SUARABARU.ID Pagi yang berawan, semakin redup menjelang siang. Angin berhembus menerobos jalan dan gang yang tak begitu lebar. Hawa lembab seketika menyeruak di sudut kecil kota Semarang. Waktu menunjukkan pukul 13.00 WIB. Waktu yang seharusnya orang masih hiruk pikuk berkarya untuk melanjutkan mimpi dan kehidupan. Namun ada yang berbeda dengan pemandangan sebuah rumah sederhana yang tampak tertutup rapat bagai tak berpenghuni. Sekilas terlihat teras yang kotor, terdapat beberapa sampah dan bau kurang sedap yang berasal dari dalam rumah.
Dan benar saja, di dalam rumah tersebut tergolek lelaki paruh baya tak berdaya, dia hanya mampu berdiri, kesulitan berjalan kesana dan kemari. Anggota gerak bagian kaki sudah mengalami penurunan fungsi, sehingga seluruh aktifitas dilakukan di tempat tidur. Namun bukan pemandangan itu yang mencuri perhatian kami. Melainkan sebuah fakta bahwa dia hidup seorang diri. Perceraian dengan istri ditambah anak anak yang kurang mengurusnya menjadikan pria paruh baya ini menggantungkan kebutuhan sehari hari dari belas kasihan tetangga.
Langkah Langkah yang antusias, terlihat hilir mudik di depan rumah sederhana tersebut. Sekitar belasan perempuan muda tampak sibuk membawa peralatan mandi, cukur dan alat alat kebersihan rumah tangga, mereka berpakaian yang tampak berbeda, menggunakan goun anti air, sepatu booth, sarung tangan latex, masker medis.
Tak lama kemudian hadir pula pihak Kelurahan, Puskesmas dan aparat setempat yaitu pengurus RT dan RW. Barisan perempuan muda tersebut tak lain adalah mahasiswa Profesi Ners FIK Unissula Angkatan ke-14. Mereka adalah mahasiswa profesi Ners yang sedang menjalankan praktik Keperawatan Jiwa untuk skema jiwa komunitas. Sebuah praktik di stase dimana mereka harus mencapai kompetensi memberikan asuhan pada warga di komunitas yang dalam keadaan sehat jiwa dan resiko gangguan jiwa.
Tugas di area jiwa komunitas ini meliputi pengkajian, perumusan masalah kesehatan, penegakan diagnosa keperawatan jiwa, implementasi serta evaluasi tindakan. Tugas di stase ini hanya satu pekan per kelompok, dan secara sambung menyambung melakukan timbang terima kepada kelompok berikutnya sebagai bagian dari upaya kesehatan jiwa yang berkelanjutan.
Memasuki pukul 13.30, aktifitas dimulai. Dipimpin langsung oleh dosen pendamping dari Fakultas Ilmu Keperawatan Unissula, mulai memberishan rumah, mencukur rambut dan kumis klien, memandikan, mencuci rambut serta mengganti pakaian yang entah sudah berapa lama menempel pada tubuh pria paruh baya tersebut. Bau yang sangat menusuk berangsur hilang. Rumah disulap menjadi lebih bersih, aroma kopi dan pengharum apel seperti memberikan energi bagi penghuninya. Unissula menghadiahkan matras berikut bantal dan selimut, beberapa pakaian ganti. Semua terharu, banyak warga yang turut ambil bagian mengentaskan manusia yang sudah lama tidak seperti manusia pada umumnya.
Dan kegiatan tak berhenti sampai di situ. Perjalanan mengentaskan anggota masyarakat yang terlantar ini masih butuh waktu. Uluran tangan Pemerintah sangat dibutuhkan. Koordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi dan Kota Semarang tentu akan dilakukan bersama. Keperawatan Unissula hanyalah pihak yang menginisiasi, selanjutnya langkah serempak antara warga, pihak puskesmas, kelurahan dan juga perwakilan warga akan melanjutkan langkah awal yang mulia ini.
Di tengah kerumunan tersebut ada kejadian yang tak disangka sangka. Bapak paro baya yang baru saja dimandikan dan sudah lama tidak berbicara dengan siapa siapa ini, mengucapkan kalimat yang membuat siapapun trenyuh. Sebuah kalimat pendek yang terasa tulus diucapkan. Dengan senyum haru, dia berucap, “Matur nuwun nggih mbak Suster Unissula,” ucapnya. Sungguh sebuah aktifitas yang mulia. Langkah kecil dalam memanusiakan manusia.
*Wahyu Endang Setyowati SKM MKep
Dosen, Departemen Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Unissula