blank
Ilustrasi. Foto: Ist

blankLELUHUR asal tetangga desa, menjelang wafat tahun 40-an, sehari sebelumnya sudah pesan agar seluruh keluarga berkumpul pada  hari Kamis Legi. Esoknya, saat keluarga sudah berkumpul, beliau minta pamit, memejamkan mata dan tersenyum dengan posisi kedua tangan di dada layaknya sedang salat, kemudian meninggal.

Ada sesepuh lain yang sebelum meninggal bersih-bersih dulu lalu salat dan setelah itu pamit mau tidur panjang. Pesan terakhir, yang ditinggalkan pada anak cucunya, adalah “jangan  bersedih”. Sayangnya, untuk yang kali ini, karena sesepuh itu biasa bercanda, oleh keluarganya dikira bercanda, ternyata beliau meninggal sungguhan.

Kita bisa menafsiri  mereka itu mengetahui akan datangnya kematian. Atau boleh jadi mereka tidak mengetahui secara pasti, melainkan semua gerak-geriknya sudah diluar kehendak. Karena dalam keyakinan masyarakat Jawa,  40 hari sebelum datang kematian,  manusia itu sudah mayit, dan  tingkahnya sudah nulayani adat, atau tidak seperti biasanya.

Fenomena seperti itu bisa terjadi, dan sangat mungkin ada orang-orang khusus yang dikaruniai kelebihan, diantaranya mereka dari golongan yang disenangi Allah, hingga dizinkan untuk melihat dengan mata-Nya, berbicara dengan lidah-Nya, dan berpikir dengan hati-Nya. Atau dalam istilah Jawa disebut weruh sariraning pribadi lan weruh panuju.

Dulu, ketika masih menekuni beladiri, oleh guru saya yang diberi wejangan yang berkaitan dengan mendeteksi apa yang akan terjadi. Yaitu, sebelum bertanding atau bepergian pada situasi rawan,  disarankan menggesek-gesekkan ujung lidah ke lak-lak atau langit-langit bagian atas mulut. Menurut Guru, jika masih terasa geli, insya Allah akan selamat dan masih hidup.

Cara lain bisa dengan menggesek-gesekan rambut. Jika masih terasa atau berbunyi “kresek-kresek” insya Allah selamat, ajalnya tidak dalam waktu dekat. Tanda lain, orang yang telinganya masih berdenging, juga diyakini selama dua tahun, nyawanya belum akan diambil.

Saya meyakini ada orang-orang tertentu yang mampu menangkap sinyal kapan kematian akan datang, bahkan untuk itu ada ilmunya, sehingga pada detik-detik akhir kematian dia sudah mempersiapkan diri untuk menjemputnya.

Salah satu tetangga saya meninggal 12 tahun lalu, beberapa hari sebelumnya, kepada anak dan cucunya  berkata akan dipanggil Tuhan pada hari Jumat Legi. Beliau benar meninggal pada hari yang disebutkan itu. Dan saat akan lepasnya ruhnya, beliau dalam pangkuan anaknya dan berkata. “Saya minta pamit, akan mengadap Gusti Allah, sekarang.”

Beliau lalu menata kakinya, kedua tangannya bersedekap layaknya saat salat sambil minta maaf kepada seluruh keluarga. Bahkan beliau berakata : “Nyawa Ibu sudah bergerak-gerak mau keluar…” Dan beberapa menit kemudian beliau sudah menghadap-Nya.

Saya pernah bertanya kepada sesepuh tentang ilmu ini. Dijawabnya, “Manut kersanipun Gusti mawon.”

Beliau berkata, ilmu tersebut banyak manfaatnya. Dari sisi spiritual, orang lebih siap menerima datangannya kematian dan lebih memungkinkan mendapatkan husnul khatimah atau akhir kehidupan yang baik.

Karena mampu “menangkap sinyal” seseorang lebih memungkinkan mendapatkan khusnul khatimah. Ibarat sedang makan segenggam kacang, penentu lezatnya ditentukan kacang terakhir. Jika kacangnya pas  jenis kacang busuk (tengik) maka rasa kacang yang semula lezat itu berubah menjadi rasa kacang yang busuk.

Sebaliknya, walau awalnya ketemu  kacang tengik, namun pada sesi akhir ketemu kacang enak, maka rasa pahit itu pun bisa terhapus. Analogi ini bisa disebut dengan husnul khatimah.”

Fenomena orang yang seolah mengerti datangnya ajal itu terkadang masih terjadi pada kehidupan sekarang. Salah satu sesepuh yang memiliki banyak siswa dari kalangan orang awam hingga kalangan pejabat tinggi, saat opname di Rumah Sakit minta “pulang paksa”.

Sudah sejak lama beliau mengatakan tidak ingin nantinya saat meninggal justru malah merepotkan orang banyak. Beliau lebih nyaman diantar ke pemakaman oleh keluarga dan warga sekitarnya.

Setelah beberapa hari di rumah, beliau meninggal bertepatan dengan turunnya hujan deras berhari-hari dan daerah sekitar dikepung banjir sehingga masyarakat dan para petinggi negara tak bisa melayat.

Uniknya, yang mengalami fenomena semacam itu tidak hanya dari kalangan “orang-orang khusus”. Di daerah saya ada sesepuh dari kalangan awam yang tiga hari sebelum meninggal, keluarganya diajak ke makam dan ditunjukkan lokasi yang dipilihnya.

Semoga beliau-beliau itu termasuk golongan orang yang tertulis dalam hadis qudsi, sebagai orang yang dicintai-Nya hingga diizinkan untuk melihat dengan mata-Nya, berbicara dengan lidah-Nya dan berpikir dengan hati-Nya.

Namun ada fenomena lain. Ada warga yang mengaku punya ilmu bisa mengetahui kapan meninggalnya. Beberapa kali sudah  pamitan, namun pada hari yang sudah disebutkan itu dia masih hidup. Karena kejadian itu berulangkali, keluarganya tidak mempercayainya.

Dan ketika dia memberikan info yang katanya sudah pasti, keluarga menganggap dia sedang bercanda hingga tidak ada lagi yang yang percaya. Ternyata untuk yang kali itu dia meninggal sungguhan justru disaat keluarga bepergian keluar kota.

Radar Gaib

Sesuatu akan terjadi hampir pasti ada tandanya,  termasuk tanda kematian, ini bisa dipelajarinya. Caranya, mintalah petunjuk dari-Nya. Karena hakikatnya, manusia itu tidak mengetahui namun dia bisa mohon diberitahu oleh Dia Yang Maha Tahu, melalui tanda-tanda yang alam yang terjadi disekitarnya dan pada pada bagian tubuh seseorang.

Di antara tanda-tanda itu menurut para sesepuh, mata tampak dipenuhi asap putih (Jawa : Sawangen) layaknya sarang laba-laba, biasanya usia tinggal 30 hari, mata putih telinga mengkerut, tinggal 21 hari. Mata putih, telinga mengkerut dan  hidung tertarik ke atas, 14 hari, jika ditambah lidah timbul bintik-bintik, dan bibir kering hijau, waktunya sudah tidak lama lagi. Selebihnya, wallahu a’lam!

Masruri, konsultan dan praktisi metafisika tinggal di Sirahan, Cluwak, Pati