Gotong royong merupakan kearifan lokal yang sejalan dengan Pancasila, di antaranya membangun rumah warga bersama-sama TNI, Polri, dan warga. Foto: Dok SB

Oleh Marjono

BULAN Juni tak sedikit pihak mendeklarasikan sebagai Bulan Pancasila, Bulan Bung Karno.

Itulah sebanya, mengapa hari ini kita mengajak seluruh masyarakat untuk terus mengembangkan semangat nilai luhur bangsa, yakni gotong royong.

Gotong royong dipahami sejak founding father, Soekarno, yang waktu itu esensinya gotong royong.

Gotong royong dalam bahasa sederhana dapat dipahami sebagai bentuk kerja sama atau bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan masalah guna mencapai tujuan bersama.

Namun, apakah semangat dan pelaksanaan gotong royong hanya ada pada bulan tersebut? Gotong royong yang acap sebagai simbol tradisi kearifan lokal sudah hinggap ratusan tahun dalam masyarakat kita, bahkan barangkali lebih tua ketimbang usia republik ini.

Semangat gotong royong muncul dalam berbagai koloni, seperti membantu masyarakat yang tertimpa musibah/bencana alam, kerja bakti membersihkan lingkungan permukiman agar sehat atau bersama-sama penggalangan dana melalui koin peduli untuk meringankan masyarakat dari persoalan hukum.

Misalnya koin peduli membantu krisis air di daerah tandus, koin peduli untuk membeli ambulans desa, koin peduli untuk kawan-kawn yang terkena-PHK, koin peduli mencegah stunting, dan sebagainya.

Seperti halnya dompet peduli, juga merupakan intimitas kerelaan bergotong royong masyarakat tanpa rekayasa. Dalam konteks demikian, gotong royong menjadi determinan dalam strategi mengatasi belitan persoalan yang tentunya tidak bisa diselesaikan secara personal.

Demikian pula kemajuan dan kesejahteraan masyarakat desa hingga negara hanya akan terjadi manakala seluruh elemen masyarakat berjibaku melakukan gotong royong. Bertukar senyum, pengalaman, pikiran, merumuskan problema hingga solusi, bahkan membelikan sekadar jajan turut menjadi bagian gotong royong itu sendiri.

Gaya Hidup

Pada bagian lain, nampaknya makna gotong royong terus tereduksi. Seorang siswa yang bekerja sama dengan temannya dalam ujian nasional adalah bentuk gotong royong yang salah, perjokian dalam SNBT, kemudian para koruptor yang acap merampok uang negara secara kolegial merupakan ujud lain perilaku gotong royong yang salah kaprah. Kerja sama untuk melakukan kejahatan perampokan maupun terorisme menjadi bentuk pengingkaran jatidiri masyarakat dan bangsa.