blank
Drs. Pudjo Rahayu Risan, M.Si, Pengamat Kebijakan Publik. Foto: Dok/SB

Oleh: Pudjo Rahayu Risan

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Kekuasaan cenderung korup, semakin besar kekuasaan semakin besar kecenderungan korup.

Ternyata konsep atau teori tersebut diatas, benar adanya. Terbukti adanya. Memiliki kekuasaan, cenderung mengunakan kekuasaan yang bisa jadi menyalahi aturan. Semakin besar kekuasaan semakin besar pula peluang melakukan korupsi yang lebih besar.

Sebenarnya, yang diharapkan adalah memiliki kekuasaan bisa memanfaatkan kekuasaan tersebut untuk kepentingan dan mensejahterakan orang banyak. Semakin besar kekuasaan yang diberikan dan akhirnya dimiliki akan besar pula untuk kepentingan mensejahterakan orang banyak.

Kenapa? Karena pejabat publik, terutama kepala daerah sangat terbuka dan mungkin membuat kebijakan publik yang menguntungkan publik dan dibiaya oleh keuangan negara.

Tidak perlu mengeluarkan dana privat. Dana disediakan dengan cara yang benar, tanpa korupsi, diperuntukan bagi rakyatnya. Bukan sebaliknya, karena memiliki kekuasaan, memanfaatkan kekuasanan tersebut untuk kepentingan dirinya sendiri, keluarga atau kelompoknya.

Jangankan seseorang yang memiliki kekuasan besar, memiliki kekuasaan pada tingkat rendah saja kalau ada niat memanfaatkan kekuasaannya terbuka peluang untuk korupsi.

Tanpa bermaksud merendahkan profesi seseorang, ambil contoh profesi sebagai cleaning service, karena memiliki kekuasaan dan mengelola sabun, pembersih lantai, parfum ruangan, sapu, lap pel dan sejenisnya, tingkat korupsi dengan kekuasaannya mengkorupsi sekedar bahan-bahan untuk kebersihan.

Contoh lagi, seseorang yang profesinya membuat dan menyediakan minuman di kantornya. Profil ini memiliki kekuasaan seputar gula, teh, kopi dan sejenisnya. Level yang terbuka untuk dikorupsi sesuai dengan kekuasaan yang dimiliki, ya sebatas gula, teh, kopi dan sejenisnya. Bisa dibayangkan setingkat kekuasaan kepala daerah, pejabat esselon satu, dua, pejabat pajak dan bea cukai yang memiliki kekuasaan yang begitu tinggi.