blank
Ilustrasi malima. Foto: olahan wied

blank

PADA zaman ini untuk memiliki daya linuwih, buat apa harus melalui lelaku batin dan meninggalkan sebagian “kenikmatan” duniawi  yang  disebut Malima : Madat (narkoba), main (berjudi), minum (mabuk minuman keras), madon (main perempuan), dan maling (mencuri, korupsi, dan tindak kejahatan serupa).

Bisa jadi rambu-rambu itu hanya cara guru menakut-nakuti murid atau jika dilanggar berdampak terhadap kekuatan supranatural seseorang? Dan ini terkadang ditanyakan oleh anggota dan orang luar perguruan.

Beberapa perguruan yang mengolah sisi metafisis menerapkan rambu-rambu  malima ini kepada anggotanya, bahkan seringkali disertai “ancaman” melanggar satu dari (Ma) yang lima itu bersiaplah untuk kualat, kena penyakit dan hilang pula ilmunya.

Energi Supranatural

Sebagian perguruan menerapkan rambu-rambu “Malima” ini bahkan ada yang menambah jenis pantangannya dan ada yang mengurangi atau minta diskon.

Baca juga Manajemen dan Spiritual

Ada yang menambahkan malima plus yaitu apa yang diajarkan agama, dan yang mengurangi adalah adanya aturan yang “menawar” yaitu, berzina boleh, asal tidak dengan teman seperguruan.

Malima juga ada dalam bentuk sanepa, atau bisa juga disebut “menawar” misalnya tidak boleh melangkahi celana dalam wanita atau menerobos pagar. Mestinya, ini artinya tidak boleh berzina, melanggar pager ayu (kehormatan perempuan).

Sayangnya, ajaran atau ajakan itu ditelan mentah, melanggar atau menerobos pagar menjadi pantangan, namun menerobos pager ayu tetap dilakukan. Banyak yang meyakini, kemampuan supranatural itu karunia Tuhan.

Dan pertolongan Allah (maunah) itu lebih dikhususkan kepada hamba yang timbangan amal baiknya lebih banyak, dibanding amal buruknya. Jadi, berpantang malima itu bukan hanya karena kekuatan supranatural yang menjadi tujuan.

Anggap itu sebagai “bonus”, sedangkan yang utamanya adalah ridha-Nya. Dan dari sisi lain, berpantang malima itu untuk mencari ketenangan, karena berawal dari ketenangan itu menyebabkan doa-doa lebih mudah terkabulkan.

Ibarat mesin yang bersih lebih mampu mengeluarkan tenaga, dan pengolahan energi supranatural juga berlaku seperti itu. Misalnya, dalam kisah si Pitung, walau dia memliki Aji Panglimunan, ketika pikirannya sedang kalut, ajiannya tidak dapat dimanfaatkan.

Berpantang malima itu bertujuan untuk belajar mengendalikan  nafsu, karena dominannya nafsu itu menjadikan manusia berjarak dengan-Nya. Dan manfaat berpantang malima justru dapat kita rasakan pada zaman sekarang dimana masyarakat sudah “sadar hukum”, dan hukum rimba tidak kebagian tempat pada kehidupan masyarakat.

Misalnya pernah ada kejadian lucu yang dialami seorang jawara yang terperosok masuk kedalam parit dengan motornya. Itu karena saat berpapasan dengan saya, dia saya bohongi dengan memberi tanda acungan dua jari, yang artinya tidak jauh dari situ ada razia.

Baca juga Sepak Bola Api, Teknik atau Magis?

Merasa tidak memiliki  SIM dan tidak berhelm, menyebabkannya dia gugup lalu putar balik kemudian saking tergesanya lalu terperosok dalam got. Padahal saya tahu jawara itu punya prestasi dalam olah kanuragan. Tetapi karena melanggar peraturan,  kejawaraannya tidak berfungsi .

Malima

Jika pertolongan Tuhan lebih dikhususkan kepada seorang hamba yang memi liki timbangan amal baik lebih banyak di banding amal buruknya maka berpantang malima lebih membawa arti jika disertai dengan amal ibadah sehingga neraca buruk terkurangi, dan neraca baik ditambah bobotnya.

Di samping ridha Allah yang dituju, tidak ada salahnya jika amal saleh

itu kita jadikan tawasul atau “perantara” agar doa lebih cepat dikabulkan dan kita dimasuakkan sebagai orang yang tersurat dalam Albaqarah : 105 “Dan Allah mengkhususkan rahmat-Nya kepada orang yang Dia sukai.”

Malima itu belum mencakup keseluruhan dari yang dilarang Allah, tetapi mampu meninggalkan lima perkara itu sudah termasuk  prestasi tersendiri. Apalagi jika mam  berpantang lima M yang lain :  Murtad, Musyrik, Munafik, dan Melanggar Hukum, tentu itu lebih baik lagi.

Tetapi apakah dengan memasuki perguruan yang mencanangkan rambu-rambu berpantang Malima itu menjadikan seseorang memiliki predikat manusia suci. Semua bergantung pada pribadi manusianya.