blank
Arak-arakan kreneng di Haul Mbah Surojoyo Banjaran

JEPARA (SUARABARU.ID) – Ada tradisi unik yang dicoba bangkitkan kembali oleh masyarakat Dukuh Kebuk Kidul, Desa Banjaran Bangsri saat menggelar Haul di Makam Makam Mbah Surojoyo yang diadakan setiap Malam Senin Pahing di bulan Dzulhijjah. Mbah Surojoyo ini diyakini sebagai cikal bakal dan leluhur padukuhan ini.

Disamping selamatan atau manganan di Makam Mbah Surojoyo Minggu (9/7/2023) pagi, dua ribu lebih warga dari Dukuh Kebuk Kidul dan dukuh-dukuh tetangga ‘tumplek blek’ di area makam. Sebelumnya mereka mengarak kreneng atau keranjang yang terbuat dari bambu keliling desa.

Arak-arakan dimulai dengan dua buah kreneng raksasa yang berisi nasi yang terbuat dari sterofom dan lauk-pauk dari kayu yang dihancurkan. “Ini simbul mensyukuri rejeki Tuhan,” ujar Ngateno

blank
Mempersiapkan manganan di Haul Mbah Surojoyo

“Masyarakat di sini meyakini bahwa kreneng yang didoakan di acara haul Mbah Sutojoyo membawa keberkahan tersendiri. Berkah untuk masyarakat. Berkah juga untuk lingkungan dan alam,” tutur Ngateno, juru kunci makam.

Menurut Ngateno, salah satu ajaran Mbah Surojoyo adalah hidup dengan meneladani bambu yang sarat dengan makna dalam kehidupan. Bambu adalah tanaman yang memiliki daya tahan yang kuat dan fleksibel, bahkan di bawah tekanan dan beban yang berat sekalipun,” ujarnya.

Dari bambu manusia dapat belajar kelenturan dan ketahanan, rendah hati, keseimbangan, kemandirian dan bahkan keindahan. Dari tradisi menhgarak kreneng yang berisi makanan ini kita dapat memetik pelajaran dalam menjalani kehidupan kita. Intinya, kita harus menghargai kekuatan dalam diri, namun tetap rendah hati dan fleksibel dalam menghadapi perubahan

Sementara di area makam, kaum ibu sibuk memasak nasi dan beragam lauk-pauk yang disuguhkan kepada peziarah yang datang dari berbagai desa bahkan luar kota. Tak terlihat wadah makanan dari plastik. Mereka menggunakan daun jati dan kreneng.

Semula seiring dengan perkembangan waktu, tradisi kreneng ini berubah dengan keranjang yang terbuat dari plastik sebagai wadah makanan. Perilaku itu berjalan bertahun-tahun. “Karena itu kami mencoba sejak 4 tahun lalu untuk mengembalikan tradisi kreneng seperti yang diajarkan oleh Mbah Surojoyo,” ujar Ngateno

“Jadi, sekarang kami sepakat untuk mengurangi penggunaan plastik dengan cara menjalankan tradisi leluhur. Semua yang kami suguhkan kepada masyarakat berbahan alami dari alam di sekitar kita,” tutur Ngateno. Harapan kami kedepan bisa berkembang menjadi even pariwisata, tambahnya

Ngateno menyebutkan, tahun ini panitia menyediakan sedikitnya 2.500 kereneng. Nasi yang sudah disiapkan panitia akan diberi lauk-pauk alakadarnya masyarakat desa. Seperti tahu, tempe, ikan dan sedikit irisan daging kambing.

Hadepe