blank
Mbah Wi. Foto: Dok

blank

AWAL tahun 80-an, warga desa Sentul, Cluwak, Pati yang baru datang dari perantauan, tanpa sebab yang pasti, tiba-tiba kehilangan kesadaran kemudian mengamuk dan hendak membakar rumah orang tuanya.

Tak ada yang berani mendekat atau mencegah karena dia memegang golok. Warga lalu mendatangi guru (Kepala SD) yang anggota perguruan tenaga dalam. Saat didekati Pak Guru yang juga tokoh agama setempat itu justru bertambah kalap. Pak Guru diserang dengan  golok. Beruntung, arah golok itu meleset.

Pak Guru yang anggota perguruan tenaga dalam itu secara refleks menggunakan jurus tenaga dalamnya dan golok yang diarahkan kepadanya itu terpental hingga atap rumah. Serangan berikutnya dengan lima lembar papan setebal 3 cm sisa  bangunan musala.

Beruntung, lima kali serangan dengan papan itu juga meleset. Belum juga kapok! Dia ambil linggis, namun upaya itu juga tidak membuahkan hasil. Karena saat linggis dihujamkan ke arah tubuh Mbah Wi –panggilan akrab Guru SD– itu  meleset lalu menancap tanah hingga kedalaman dua hingga kilan lebih.

Ketika penyerang sudah tidak berkutik, oleh Mbah Wi pakai jurus dari jarak jauh, dan kedua kaki yang kalap itu diikat dengan “tali batin” yang menyebabkan penyerang tidak berdaya.

Kades Jadi Sasaran

Dalam kondisi genting, Mbah Wi masih sempat bercanda. Saat kepala desanya mendekati warganya yang rebah di tanah itu, dari jarak  jauh, diam-diam “tali batin” pengikat  kaki  itu dilepas.

Spontan, dia yang semula tidak berdaya lalu berdiri dan mengamuk lagi. Dan yang menjadi sasaran pertama adalah telinga kepala desa digigitnya. Bahkan dia berusaha memukul dan meludahi wajahnya.

Tentu, tidak setiap pemanfaatkan tenaga dalam selalu berhasil. Faktor gagal, setengah gagal, atau gagal total, bisa terjadi. Bahkan ada yang sudah tingkat pelatih, saat beladiri di jalanan, tenaga dalamnya tidak berfungsi.

Sebaliknya, ada yang baru tingkat dasar, saat ronda malam berhasil melumpuhkan pencuri yang menyerangnya dengan pusaka. Padahal saat duel di areal persawahan, anggota tenaga dalam itu bertangan kosong.

Ketika saya tanya saat duel itu pakai jurus apa? Dijawab, “Tidak tahu pak, yang saya ingat hujaman keris saya tangkis lalu terlepas dan masuk kedhokan (sawah berlumpur yang belum ditanami), saya lupa jurus, lupa pula pernapasan, pokoknya nekat!”

Kesimpulannya,  tenaga dalam itu tidak bisa dipastikan rumusnya. Faktor keberhasilannya ditentukan banyak hal. Yaitu, ketenangan saat menghadapi  serangan,  penggunaan pernapasan dan jurus yang tepat dan kadar emosi pihak penyerang.

Iklan Alamiah

Oleh kalangan awam, tenaga dalam dipersepsikan hanya berfungsi untuk sesama anggota pelatihan. Benarkah? Simak dulu beberapa kejadian yang saya simpan dan dan kawan-kawan seperguruan saya.

Di antaranya kisah yang dialami sopir angkutan umum pada awal tahun 1980. Saat mencari penumpang di depan pasar, tiba-tiba penumpangnya berhamburan turun karena ada gelandangan masuk mobil. Merasa dirugikan, sopir menarik paksa keluar.

Gelandangan itu marah lalu menyerang sopir. Terjadi duel di jalan raya dan disaksikan khalayak ramai. Beberapa kali pukulan gelandangan meleset, hingga rasa percaya sopir itu bangkit.

Dia lalu memanfaatkan jurus tenaga dalam. Setiap kali penyerang mau  bangun untuk menyerang, dia hentakkan kakinya yang menyebabkan penyerang terjatuh lagi. Sejak kejadian yang disaksikan banyak pengunjung pasar itu kelompok pelatihan saya didatangi banyak pendaftar.

“Santet” & “Puter Giling”

Selain yang berkaitan beladiri, ada “keajaiban” berkaitan dengan penyembuhan. Ada warga perutnya bengkak dan sudah lama tiduran diranjang. Ketika diobati salah satu anggota perguruan, isi perutnya keluar semua.

Kisah lain, ada dua warga rebutan saat antri di penggilingan padi. Warga yang menyerobot saat diingatkan malah memaki-maki bahkan mau mencekik yang menegur. Namun kedua tanggannya tidak bisa menyentuh sasaran yang anggota perguruan tenaga dalam.

Ada juga kasus duda mbeling. Menjelang pernikahan dia kabur ke Jakarta dan meninggalkan pesan bahwa dia mau pulang asal dibelikan sepeda motor. Tujuh anggota perguruan tenaga dalam berkumpul untuk “menarik” pikiran calon pengantin itu.

Hasilnya? Dua hari dia sudah pulang, dan yang pertama kali dia temui itu ketua grup yang menariknya secara batin. Dia bertanya ”Aku mbok kapakno?” yang artinya, aku kau apakan?” sambil nafasnya terengah-engah dan pandangan mata kosong layaknya orang kena pengaruh ajian “Puter Giling”.

Rumus metafisik bukan ilmu pasti. Terkadang berhasil, setengah berhasil, namun suatu saat juga bisa gagal. Keberhasilan suatu ikhtiar batin ditunjang banyak hal, tergantung siapa yang dihadapi dan siapa pula yang menghadapi. Selebihnya tawakal kepada-Nya.

Masruri, praktisi dan konsultan metafisika tinggal di Sirahan, Cluwak, Pati