Oleh Marjono
KOMPLEKS Parlemen, Senayan, Jakarta (1/10/2024) menjadi saksi atas sejumlah 732 anggota DPR, DPD, dan MPR RI terpilih, yang terdiri atas 580 anggota DPR RI dan 152 anggota DPD RI, kemudian mengucapkan sumpah/janji jabatan yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin.
Pelantikan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo dan Presiden terpilih Prabowo Subianto serta jajaran Menteri Kabinet Indonesia Maju.
Puan Maharani putri Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri, Fraksi PDI Perjuangan sebagai Ketua DPR RI masa bakti 2024-2029 di dampingi empat Wakil Ketua DPR RI, yakni Adies Kadir dari Fraksi Partai Golkar, Sufmi Dasco Ahmad dari Fraksi Partai Gerindra, Cucun Ahmad Syamsurizal dari Fraksi PKB dan Saan Mustofa dari Fraksi Partai Nasdem.
Sorot mata para wakil rakyat bercahaya, wajah bersenyum, berseri-seriĀ dan sumringah. Ekspresif. Pikiran positif kita ingin mengatakan pastilah mereka akan mampu membangun pulau harapan bagi ratusan juta penduduk negeri ini.
Agenda pelantikan di atas secara implisit membawa kita pada salah satu permasalahan bangsa yang belum juga reda, yakni jumlah penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin per Maret 2024, tingkat kemiskinan melanjutkan tren menurun menjadi 9,03 persen dari 9,36 persen pada Maret 2023. Penduduk miskin pada Maret 2024 turun 0,68 juta orang dari Maret 2023 sehingga jumlah penduduk miskin menjadi sebesar 25,22 juta orang
Doa dan support kita semua kemudian adalah para dewan periode baru ini bersungguh-sungguh melawan kemiskinan habis-habisan. Amartya Sen (1999) pernah mengatakan, orang miskin itu memiliki modal sendiri dalam menepis kemelaratannya, yakni modal kemampuan atau kompetensi dalam menghadapi heroiknya kehidupan yang serba berkekurangan.
Mereka sebenarnya mampu memetakan kelemahan dan keungulan dirinya hingga berstatus miskin. Brankas orang miskin inilah yang dapat digunakan oleh pengambil kebijakan untuk memformulasikan program yang paling relevan dengan kebutuhan kaum lemah ini.
Kemiskinan selalu menjadi primadona perbincangan gedung mewah, hotel juga kafe dan selebihnya di lapak-lapak pinggiran kota kelas kaki lima, semuanya fasih sebagai pengamat, praktisi dan penganalisis soal kemiskinan.
Dalam pandangan kusut penulis, mengurangi jumlah penduduk miskin itu uang bukan segalanya, tetapi bagaimana membangun lingkungan yang mendorong, menggerakkan dan memberi iklim kreatif bagi warga miskin untuk mengatasi persoalannya sehingga menemukan jalan yang tepat. Jadi, transformasi sosio kultur nampaknya penting dikedepankan.
Oleh karena itu, para anggota dewan yang baru saja dilantik kita kawal dan dukung seutuhnya untuk serius menekan kemiskinan di negeri ini yang sekarang masih tinggi (meskipun turun).
Kemiskinan nomor satu, penggarapannya gak boleh ditunda-tunda dan dikalahkan dengan program atau kegiatan lain. Mutlak kita sorongkan, hadirkan dan kemas kembali spirit dan nilai gotong royong yang didukung semua kalangan. Dikeroyok dan fokus menghapus kemiskinan, bukan menjadikannya etalase proyek.
Mentalitas Kemandirian
Pembentukan mentalitas kemandirian bagi masyarakat miskin menjadi tawaran penting di sini untuk memproduksi personal yang memiliki eagle fighter di tengah kerasnya hidup.
Contoh kecil, warga yang hidup di kawasan kumuh tanpa pekerjaan tetap, tetapi mereka selalu bermimpi mempunyai kehidupan yang normal selayaknya masyarakat lainnya setidaknya tercukupi kebutuhan dasarnya.
Mereka malas berusaha dan sangat sensitif atas harga dirinya. Hal ini lebih gampang mereka tersulut untuk mengekor pada sumber ekonomi underground (pelacuran, kriminalitas, narkoba, dll). Ini menjadi PR semua pihak untuk beriur mengentaskan mereka dari jebakan kemiskinan.
Pemberantasan kemiskinan tak bisa berjalan sendiri. Membalik kemiskinan bukan perkara mudah dan membutuhkan waktu yang lama.
Sehingga perlu dilakukan penanganan secara sistematis, konsentrasi dan digotong sinergis dalam rumah pentaheliks ABGC (academicy, bussiness, government, dan community) menuju kemandirian warga miskin.
Tantangan
Penciptaan lingkungan yang memberikan peluang pada rakyat miskin juga pantas dilakukan dalam ikhtiar memprotek warga miskin dari penindasan dan pelemahan dari kapitalis, agar rakyat miskin tidak semakin miskin. Pembangunan yang selalu meletakkan relasi masyarakat miskin dan pilihan usaha dan atau profesinya dipastikan akan menerbitkan keramahan, keriangan dan kemandirian.
Agenda pembangunan menjadi ritus tak berjarak, manakala di dalamnya selalu melibatkan rakyat sebagai partisipan gerakan, sejak pemetaan, perumusan problema, skenario, implementasi hingga monitoring evaluasi. Program menjadi proses menumbuhkan daya hidup masyarakat, termasuk kaum miskin dan layak menjadikannya sandaran masa depan.
Inilah panggilan kemanusiaan dan kemanusiaan yang memanggil untuk membebaskan kepedihan penderitaan penduduk miskin, sehingga kita tak perlu Malin Kundang, Robin Hood, Sisipus dalam kisah-kisah fiksi, tetapi kita butuh orang-orang yang berkomitmen tinggi, mengubah niat menjadi aksi konkret memberantas kemiskinan. Mencintai dan bekerja untuk masyarakat miskin, bukanlah tabu dan dosa.
Selain itu, tantangan dewan baru adalah (masih) soal Korupsi. Dikutip dari laman resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) alcl.kpk.go.id, sejak 2004 hingga Juli 2023, sebanyak 344 kasus korupsi melibatkan anggota DPR dan DPRD. Jumlah tersebut berdasarkan data lembaga antikorupsi tersebut. Inilah menjadi bagian angka-angka kemurungan kita bersama.
Kemurungan ini bukan berarti tak bisa dibenahi, melalui pencegahan dan penindakan, seluruh elemen terus bekerja demi Indonesia yang bebas dari korupsi. Akhirnya, prosesi pelantikan dewan baru ini diproyeksikan menjadi titik balik untuk menghadirkan parlemen yang yang dapat memberikan manfaat pengabdian kepada tanah air, bangsa, dan negara.
Marjono, Kepala UPPD/Samsat Kabupaten Tegal, Jawa Tengah