Ilustrasi. Reka: wied

Oleh Marjono

MEMBANGUN Indonesia dari pinggiran terus menjadi main stream, harapannya kesejahteraan rakyat lebih distributif. Indonesia akan maju, jika desa-desanya juga maju.

Kampus Merdeka dinilai mampu mengakselerasi pembangunan desa, sehingga dapat mengoyak kemurungan desa, membalik kemiskinan desa.

Ada sederet poin penting yang terus menghela nilai Kampus Merdeka, utamanya yang berelasi dengan bangku para akademisi dalam pembangunan desa. Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah mencatat, persentase penduduk miskin di Jawa Tengah pada Maret 2024, turun menjadi 10,47 persen atau turun 87,20 ribu orang, dari 3,79 juta orang, menjadi 3,70 juta orang.

Tercatat, pada Maret 2023 jumlah penduduk miskin di pedesaan mencapai 1,97 juta orang. Jumlah ini mengalami penurunan pada Maret 2024 sebanyak 101,02 ribu orang menjadi 1,87 juta orang miskin. Sementara, di perkotaan, dari jumlah penduduk miskin 1,82 juta orang pada Maret 2023, naik menjadi 1,83 juta orang pada Maret 2024.

Membaca angka-angka statistika itu menunjukkan rakyat miskin terbesar menempati wilayah pedesaan. Tentu pemangku kepentingan tak berdiam. Menyikapi keterpurukan masih pada level dua digit tersebut, tak ada salahnya kampus urun angan dan turun tangan, kita mempertajam dan memasifkan kembali amalan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang menyangkut pendidikan, penelitian dan pengadian masyarakat.

Tak sedikit provinsi yang menerjunkan mahasiswanya ke daerah-daerah miskin ekstrem. Jawa Tengah sudah menerapkan model kuliah kerja nyata (KKN) bagi mahasiswa pada daerah-daerah zona merah kemiskinan. Para mahasiswa ini diterjunkan pada sesi KKN tematik, harapannya mereka mampu menemukenali probelamatik desa-desa miskin tersebut, memformulasikan solusi dan tindaklanjutnya.

Alokasi KKN di Desa

Dengan demikian, mahasiswa betul-betul menggumuli universitas sejati, di tengah masyarakat. Mungkin antara teori, modul dan tekstual perkuliahan akan sangat berbeda jauh dengan praktikum nyata di lapangan.

Bagi kampus yang masih mengalokasikan kota sebagai titik KKN nya sebaiknya mulai menggeser lokusnya ke wilayah pedesaan. Itulah romantika dan tantangan kaum muda juga. Kita mahfum, kampus bukan menara gading. Kampus tak boleh menjadi ekslusif yang membuat jarak dengan ibu kandungnya, yakni masyarakat.

Pada sekujur kampus, bisa melakukan transfer pengetahuan, ketrampilan dan sikap kepada masyarakat desa. Selain KKN, Kampus dapat membangun tim efektif untuk mendampingi desa dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi maupun pelaporan atas pembangunan desa melalui desa dampingan, desa binaan atau istilah lainnya sebagai desa pilot project mengurai kusutnya desa.

Para mahasiswa dan dosen bisa saja merevitalisasi pertanian yang menjadi alas hidup bagi sebagian besar penduduk desa, cobalah menawarkan sistem pertanian modern, integrated farming system, mengajak kaum milenial desa sukarela mengambil alih regenerasi petani para pendahulunya.

Mengajak masyarakat desa melompat pada komodifikasi pertanian yang tak melulu bergantung pada sektor padi. Pada sesi ini, tak kurang baiknya menggaet minat masyarakat dengan mengenalkan inovasi teknologi tepat guna untuk mengolah komoditas mentah menjadi barang benilai ekonomi tinggi.

Ketika menjumpai muramnya UMKM di pedesaan, kampus akan lebih gagah dengan menyentuh mereka dalam soalan SDM, keuangan dan permodalan bahkan pasar. Petani dan UMKM kita jago di urusan produksi tapi merasa kesulitan saat dihadapkan dengan perkara pemasaran produk maupun hasil lainnya.

Pada relasi ini kampus bisa mengintervensi dengan model edukasi bisnis on line. Karena sekarang era digitalisasi dan otomatisasi. Viralisasi produk lewat media sosial pada era sekarang menjadi pilihan jitu untuk meraup keuntungan secara cepat dan mudah.

Karena di desa itu potensinya tak sedikit, seperti di satu desa tak menutup kemungkinan terdapat beberapa usaha ekonomi produktif atau UMKM dengan beragam produk dan usahanya yang sifatnya masih rintisan (startup), kecil, menengah bahkan barangkali ada yang sudah meneguhkan sebagai industri besar, sehingga mampu membangun lapangan kerja bagi masyarakat di lingkungannya.

Belanja Masalah

Tatkata UMKM desa tersebut bergejolak dengan susahnya mencari pembeli, mendapatkan pasar, maka tak ada jeleknya kampus bisa mengedukasi desa dengan mendirikan co working space atau semacam kantor bersama dengan layanan prima tentunya. Di sini ada klinik usaha, bantuan networking dan problematik lainnya.

Ekspketasinya, lebih hemat dan cepat dalam urusan pemesanan dan pemasaran produk atau order lainnya. Karena di sini menyediakan orang-orang yang punya kompeten dan terkoneksi dengan seluruh sentra atau titik-titik usaha.

Kolaborasi

Atau kampus bisa kolaborasi dengan mendatangkan best practice, seperti BUMDes Ponggok Klaten, BUMDes Pujon Malang yang mampu meraup pendapatan tak kurang Rp 1 milyar per tahun. Undang juga para inventor teknologi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat desa.

Misalnya desa sentra kelapa, maka di sana butuh pengurai sabut kelapa, pengolah daging kelapa, pengolah tempurung kelapa, produk gula kelapa pun bisa dibikin dengan taste original atau sudah adukan dengan bahan lain. Atau lagi, di tengah krisi air (kekeringan) belakangan ini, kampus Unnes bisa menerjunkan mahasiswa KKN dalam rangka tanggap bencana. Kampus bisa menghandel itu semua. Di sini caring atas desa dipertaruhkan dengan nama besar kampus yang diharapkan well educated, high attittude.

Guna membangun desa yang terbuka, bisa juga kampus mendorong dan menggerakkan barisan profesor, master, sarjana maupun mahasiswanya turun gunung tak cuma saat KKN sebagai dosen pembimbing belaka.