blank
Ilustrasi: Koran Tempo-Tempo.co

Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga

blank
JC Tukiman Tarunasayoga

Tulisan saya minggu lalu tentang “Modal sukses Pilpres 2024: Sabar, Sareh, lan Tawekal” direspons oleh seorang sahabat dengan pertanyaan: “Tidak perlu uang bermilyar-milyar, ya?”  Spontan saya menjawab, “Sudah ada yang menyediakan, kok!”

Dalam konteks seperti ini, baik penanya maupun si penjawab sama-sama “melucu/berkelakar” saja karena bukan tentang uang yang sedang dibicarakan, melainkan tentang modal mental(itas) individu yang memang ingin mencalonkan diri berikut partai politiknya.

Masih ingin melanjutkan pembahasan tentang topik Pilpres 2024 itu, setelah kita bahas tentang modal mental(itas) individualnya, sekarang kita mematangkan lagi lewat pertanyaan ini: Siapa sebenarnya paling kemaruk, kemecer dan nyidham terkait Pilpres 2024 ini?

Apakah individu yang bersangkutan, yaitu tokoh yang sering disebut-sebut di berbagai jajak pendapat itu yang memang kemaruk, kemecer, dan nyidham? Atau parpol yang memang bertujuan untuk menggerakkan kader-kadernya dalam pemanasan mesin politik?

Ataukah justru lembaga survey sehingga dengan tampilnya berbagai hasil survey berikut perbandingannya antara satu lembaga survey dengan lembaga lainnya; semakin serulah isu-isu Pilpres 2024? Dan jangan lupa, selalu tampil juga kelompok-kelompok pendukung calon, dan  sudah barang tentu kelompok pendukung itu menguji juga strategi mereka masing-masing.

Singkat kata, sangat boleh jadi, ada sejumlah pihak yang memang kemaruk, kemecer dan nyidam Pilpres 2024; dan semua itu sah-sah saja, dan semakin berkualitas adu strateginya, semakin menariklah bagi masyarakat, lebih-lebih jika disertai pendidikan politik yang elegan.

Kemaruk

Dalam percakapan sehari-hari, kemaruk sering dikhususkan untuk menyatakan bahwa seseorang sedang suka makan banyak karena satu dua alasan, seperti baru saja sembuh dari sakit, mumpung ada karena beberapa waktu yang lalu mengalami kekurangan; atau karena menu yang disantapnya enak-enak sehingga mengundang selera makan. Intinya, dalam percakapan sehari-hari, kemaruk terucapkan ketika ada kaitannya dengan porsi makan atau pun makanannya.

Makna kedua, kemaruk ialah bungah utawa umuk banget amarga duwe apa-apa kang wingi-wingi durung/ora diduweni. Artinya, seseorang atau kelompok sedang sangat bahagia, bangga,  bahkan menyombongkan diri karena sudah memiliki sesuatu/seseorang yang selama ini belum pernah dimilikinya.

Baca Juga: Modal Sukses Pilpres 2024: Sabar, Sareh, Tawekal

Punya mobil baru misalnya, barang itu dibangga-banggakan, dipamerkan seraya jalan putar kampung. Orang seperti itu disebut sedang kemaruk, apalagi sudah sangat lama ia kepingin sekali memiliki mobil.

Nah, dalam kaitannya dengan Pilpres 2024, makna kemaruk seperti inilah yang saat ini sedang “mengharu-biru” dan membuat semua pihak berbunga-bunga, entah itu partai politisi, relawan/pendukung, bahkan mungkin juga lembaga survey serta masih ada pihak lainnya lagi.

Mengapa mereka kemaruk? Siapa tidak bangga atau diumuk-umukake kalau si Badu hampir selalu ada di ranking satu dalam jajak pendapat? Partai politik mana tidak “sombong” ketika ada kadernya melejit naik semakin tinggi? Boleh dan sah-sah saja mereka kemaruk.

Kemecer dan Nyidham

Kemecer, bacalah seperti Anda mengucapkan melempem, juga berkaitan dengan rasa ingin sekali (kepingin) terhadap makanan; bahkan saking kepinginnya, orang sampai ngulu idu, menelan ludah. Siapa ora kemecer di siang terik melihat penjual dawet cendhol di bawah pohon waru?

Saking kepinginnya, orang bisa saja clegukan, jakun ini naik turun, seraya cleguk, cleguk. Bagi orang yang sedang hamil, konon, rasa kepingin banget seperti itu dirumuskan dengan kata kumudu-kudu yakni tidak boleh tidak harus dipenuhi keinginannya. Itulah nyidham, ada juga yang mengatakan ngidham.

Baca Juga: Kemlinthi, Kemlancang, Kemlungkung, Kementhus Vs Pimpinan Muring Benggala

Bagaimana kemecer dan nyidham ini dengan Pilpres 2024?  Wouw… jelas sekali kaitannya. Merasa punya “barang dagangan” anyar, wah… banyak pihak berbunga-bunga. Apalagi, kalau lembaga survey merilis ranking atas hasil surveynya dengan didahului ungkapan kalimat: “Jika Pilpres diselenggarakan hari ini, Anda akan memilih …”  Kemecer deh …

Terasa Dekat

Tahun 2024, jika dilihat dari Juni 2022 ini, kelihatannya masih jauh, sebutlah dua tahun lagi. Akan tetapi bagi orang-orang yang sudah dilanda kemaruk, kemecer, dan apalagi seolah-olah wis nyidham; waktunya sudah dilihat dekat dan dekat. Sedolah-olah tinggal telung ududan, tiga kali lagi menghisap rokok. Benarkah begitu?

Mari kita sekarang melihat bukan saat-saat nyidhamnya seseorang, tetapi saat-saat menunggu kelahirannya. Kalau nyidham, rasanya kok serba enak-enak, dalam arti keinginan yang mau tidak mau harus diusahakan pemenuhannya, dan keinginannya itu pada umumnya serba enak kalau bukan aneh. Namun, saat-saat menunggu kelaihiran, inilah saat sakral bagi semua pihak. Orang melahirkan itu ibaratnya orang yang toh nyawa, nyawa dan hidupnya adalah taruhannya.

Artinya, mereka dan semua pihak yang saat-saat ini sedang kemaruk, kemecer dan nyidham; hendaklah kelak pada waktunya, siap memasuki saat sacral karena menunggu lahirnya seorang pemimpin. Di sinilah ujiannya bagi siapa pun.

(Tukiman Tarunasayoga, Pengajar Pascasarjana di UNIKA Soegijapranata, Semarang dan UNS)