Bincang pariwisata bertopik Jamu dan kuliner tradisional menjadi fondasi wellness tourism di Jawa Tengah dengan pembicara Agung Haryadi, Mohamad Rozikin, dan Stefanus Handoyo di panggung utama kompleks UIN Salatiga, 19/8/2024. Foto: R. Widiyartono

 SALATIGA (SUARABARU.ID) – Jamu dan kuliner tradisional menjadi fondasi wellness tourism (wisata kebugaran) di Jawa Tengah. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah Agung Hariyadi, pada talks show dalam acara Festival Jamu di kompleks UIN Salatiga, Senin (18/8/2024).

Kegiatan yang digelar untuk menyemarakkan HUT ke-79 Jawa Tengah ini menghadirkan narasumber Kepala Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata Agusng Haryadi, Direktur Eksekutif GP Jamu Jateng Stefanus Handoyo, dan Instruktur LKP Boga Jepara Culinary School Chef Mohamad Rozikin.

Agung Haryadi menyebut, Jateng sangat layak menjadi tujuan wellness tourism. Dia menyebut, industri jamu di Jateng sangat luar biasa, bahkan pabrik-pabrik jamu besar juga ada di Jawa Tengah. Kemudian, daerah-daerah memiliki kekayaan alam seperti sumber air panas, hawa sejuk di pegunungan, yang bisa mendukung wisata kesehatan.

Kepala Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata Pemprov Jateng Agung Haryadi. Foto: R. Widiyartono

Sumber air panas dengan kandungan belerangnya dipercaya mampu mengobati penyakit kulit, misalnya. Dia pun menyebut daerah-daerah yang memiliki sumber air panas itu misalnya Guci di Kabupaten Tegal, Candi Umbul di Grabag Kabupaten Magelang, Kalianget di Kabupaten Wonosobo, Baturraden di Banyumas, Langenharjo di Sukoharjo, dan masih banyak yang lain.

Agung Haryadi mengakui, untuk penyajian jamu, umumnya memang masih secara tradisional seperti yang terjadi pada umumnya. “Saya ingin penyajian jamu seperti cara penyajian kopi. Kalau kopi ada barista, saya ingin penyajian jamu juga dilakukan oleh mereka yang memiliki keahlian dan kompetensi seperti halnya barista,” kata Agung.

Maka, dia pun selalu mengupayakan peningkatan kapasitas para pelaku pariwisata, dengan pelatihan, workshop, sertifikasi, dan Upaya lainnya. “Saya berharap jamu tidak sekadar menjadi sajian, tetapi juga menjadi atraksi wisata,” ujar Agung.

Untuk makin memperkenalkan jamu kepada khalayak, tambah Agung, dalam even-even yang berlangsung, biasanya tamu mendapatkan goody bag. “Di dalam goody bag itu kita sertakan pula di antaranya jamu, untuk makin mengenalkan minuman Kesehatan ini kepada khalayak,” ujarnya.

Dikatakan, Festival Jamu ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan 79 tahun Jateng. “Kami dari Dinas Porapar mempromosikan jamu dan kekayaan kuliner Jateng. Harapannya produk-produk makin dikenal amsyarakat luas, dan menjadi pilihan konsumsi ketika berkunjung ke Jateng, dan membawa pulang sebagai oleh-oleh,” ujar Agung Haryadi.

Direktur Eksekutif GP Jamu Jateng Stefanus Handoyo menyebut, Indonesia tercatat di urutan nomor 2 penghasil tanaman obat sebagai bahan jamu ini setelah Brazil. “Kita memiliki sekitar 30 ribuan spesies tanaman obat, dan baru sekitar 3.000-an yang dimanfaatkan. Tanaman obat itu berupa kayu, rimpang, daun, buah, dan bahkan banyak yang berupa tanaman liar,” ujar Stefanus Handoyo.

Stand pameran pembangunan Dians Sosial menampilkan barang-barang produk penyandang disabilitas. Foto: R. Widiyartono

Memang diakui, jamu tidak bsia disebut sebagai obat, tetapi untuk membantu mengobati. “Setidaknya dengan minum jamu, stamina tubuh menjadi lebih baik sehingga badan menjadi sehat,” kata dia.

Harus Masuk Gen Z

Terkait dengan jamu, Chef Mohamad Rozikin menekankan perlunya kekayaan tradisi kita ini dikenali dan juga disukai oleh kalangan muda, termasuk mereka yang tergolong generasi Z. “Jamu harus kita buat menarik, kesan bahwa jamu itu pahit harus diubah, juga kemasannya yang menarik yang cocok dan disukai anak-anak muda,” kata Chef Rozikin.