakan satu sendok. Jika pembantumu kesurupan lagi, beri dia tahi ayam.

Tidak usah khawatir, karena jin itu makanannya kotoran. Jika dia mau makan tai ayam, berarti dia kesurupan beneran, dan jika tidak berani makan, berarti dia pura-pura kesurupan.

Karena resep itu diberikan di depan pembantunya yang biasa kesurupan, maka sejak itu kesurupan tiap malam Jumat sudah tidak pernah datang lagi.

Keringat “Pengusir Jin”

Secara alami, pada tubuh manusia itu sudah terkandung zat – zat yang bermanfaat untuk pengobatan. Saya pernah belajar dengan dukun sepuh wanita yang oleh lingkungan diyakini sebagai orang pintar, dengan spesialisasi  mengatasi orang ketemper atau kesurupan.

Cara yang dilakukan saat mengobati itu dengan sedikit terasi jembret (busuk), dicampur sedikit ludah, lalu oleskan pada telapak tangan.

Selanjutnya telapak tangan itu ditempelkan pada ketiak lalu dia melakukan gerakkan “buka tutup” pangkal tangan sampai ada bunyi  “pret – pret” beberapa kali, tujuannya agar ada “tiga zat” (keringat + terasi + ludah) menyatu pada telapak tangan.

Setelah itu telapak tangan digunakan untuk membekap bagian wajah (hidung) orang yang diduga kesurupan.  Cara ini terbukti praktis dan dapat diandalkan.

Orang yang kesurupan karena faktor psikis atau yang pura-pura kesurupan, atau bahkan yang diyakini asli kesurupan, itu menjadi kaget, tersadar, terutama yang pura-pura, setelah itu tak mau kesurupan lagi. Kapok!

Kasus kesurupan yang sering terjadi di masyarakat itu lebih dominan faktor budaya dan atau sugesti massal. Pernah ada yang melakukan uji coba.

Pada kerumunan orang disusupkan seseorang yang sudah disetting untuk akting kesurupan, maka orang di sekitasnya pun ikut-ikutan “kesurupan” pula.

Kesimpulannya? Kesurupan era sekarang itu pemicunya dominan faktor psikis, ekonomi dan juga sugesti massal. Biangnya adalah sering berkhayal dapat rezeki mendadak, dan khawatir berlebihan tidak kebagian rezeki.

Kedua hal itu yang menyebabkan hati mudah dirasuki rasa was-was hingga mudah dirasuki unsur-unsur setan. “Jimat Penangkal” terampuh adalah syukur dan qanaah (nerima ing pandum).