blank
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa. Foto: Dok/SB

JAKARTA (SUARABARU.ID) – ASEAN Taxonomy Board (ATB) telah menerbitkan ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance versi kedua (ATSF v2) pada Maret 2023.

Taksonomi ini menjadi panduan dalam mengklasifikasi kegiatan ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan pembiayaan hijau.

Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam rilisnya menyambut baik terbitnya taksonomi hijau edisi kedua sebagai langkah strategis untuk menarik investasi global ke ASEAN dalam mendukung pembangunan berkelanjutan.

Salah satu hal yang baru dan pertama kalinya dipertimbangkan dalam ASEAN Taksonomi versi kedua ini adalah pengakhiran operasional PLTU batubara secara bertahap sebagai upaya pengurangan emisi gas rumah kaca secara signifikan untuk mencapai target Persetujuan Paris.

Masuknya penghentian operasional PLTU ini diharapkan dapat memfasilitasi ragamnya pemahaman negara anggota ASEAN terhadap transisi energi yang berkeadilan.

ATSF v2 ini juga menyertakan kriteria penyaringan teknis (Technical Screening Criteria, TSC) terhadap pembiayaan transisi energi, termasuk pengakhiran operasional PLTU batubara, ke dalam kategori Hijau dan Kuning.

TSC merupakan kriteria kuantitatif atau kualitatif yang menjadi dasar penilaian klasifikasi apakah suatu aktivitas termasuk dalam kegiatan Green (hijau, berkontribusi sangat penting terhadap tujuan lingkungan), Amber (kuning, belum memenuhi kriteria untuk hijau, namun menunjukkan langkah progresif untuk mencapai pembangunan ASEAN yang berkelanjutan) atau Red (merah, tidak sesuai dengan tujuan lingkungan).

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa menyambut baik kehadiran ATSF v.2 sebagai standar bersama ASEAN untuk pembiayaan hijau. Menurutnya, masuknya pendanaan untuk pengakhiran PLTU secara dini merupakan indikasi bahwa pemerintah di kawasan ini mendukung pencapaian net-zero emission pada pertengahan abad ini.

“Lebih dari separuh listrik di ASEAN berasal dari PLTU batubara. Sedangkan untuk mencapai target Persetujuan Paris, seluruh PLTU harus dipensiunkan pada 2040. Fakta bahwa lebih dari 50% PLTU yang beroperasi di kawasan Asia Tenggara berusia kurang dari 10 tahun memiliki konsekuensi bahwa pengakhiran dini PLTU membutuhkan sumber pembiayaan yang cukup besar, yang dikombinasi dengan pembiayaan untuk pembangunan pembangkit energi terbarukan untuk memastikan keamanan pasokan energi di kawasan yang ekonominya tumbuh pesat. Dalam konteks ini ATSF v.2 dapat mengakselerasi pengakhiran operasi PLTU di ASEAN melalui pendanaan hijau,” ungkap Fabby dalam keterangan tertulis Media Luncheon “Mengenal Taksonomi Hijau dan Perkembangan Transisi Energi di ASEAN, Kamis (4/5/2023).