Dijelaskan, Presiden Jokowi berusaha membangun negara sesuai sila ke-3 atau 5. Dewasa ini dapat dilihat perkembangannya di daerah terpencil sudah dibangun berbagai macam lumbung dan tempat makanan.
“Pak Jokowi juga mendorong Pancasila sebagai living ideology dan working ideology. bagaimana caranya mengatasi kemiskinan secara impowering yaitu dengan menjadikan ideologi marhaen mempunyai nilai tawar agar menjadikan masyarakat menjadi semakin paham dan mencintai Pancasila,” tegas Benny.
Dia mendorong masyarakat untuk memiliki alat produksi, sehingga ke depan produk masyarakat harus dijadikan prioritas dalam kebijakan. BPIP saat ini sudah membuat sistem ekonomi Pancasila yang akan dipresentasikan di G-20.
“Ini untuk menyongsong krisis global tahun depan,kita harus mempunyai ketahanan pangan.kedaulatan pangan itu berarti kita harus mampu memproduksi makanan itu sendiri.nilai persatuan hanya terjadi jika ada titik temu yaitu musyawarah mufakat.jika ini diaplikasi maka kedepannya akan dimunculkan dalam peraturan daerah,” lanjut Benny.
“Faktor kesenjangan sosial ini mudah dijadikan tema untk membakar emosi bagi kaum radikal. bagaimana ini mengatasinya? Ini berkaitan dengan konektivitas karena akses radikal mudah masuk ketika tradisi dimatikan,” kata Benny.
Karena itu seyogyanya budaya lokal harus dilestarikan, selain itu juga biasa diatasi dengan pembagian aset misal sertifikat untuk pemerataan kepemilikan yanah. Saat ini bagaimana momen G-20 itu menjadi momen kita dalam forum antara negara maju dan berkembang.
“Saatnya kita membuat ide Soekarno mengenai Trisakti diwujudkan di dunia baru untuk membuat keseimbangan.siapa yang menguasai teknologi informasi maka dia akan menguasai dunia.oleh karena itu mari adik GMNI untuk menguasai bidang ini untuk menciptakan tata dunia baru yg seimbang.”,tutup benny.
Mengapa Jadi Teroris
Senada dengan itu Direktur deradikalisasi BNPT Prof Irfan idris menyatakan bahwa sesuai dengan hasil penelitian BNPT dengan sampel penelitian sebanyak 22 orang dapat disimpulkan kenapa orang menjadi teroris ada tiga hal yaitu (1) keterbatasan pengetahuan, (2) kemiskinan, (3) kekecewaan baik terhadap kebijakan negara maupun keadaan yang menimpanya.
“Seseorang didoktrin menjadi teroris ketika melihat kelemahan seseorang. Tidak semua orang yang ditemui akan didoktrin.tetapi dilihat apakah kelemahannya dapat disusupi faham radikalisme,” kata Irfan Idris.
Bibit intoleran, tambahnya, sudah mengakar kuat di Indonesia sejak dahulu kala dengan adanya DI/TII dan organisasi agama lain. Yang paling banyak berada di Jabar, Banten, dan Lampung,” ujar Irfan.