blank
Upacara Sumpah Pemuda yang diikuti mahasiswa lintas etnis, di Asrama Mahasiswa Aceh di Semarang. Foto: jatengprov.go.id

SUASANA Asrama Mahasiswa Aceh, Yayasan Pocut Meurah Intan, di bilangan Banjarsari, Tembalang, Semarang, Senin (8/8/2022) pagi, tampak dinamis. Sejumlah mahasiswa dari Negeri Serambi Mekah, melakukan gotong royong, bekerja bakti di area asrama.

”Kami baru saja melakukan gotong royong internal, bersih-bersih asrama. Ini aktivitas mempererat silaturahmi dengan sesama penghuni,” kata Ketua Ikatan Pelajar Aceh Semarang (IPAS), Hasan Al Muhfi.

Mahasiswa Fakultas Teknik Perkapalan Undip itu bercerita, kepengurusan IPAS sendiri ada sekitar 40 mahasiswa, dengan anggota yang menyebar di Kota Semarang. Namun pada pekan-pekan ini, banyak mahasiswa yang mudik ke daerah asal.

BACA JUGA: Faskes Wajib Beri Layanan Prima, PKS Siap Dampingi Warga

Hasan sendiri menyebut, IPAS sudah lama menjadi forum sharing informasi antarmahasiswa Aceh yang tinggal di Semarang. Lembaga ini bahkan mendapatkan support dari Pemprov Aceh, terkait pembangunan asrama putri.

Selama berkiprah di Semarang, IPAS juga tetap menjalin persahabatan dengan komunitas mahasiswa dari etnis lain. Salah satunya, yang baru saja dilakukan adalah memenuhi undangan mahasiswa Sumba, NTT.

”Kami menjalin hubungan baik dengan jejaring, melakukan safari satu sama lain melalui Forum Perantara (Persaudaraan Antar Etnis Nusantara). Dan kami merasa kultur di Jateng juga mendukung mahasiswa dari berbagai daerah, dalam kolaborasi kondusif yang berpedoman terhadap kebhinekaan,” katanya.

blank
Hasan Al Muhfi (
Ketua IPAS). Foto: hasan am

BACA JUGA: Motor Sitaan Sitaan dari Wajib Pajak Dilelang KPP Pratama Karanganyar

Dia mengatakan, tahun 2021 lalu berbagai mahasiswa dari berbagai etnis juga menyelenggarakan Upacara Sumpah Pemuda di Asrama Mahasiswa Aceh di Tembalang. Bahkan dalam upacara yang pesertanya berpakaian adat itu, dihadiri Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo.

Sementara itu, Sirya Sabina bin Thahir, mahasiswi asal Pulau Buru, Provinsi Maluku yang menempuh studi di Stikubank, Semarang, menyatakan, dirinya merasa nyaman saat tinggal atau ngekost di wilayah Mugas. Dia merasa warga sekitar ramah terhadap para pendatang.

”Kalau menurut saya pribadi, di sini tempatnya nyaman banget. Yang saya suka tinggal di kost ini, wilayahnya aman, nyaman, dan penduduk sekitar baik serta ramah,” ungkap Sirya, mahasiswi Fakultas Teknologi Informasi dan Industri, dari Program Studi Teknik Informatika.

BACA JUGA: Polwan Polresta Surakarta ke SMA, Sosialisasikan Bermedsos Secara Aman

Mahasiswa Papua, Selviana Indiria yang baru saja lulus S2 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Undip, menyampaikan apresiasi atas perhatian masyarakat Jateng terhadap warga Papua. Bahkan dia menceritakan, bagaimana dia bisa mendapatkan bantuan dari Gubernur Jateng.

Berawal ketika Ganjar berkunjung ke asrama dan bertemu dengan mahasiswa Papua. Setelah pertemuan itu, Selviana bersama beberapa mahasiswa intens berkomunikasi, sampai akhirnya dibantu biaya kuliah.

”Beberapa kali beliau sempat memberikan bantuan kepada kami di wilayah Jateng, khususnya pelajar-mahasiswa dalam membantu perkuliahan atau memotivasi dalam pendidikan kami di sini,” ungkap Selviana, seperti dilansir jatengprov.go.id, 2 Agustus lalu.

BACA JUGA: 5 Produk UMKM Terbaik Binaan Semen Gresik Terpilih Ikuti Tong Tong Fair 2022 di Belanda

blank
Dr Ferdinandus Hindiarto SPsi MSi (Rektor Unika Soegijapranata). Foto: unika

Lalu, bagaimana sesungguhnya peran kampus dalam mengelola budaya toleransi bagi mahasiswa lintas etnis di Jateng? Rektor Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Dr Ferdinandus Hindiarto SPsi MSi mengatakan, unsur keberagaman sudah lama terjalin di kampusnya.

Baik itu dari dosen atau mahasiswa dengan latar belakang suku yang berbeda, budaya dan agama, semuanya bisa membaur menjadi satu kesatuan masyarakat kampus.

Diungkapkannya, selama ini pihak kampus tidak membatasi hal-hal yang terkait dengan keberagaman. Kampus justru memasilitasi para mahasiswa pendatang dari luar Jawa yang hendak menempuh studi di Unika.

BACA JUGA: Jalan Beton Bantuan Ganjar di Cilacap Dongkrak Perekonomian Desa

Semangat persatuan dan kesatuan juga diembuskan melalui even ‘Cultural Day’, yang diikuti seluruh mahasiswa yang ada dari berbagai daerah ini. Mereka menampilkan kesenian khas daerah masing-masing, jenis kuliner yang berbeda dan budaya daerah termasuk tari-tariannya.

Sementara itu, Dosen Ilmu Komunikasi, Fiskom Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Budhi Widi Astuti MA CPS CDS, menambahkan, kampus yang dikenal sebagai Indonesia Mini ini, sejak awal memang menjaga toleransi.

Itu ditandai dengan desain promosi kepada masyarakat, bahwa kampus ini berperan sebagai universitas untuk menuntut ilmu, bukan keagamaan.

BACA JUGA: CV Barokah Merapi Menyantuni Anak Yatim Piatu

blank
Budhi Widi Astuti MA CPS CDS (Dosen Ilmu Komunikasi, Fiskom UKSW). Foto: wilsa

”Silakan jalan-jalan ke kampus kami, banyak kok mahasiswi yang berjilbab. Dan itu tak masalah. Dalam Orientasi Mahasiswa Baru, kakak angkatan biasanya akan memperkenalkan perkumpulan, misalnya mahasiswa Ambon. Menurut saya ini bukan bentuk mengkotak-kotakan tapi soal kultur. Ini agar warga Ambon yang ke Salatiga tak merasa sendiri, tapi menemukan keluarga,” kata dosen yang akrab disapa Mbak Wilsa ini.

Mbak Wilsa juga mengapresiasi adanya perkumpulan mahasiswa dari berbagai daerah. Dia meyakini, keberadaan mereka untuk silaturahmi sebagai ikatan keluarga, dan ruang untuk menyelesaikan masalah jika ada kendala yang dihadapi.

Dia menyatakan, spirit kebersamaan dalam kebhinekaan antar-mahasiswa di UKSW khususnya, sangat terjaga. Pasalnya, mereka beranggapan bahwa mereka itu satu, yaitu Indonesia. Salah satunya adalah, ketika ada Culture Festival, yaitu pentas kesenian antardaerah. Momen ini jadi kesempatan yang ditunggu-tunggu.

BACA JUGA: Mengajarkan Siswa Berbalas Pantun Lewat Lagu “Joko Tingkir”

Wilsa mengatakan, satu kunci yang harus dimiliki mahasiswa luar Jawa adalah, kemampuan dalam beradpatasi dengan cepat. Misalnya, sebelum datang ke Salatiga, harus siap bersosialisasi.

Dia berharap, selain kampus, kehadiran pemerintah daerah terhadap eksistensi mahasiswa perantau memang sangat penting. Dia ingin, ke depan ada program-program yang tidak hanya normatif seperti sarasehan atau dialog, tapi melibatkan mahasiswa antaretnis, dalam aksi-aksi kebersamaan.

”Ajaklah mereka ke bakti sosial atau berkaitan hobi yang menonjolkan etnis. Intinya mereka merasa tak diabaikan,” tambahnya.

BACA JUGA: Hendi – Gibran Sepakat Beri Ruang Berkreasi Anak Muda

Terhadap keberadaan para mahasiswa lintas etnis di Jateng itu, Ganjar mengaku memberi support. Dia bahkan mengapresiasi atas ide-ide kreatif yang dimunculkannya.

Dia kemudian mencontohkan, saat dirinya menjadi pembina upacara dalam rangka Sumpah Pemuda di Asrama Mahasiswa Aceh, yang digagas Forum Perantara.

Gubernur juga mengomentari proses upacara yang sederhana tapi kreatif, dengan pakaian adat yang dikenakan.

BACA JUGA: Polres Klaten Ungkap Penjarahan Onderdil Ekskavator

”Tidak harus yang rumit-rumit. Yang penting bisa saling kenal, sapa dan semua menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan,” terang Ganjar.

Saat mengunjungi mahasiswa UKSW Salatiga, Ganjar juga memantau keberadaan mahasiswa yang tidak pulang saat Natal 2021. Di sana, Gubernur menyempatkan diri untuk ikut bersuka cita merayakan Natal, bersama mahasiswa dari Nias, Manado, Nusa Tenggara, hingga Papua.

Sambil gowes, Gubernur pun pernah menyambangi tiga asrama mahasiswa di Kota Semarang, yaitu Aceh, Kalimantan dan Sumatra Utara. Pesan yang selalu disampaikan Ganjar adalah, tetap menjaga kesehatan dan selalu kompak.

Tim SB