blank
Ilustrasi. Reka: wied SB.ID

blankJC Tukiman Tarunasayoga

KONON, ada saja orang/pihak yang yakin bahwa hidup ini selalu berupa pilihan antara dua perkara yang kontradiktif.  Silahkan, tinggal memilih: Mau jujur atau curang; mau putih atau hitam; mau diam atau gedabigan, banyak polah.

Pilih saja: Mau lurus atau bengkok-bengkok; mau main halus atau main kasar? Mau alim-alim wae, atau mau nakal-nakal banyak, sumangga.  Pertanyaannya: benarkah begitu?

Bagi sejumlah orang dianggapnya hal itu benar. Buktinya banyak kok orang yang melakoni dan memilih yang serba bengkok katimbang yang lurus. Orang seperti ini memegang pameo: Kalau bisa dipermudah, mengapa dipersulit; kalau bisa bengkok-bengkok cepat, ngapain pilih yang lurus-lurus lama? Kalau bisa lewat jalan tol, mengapa menempuh jalan konvensional?

Nah…….inilah contoh konkret begal, njegal, nyrekal, dan mengkal itu; dan ternyata bisa terjadi dalam tataran kehidupan apa pun dan siapa pun; termasuk sangat mungkin dalam kehidupan politik praktis sehari-hari zaman now.

Begal utawa jegal?

Jika judul tulisan ini  “modal nakal ada empat -al,” ini sekedar memilih guru swara yang enak saja, apalagi topiknya begal, jegal, nyrekal, lan mengkal. Rasanya kok kepenak sesekali menggunakan guru swara seperti ini: modal nakal, ada empat …al:  yakuwi kudu wani mbegal, njegal, nyrekal, utawa mengkal.

Baca juga Nunut, Bonceng, Melu, atau Diajak?

Ini berkebalikan (kontradiktif) dengan ajakan lain: Jadilah pejabat yang hidupmu menjadi berkat bagi masyarakat,  sehingga kelak kamu dapat nikmat bermartabat, di dunia maupun di akhirat.  Serba –at.  Enak kan?

Begal, diberi arti durjana kang ngadhang ing dalan. Durjana itu orang jahat dan dalam melakukan kejahatannya, orang itu nyegat utawa ngadhang ing dalan, yakni benar-benar menghadang orang yang sedang berjalan.

Kalau kita misalnya mendengar teriakan: Copet……copet …….. nahhhhhh  itu berarti ada durjana yang mengambil harta milik orang lain; tetapi, mengambilnya secara diam-diam. Bila teriakannya begal…..begal…..begal, berarti durjana itu merebut harta seseorang secara terang-terangan. Ungkapan bahasa Jawanya: ngrebut melek-melekan, bukan pada saat pemilik harta itu tidur, melainkan pada saat berjaga. Kalau mengambilnya pada saat pemilik harta itu tidur, nah….. itu maling.