Tiga narasumber Dr Tri Mulyani SH MH, Dr Siti Mutmainah SSos MH CPM, CPC, CPA, CPrM, dan Dr Dwi Robiatun Nasekah SH MKn CM, hadir dalam Talkshow BKBH Menyapa, yang dipandu penyiar Putri Sabila. Foto: dok/usm

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Sengketa harta bersama, menjadi salah satu kasus yang proses penyelesaiannya rumit dan panjang. Sebab, terdapat banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, salah satunya terkait penggolongan harta.

Hal itu seperti yang diungkapkan Ketua Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Semarang (USM), Dr Tri Mulyani SH MH, dalam Talkshow BKBH Menyapa, dengan tema ‘Penyelesaian Sengketa Harta Bersama’, di Studio Radio USM Jaya, yang ada di Gedung N USM, belum lama ini.

Kegiatan itu juga menghadirkan narasumber seorang mediator, Dr Siti Mutmainah SSos MH CPM, CPC, CPA, CPrM., dan pengacara Dr Dwi Robiatun Nasekah SH MKn CM. Tri menjelaskan, harta bersama merupakan seluruh harta benda atau kekayaan, yang diperoleh selama periode perkawinan berlangsung.

BACA JUGA: Dosen USM Beri Pelatihan Pemanfaatan Inovasi Virtex di Kampung Teduh Nongkosawit

”Penyebab terjadinya sengketa ada banyak faktor. Mulai dari adanya perceraian, pembagian tidak adil, ada faktor kepentingan, sampai faktor ekonomi. Dan kita juga perlu tahu, pemicu perceraian itu juga banyak sekali,” katanya.

Menurutnya, harta juga memiliki banyak penggolongan. Mulai dari harta berwujud, dan tidak berwujud seperti utang, hingga harta bersama dan harta bawaan, seperti harta yang telah dimiliki sebelum pernikahan.

”Ini mungkin juga jadi salah satu tips, bahwasannya kita bisa membuat perjanjian, baik sebelum nikah atau selama perkawinan. Hal ini agar nanti tidak ada perselisihan, terkait harta bersama,” ujarnya.

BACA JUGA: Menyala, Inaugurasi Mahasiswa Baru UKSW Hadirkan Lalahuta

Diungkapkan Tri Mulyani, hubungan pernikahan atau perkawinan itu fluktuatif. Dalam hukum Islam pun terkait dengan harta, sebetulnya memberikan kelonggaran bagi kedua belah pihak, bila ingin membuat perjanjian sebelum adanya pernikahan.

Hal senada disampaikan Siti Mutmainah. Disebutkan dia, dalam penggolongan harta terdapat pula harta bergerak. Harta itu yakni, yang dapat dipindah-tangankan segera, seperti mobil hingga motor, yang biasanya dalam proses perceraian akan dijual sepihak.

Adapun Harta tidak bergerak adalah rumah, tanah, dan aset, yang bersifat berupa surat. Dan biasanya akan muncul dalam misi gugatan.

BACA JUGA: Berpakaian Adat, Ratusan Insan Semen Gresik Pabrik Rembang Ikuti Upacara Peringatan HUT Kemerdekaan RI

Siti juga menyatakan, penyelesaian sengketa harta bersama juga dilihat dari faktor anak. Yang apabila dalam suatu keluarga memiliki anak, maka dalam proses mediasi akan diberikan pilihan, harta akan dibagi atau dihibahkan. Pihaknya memiliki penekanan, harus melindungi faktor anak. Sebab anak memiliki hak hidup hingga nanti.

Diungkapkan dia, perasaan emosi dapat memengaruhi proses penyelesaian sengketa harta bersama, menjadi lebih rumit dan tidak kunjung selesai.

”Ketika rumah tangga ada konflik, berarti sejak awal emosi ini berpengaruh hingga akan menimbulkan sengketa. Penyelesaiannya itu harus melalui duduk bersama, musyawarah untuk mufakat. Selama saling mendengarkan dan membicarakannya, pasti ada solusi”, sarannya.

BACA JUGA: Tim Universitas Muhammadiyah Magelang Lakukan Program Kemitraan Masyarakat

Sementara itu, pengacara Dr Dwi Robiatun Nasekah menegaskan, harta bersama akan digugat setelah adanya perceriaan. Dimana proses yang dilalui sama, yaitu melalui mediator terlebih dahulu.

”Jadi nanti dalam perceraian tidak bisa dicampuradukkan dengan harta bersama. Cerai dulu baru harta bersama. Nanti dalam ruang mediasi, baik hasilnya ada kesepakatan atau tidak, tetap akan berakhir di persidangan juga. Karena nanti ada putusan dari hakim,” jelas Dwi.

Disampaikan juga, kalau dalam penyelesaian harta bersama ternyata hartanya berupa utang, maka itu tidak bisa hilang. Jadi hutang itu sisanya tetap dibagi berdua.

BACA JUGA: HUT 79 Jawa Tengah, Nana Sudjana: Momentum Instrospeksi dan Evaluasi Kinerja

Jika berkaitan dengan hak asuh anak, imbuhnya, apabila anak berusia dibawah 12 tahun, maka hak asuh jatuh kepada ibu. Namun apabila diatas 12 tahun, anak dapat memilih.

”Sebetulnya pernikahan tidak sekejam yang dibayangkan. Jadi untuk adik-adik kalau mau menikah, ya menikah saja. Untuk soal harta, nanti bisa dipikirkan. Semoga saja nanti tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan,” ungkapnya, pada closing statement talkshow yang dipandu penyiar Radio USM Jaya, Putri Sabila ini.

Riyan