Melalui UU Perampasan Aset, satu sisi dijaga kepentingan hak-hak masyarakat, di sisi lain kita turut memberikan kewenangan kepada negara untuk merampas aset masyarakat. Tapi, ada pihak merasa, jika aset itu hasil tindak pidana tidak masalah. Nantinya, bunyi UU Perampasan Aset sama dengan putusan pengadilan. Jadi, tinggal mengeksekusi walau tetap harus ada proses.
Tapi, perlu keseimbangan perlindungan kepada aset masyarakat dan keleluasaan negara merampas aset hasil tindak pidana.
Hukum menjadi faktor penyebab korupsi jika banyak produk hukum yang tidak jelas aturannya, pasal-pasalnya multitafsir, dan ada kecenderungan hukum dibuat untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu. Sanksi yang tidak sebanding terhadap pelaku korupsi, terlalu ringan atau tidak tepat sasaran, juga membuat para pelaku korupsi tidak segan-segan menilap uang negara.
Keempat, aspek ekonomi. Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama korupsi. Diantaranya tingkat pendapatan atau gaji yang tak cukup untuk memenuhi kebutuhan.
Fakta empirik, menunjukkan bahwa korupsi tidak dilakukan oleh mereka yang gajinya pas-pasan. Korupsi dalam jumlah besar justru dilakukan oleh orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi. Belum jaminan pendapatan besar, harta melimpah tidak korupsi.
Kelima, aspek organisasi, dimana organisasi tempat koruptor berada. Biasanya, organisasi ini memberi andil terjadinya korupsi, karena membuka peluang atau kesempatan. Misalnya tidak adanya teladan integritas dari pemimpin, kultur yang benar, kurang memadainya sistem akuntabilitas, atau lemahnya sistem pengendalian manajemen.
Untuk itu, bagi pejabat publik, harus ada tekanan dari publik, masyarakat sipil dan penggiatan anti korupsi. Secara sistematis, terstruktur dan masih harus digalakkan.
Drs. Pudjo Rahayu Risan, M.Si, Pengamat Kebijakan Publik