SEMARANG (SUARABARU.ID)– Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, menekankan pentingnya mengedepankan eksistensi perempuan dan pelestarian kearifan lokal, dalam proses pembangunan Nasional. Peran para pemangku kepentingan sangat dibutuhkan untuk mewujudkannya.
”Jika kita melupakan eksistensi kearifan lokal, maka ada proses peradaban yang terputus. Sehingga generasi penerus saat ini akan terputus secara historis, dengan generasi sebelumnya,” kata Lestari, saat berkunjung ke Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, Selasa (31/10/2023).
Pada kesempatan itu, Lestari bertatap muka dengan para pemerhati budaya dan komunitas masyarakat, dalam rangka menyerap aspirasi yang berkembang di Sulbar.
BACA JUGA: Seruan Damai dari Solo Digaungkan untuk Pilpres 2024
Hadir pula pada pertemuan itu, Safaruddin Sanusi (Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Sulbar), Hj Sitti Suraidah Suhardi (Ketua DPRD Sulbar), dan Hj Sitti Sutinah Suhardi (Bupati Mamuju).
Menurut Lestari, yang tidak bisa dilepaskan adalah, bagaimana perempuan berperan penting dalam mempertahankan sebuah tatanan kebudayaan.
Meski perempuan dianggap “konco wingking“, tegas Rerie, sapaan akrab Lestari, sejatinya memiliki peran sebagai tiang utama dalam keluarga. Jika tiang utama goyah, maka goyah juga keluarga itu.
BACA JUGA: Lantik 16 Pejabat Baru, Kajati Jateng Tekankan Netralitas ASN dalam Pemilu
Sebaliknya, ujar Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, jika tiang utama kuat, maka keluarga kuat. Komunitas di lingkungan keluarga itu menjadi kuat, sehingga di wilayah yang lebih luas lagi negara dan bangsa bisa menjadi kuat.
Mengedepankan eksistensi perempuan dan melestarikan kearifan lokal, ujar Rerie, merupakan langkah penting dalam proses pembangunan.
Salah satu contoh peran kearifan lokal adalah, ketika terjadi bencana tsunami di Aceh, di mana ada satu pulau kecil bernama Simeleu, yang dikhawatirkan populasinya akan musnah karena tsunami, ternyata tidak terjadi.
BACA JUGA: Ketua DPD Partai Gerindra Jateng : “Kita Optimisis Prabowo-Gibran Menang Pilpres Satu Putaran!”
Kondisi korban tsunami di Pulau Simeleu tidak separah yang diperkirakan, karena masyarakat Simeleu masih menjalankan petuah kuno ‘Jika kamu melihat air laut tiba-tiba surut, maka segeralah lari ke atas bukit.’
Pada kesempatan itu, Wakil Ketua MPR RI Koordinator bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah itu, juga mendengar keluhan masyarakat adat Desa Kalumpang yang terancam akibat rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), di kawasan mereka.
Padahal, tegas anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu, di kawasan Desa Kalumpang dan sekitarnya, banyak terdapat situs-situs bersejarah, peninggalan arkeologi yang harus dilestarikan, dan menjadi warisan bagi generasi penerus bangsa.
BACA JUGA: Pesta Miras dan Bawa Senjata Tajam, Karyawan Restoran Diamankan Polisi
Belum lagi, tambah dia, potensi budaya dan tradisi yang khas di kawasan itu, seperti Tenun Sekomandi, yang merupakan tenun ikat khas Kalumpang. Bahkan di kawasan itu juga bermukim suku Bunggu, yang masih menjalankan tradisi dan kepercayaan animisme, sebagai salah satu kekayaan budaya yang ada.
Di sektor ekonomi, Rerie juga menerima masukan, agar Ikan Penja, ikan endemik di Desa Kalumpang, untuk dikemas di dalam kaleng. Ikan Penja di Desa Kalumpang biasanya dipanen setiap terang bulan, yang selama ini dibeli oleh pengusaha Gorontalo, untuk diekspor ke Cina.
Pada kesempatan itu, Rerie juga berpesan, agar generasi muda menjadi generasi pembelajar agar mampu membangun jejaring, terhubung dengan dunia dan meningkatkan keterampilan dalam menghadapi sejumlah tantangan di masa depan.
Rerie sangat berharap, para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah, mengedepankan pertimbangan pelestarian budaya, eksistensi perempuan dan kearifan lokal, dalam setiap proses pembangunan.
Riyan