blank
Daniel dengan tangan terborgol kembali dibawa menuju rutan usai sidang pertama

blank
Oleh : DR. Djoko T Purnomo

Praktek-praktek kriminalisasi yang terjadi pada aktivis lingkungan hidup selama ini tentu sangat menghambat kerja-kerja para aktivis lingkungan hidup. Padahal ia memiliki peran besar untuk melakukan kampanye dan bahkan advokasi agar masyarakat tidak kehilangan hak atas lingkungan hidupnya.

Karena itu aktivis lingkungan hidup adalah pembela HAM sebagaimana didefinisikan dalam dalam Resolusi Majelis Umum PBB tentang Pembela HAM, UUD 1945 maupun Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Secara spesifik, mereka biasanya diistilahkan dengan Pembela HAM Lingkungan Hidup atau yang dalam dunia internasional dikenal sebagai Environmental Human Rights Defender/E-HRD).

Untuk itu aktivis lingkungan hidup mendapatkan jaminan hak dan perlindungan terhadap kerja-kerja Pembela HAM yang dilakukan. Selain diatur secara umum dalam ketentuan nasional maupun internasional, juga terdapat jaminan hak dan perlindungan yang diatur secara jelas dan tegas dalam Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)

Pada intinya Pasal 66 UUPPLH menyebutkan “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupuyn digugat secara perdata”

Namun demikian masih saja ada aktivis lingkungan hidup yang ditersangkakan karena aktivitasnya dalam melakukan sosialisasi dan advokasi masyarakat. Karena itu banyak aktivis yang kemudian diperhadapkan pada persidangan di pengadilan. Salah satunya adalah Daniel Frits Mauriits Tangkilisan,salah satu aktivis lingkungan Karimunjawa yang saat ini duduk sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Jepara.

Pedoman yang Harus Diperhatikan

Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya memiliki kewenangan untuk mengadili perkara liingkungan hidup dengan menghasilkan putusan yang dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan, memberi pelindungan hukum terhadap penyandang hak lingkungan hidup, dan menjamin terwujudnya keadilan lingkungan hidup dan keadilan iklim bagi generasi bangsa Indonesia pada masa kini dan masa mendatang.

Karena itu untuk memberikan pedoman bagi peradilan di bawahnya Mahkamah Agung telah menetapkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.

Secara umum pedoman ini mengatur agar para hakim yang memeriksa dan mengadili perkara lingkungan hidup agar bersifat progresif, subtantif dan humanis. Namun ironis, kenyataannya masih banyak para aktivis lingkungan hidup yang mengalami kekerasan fisik dan kriminalisasi baik secara pidana maupun perdata

Demikian pula Kejaksaan sebagai salah satu komponen Criminal Justice System mempunyai peran sentral dalam penegakan hukum yaitu sebagai dominus litis. Sebagai pelaksana fungsi penuntutan mestinya Kejaksaan dapat secara efektif menilai ketentuan pidana mana yang akan digunakan dalam menuntut suatu perkara tindak pidana lingkungan sekaligus sebagai eksekutor dalam melaksanakan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

Oleh sebab itu diperlukan reformulasi perlindungan hukum bagi pejuang hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat yang meliputi:

Pertama, Melakukan revisi Pasal 66 UUPPLH agar tidak menimbulkan multitafsir dan dapat implementatif;
Kedua, Perlunya redefinisi terkait konsep perlindungan hukum pejuang lingkungan hidup atau konsep Anti Eco-SLAPP,
Ketiga, penting adanya keseriusan dan sinergisitas semua elemen baik pemerintah maupan masyarakat;

Dengan dilakukannya pengaturan dalam bentuk peraturan internal maupun peraturan turunan diharapkan menjadi perhatian:

1. Kejaksaan Agung terkait penanganan perkara yang menyangkut pejuang hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat agar dapat dijadikan acuan bersama dalam penegakan hukum lingkungan Indonesia yang tertuang dalam Bab VI Perlindungan Hukum Terhadap setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup.
2. Mahkamah Agung dengan menerbitkan Perma No 1 tahun 2023 tentang Pedoman mengadili lingkungan khususnya bagi perjuangan lingkungan dengan mengacu Pasal 1 ayat 17, Pasal 48 dan Pasal 49 Perma No 1 tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup

Dalam rangka menindak lanjuti pasal 48 dan pasal 49 b Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2023 tentang Pedoman mengadili lingkungan dan BAB VI tentang Perlindungan Hukum terhadap setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup

Pedoman No. 8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Tentang penanganan perkara tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, ada sejumlah catatan yang perlu diperhatikan.

1. Dalam hal fakta hukum di persidangan berdasarkan pemeriksaan alat bukti ditemukan alasan pembenar atau pembenaran yang layak maka penuntut umum menuntut:
a. terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum; dan
b. memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan kedudukan dan harkat serta martabatnya memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2. Hakim yang menyidangkan perkara memberikan
a. Pelindungan hukum diberikan kepada setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
b. Dalam menilai perjuangan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana dimaksud pada diktum diatas, Hakim Pemeriksa Perkara mengidentifikasi atau mempertimbangkan faktor sebagai berikut:
1. Hak untuk memperoleh kualitas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia;
2. Hak untuk mendapatkan akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat;
3. Hak untuk mengajukan usul dan/ atau keberatan terhadap rencana usaha dan/ atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup;
4. Hak untuk berperan dalam pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Diaclaimer

Penulis adalah seorang pensiunan ASN dan aktivis tinggal di Jepara