Ilustrasi. Reka: wied SB.ID

Hendaknya jelas membedakan maling, copet, dan begal; namun tiga-tiganya itu durjana. Lain mbegal, lain pula njegal. mBegal itu merebut, merampas secara terang-terangan; njegal itu harafiahnya nibakake wong liya sarana nggered sikile, yakni menjatuhkan seseorang (kedudukannya) dengan cara disrimpung kakinya sehingga benar-benar terjatuh.

Mana lebih kasar, merebut lewat mbegal atau njegal? Masyarakat punya kaca spion masing-masing, sumangga diamati,  syukur mau menilainya.

Nyrekal lan mengkal

Makna kekinian sangat tepat untuk nyrekal itu ialah mlintir. Aktivitas nyrekal tidak lewat olah tubuh seperti tadi merebut, merampas, menodong, atau memalangkan kaki.

Nyrekal itu lebih berupa olah lidah, lewat omon-omon namun diplintir, misalnya. Seharusnya mengatakan fakta atau data, ehhhh yang muncul opini bahkan sanggahan; nah…..pasti ada sejumlah informasi yang tidak lengkap bahkan dibelokkan.

Nyrekal di zaman now tentu saja lebih ngeri-ngeri bau lewat perangkat digital yang hanya karena satu klik saja, dalam hitungan detik sudah dapat nyrekal ke mana-mana.

Tentang mengkal; bacalah kata ini secara benar, yakni bagaikan Anda mengucapkan “aturan ini legal;” dan jangan diucapkan seperti Anda mengatakan “aku membawa bekal dari rumah.”

Bagaikan kuda, orang itu bisa saja mengkal temannya, yakni menyepaknya. Contoh, kemarin-kemarin kedudukannya sebagai sekretaris, ehhhhh disepak saja sekarang dijadikan pembantu umum.

Baca juga Harapan buat Mendikbudristek Baru: Kurikulum Berdiferensiasi

Kelihatannya keren pembantu umum, seolah-olah sejajar dengan ketua umum; padahal senyatanya ia dipengkal agar dengan posisi barunya itu ia tidak termasuk golongan para pengambil keputusan.

Piye saiki? Dengan penjelasan ini, masihkah mau nakal lewat mbegal, njegal, nyrekal, dan mengkal? Kalau boleh saya sarankan: Berhentilah nakal, dan jadikanlah hidup ini penuh kesehatan akal dan amal. Bukankah tawakal adalah ajaran meraih hidup kekal? Berhentilah nakal agar Anda tidak terjungkal, penuh tangis terpingkal-pingkal.

Ingat, pangkat derajat itu sementara, alangkah indahnya saling bersaudara; alangkah nikmatnya dapat saling tertawa-tawa, penuh bahagia tanpa curiga karena kita memilik tujuan sama yaitu masuk surga, karena terhindar dari siksa neraka.

JC Tukiman Tarunasayoga, Ketua Dewan Penyantun Segijapranata Catholic University