blank
Ilustrasi "semuten" atau kesemutan. Reka: SB.ID

JC Tukiman Tarunasayogablank

KETIKA membahas mBajing, muncul kata-kata yang barangkali dianggap kasar karena mengatakan bajingan.

Maaf seribu maaf jika ada yang memandang kasar; namun maaf lagi karena dengan membahas semut kali ini, muncul juga kata senada dengan bajingan, yaitu bangsat. Ungkapannya ialah semut gatel.

Dulu, ketika bahasa Jawa masih kental dipakai dalam percakapan sehari-hari, dan semua orang hampir paham semua; dipakailah ungkapan-ungkapan “terselubung” atau “penghalus” padahal yang mau dikatakan itu kasar.

Contohnya tadi, orang tidak mengatakan bajingan atau bangsat, apalagi mengucapkannya keras-keras; karena orang akan mengatakannya: Ohhhh, dia itu semut gatel. Kok disebut begitu? Lagi-lagi, zaman dulu, kasur-kasur kita masih banyak dihuni tinggi, bangsat, yang suka pesta pora manakala badan kita rebahkan di atas Kasur.

Baca juga mBajing

Wah…….pating clekit, bikin malam-malam sering operasi berburu tinggi dulu dengan berbagai cara. Itulah bangsat, durjana, perlukisan dari bajingan. Tetapi untuk mengucapkan kata-kata  itu, orang mengatakannya secara halus: Ohhh……dia itu semut gatel.

Semuten

Semut disebut sebagai kewan bangsa rangrang cilik, sebangsa rangrang kecil dan pasti kita semua tahu persis semut itu seperti apa, demikian pula rangrang itu seperti apa juga.

Semut ada yang menggigit, tetapi juga ada yang hanya merambat kemana-mana dalam barisannya, namun bila merambat ke tubuh kita, bikin geli, bahkan untuk beberapa orang bikin gila, takut atau mrinding.

Kegelian semacam itulah yang rupanya, lagi-lagi, “dipinjam: oleh manusia untuk melukiskan yang disebut kesemutan itu.