Oleh: Sofiatun, S.Pd.SD

Pada kurikulum merdeka guru dituntut untuk memberikan pembelajaran yang berpihak pada murid. Pendidik harus memahami setiap karakteristik dari semua muridnya. Karena setiap murid memiliki latar belakang yang beragam. Peserta didik merupakan pribadi yang unik dan memiliki keunggulan yang berbeda, untuk itu guru harus memahami kondisi tersebut agar peserta didik dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan karakternya.

Anak usia sekolah dasar di usia 9-12 tahun memiliki karakteristik suka membentuk peergroup untuk bermain dalam kelompok. mereka lebih suka membuat peraturan sendiri dalam kelompoknnya. Melihat karakteristik peserta didik yang suka bermain, maka tidak ada salahnya mengkombinasi permainan dengan pembelajaran di kelas demi menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Dari kondisi yang menyenangkan diharapkan tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.

Salah satu permainan yang saat ini sudah hampir terlupakan oleh anak generasi z adalah permainan dakon atau lebih sering disebut congklak. Anak sekarang lebih tertarik dengan game – game online yang marak  di dunia maya. Untuk itu perlu upaya agar permainan tradisional tetap menjadi salah satu warisan kekayaan bangsa yang patut dilestarikan. karena  permainan tradisonal mengandung nilai-nilai filosofi dalam kehidupan. Nilai filosofi tersebut apabila ditanamkan sejak dini maka  akan membentuk karakter  pada diri peserta didik dan pada akhirnya akan membentuk karakter bangsa.

Permainan dakon sudah ada sejak zaman majapahit. Permainan ini sering dimainkan oleh para bangsawan keraton. Permainan Dakon juga telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) di tahun 2019. Permainan itu terbuat dari kayu dengan panjang 50 cm, lebar 20 cm dan tebal 10 cm. Dibagian atas kayu diberi lubang 5 cm dengan diameter 3 cm di dalamnya. Jumlah lubangnya minimal ada 12 buah, dengan biji dakon berupa sawo kecil, sawo manila atau kelereng kecil (kecik). Jumlah pemain Dakon minimal berjumlah 2 orang, dimana mereka bermain secara bergilir sesuai kesepakatan bersama.

Pada zaman  dulu Dakon juga digunakan untuk meramal hasil panen pada petani .Selain itu fungsi lainnya untuk mengasah kecerdasan otak dan menanamkan sopan santun, karena selama permainan dilakukan dengan duduk bersila. Permainan Dakon juga menyimbolkan tentang kesamaan derajat dan martabat manusia.Karena fungsi permainan Dakon yang dapat mengasah otak dan kecerdasan maka permainan ini sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran matematika.

Mata pelajaran  matematika yang notabennya  adalah pelajaran yang kurang diminati karena dianggap sulit. Seperti halnya yang dialami oleh siswa kelas V di SD Negeri 1 Gemiring Kidul Kecamatan Nalumsari yang kurang tertarik pada pelajaran matematika. Hal ini terlihat saat siswa tidak fokus dan sering berbicara dan bernain saat guru menjelaskan pelajaran. Tentu saja kondisi tersebut membuat suasana kelas kurang kondusif. Siswa kurang terlibat secara aktif dalam proses belajar di kelas sehingga menyebabkan tugas tidak terselesaikan dalam waktu yang ditentukan.

Dari masalah yang dihadapi di kelas tersebut maka ada beberapa hal yang akan dilakukan oleh guru agar pembelajaran matematika  menjadi lebih menyenangkan dan dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa Mengingat matematika adalah cabang ilmu yang berkaitan langsung dengan kehidupan nyata tentu banyak sekali persoalan yang harus diselesaikan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu model pembelajaran yang sesuai adalah pembelajaran yang berbasis masalah. Dalam penyelesaian masalah tersebut maka dalam Pelajaran Matematika di bantu dengan menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan materi yang akan di ajarkan.

Materi yang akan di ajarkan di kelas V adalah tentang FPB dan KPK. Materi tersebut tentu berkaitan langsung dengan permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari dan sering dijumpai siswa. Untuk membantu memcahkan masalah yang ada dalam materi KPK dan FPB guru menggunakan permainan dalam pembelajaran agar proses belajar lebih menyenangkan dan meningkatkan antusias dalam belajar matematika. Sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika.  Permainan tersebut diberi nama Dakota (Dakon Matematika).

Pemanfaatan Media Dakota  pada Materi FPB dan KPK

          Dakon merupakan permainan tradisional yang bisa dimainkan oleh semua orang, baik anak laki-laki, perempuan atau orang dewasa. Menurut Lombard, dakon berasal dari kata daku atau saya yang mengesankan penonjolan  ego. Ia merupakan  contoh terbaik dari permainan tradisional yang non kompetitif.

Menurut Sundayana (Fendrik, 2019: 704) Dakota merupakan penggabungan permainan tradisional dengan pembelajaran matematika untuk membantu menentukan faktor persekutuan terbesar (FPB) dan soal kelipatan persekutuan terkecil (KPK). Permainan dakon matematika merupakan media pembelajaran yang merupakan hasil dari modifikasi salah satu permainan tradisional Indonesia yaitu congklak, menurut Linguistika (Risnawati et al., 2019: 119). Sedangkan menurut Legowo (Sulaiman, 2013: 2), permainan dakon dapat membantu dan mempermudah siswa dalam memahami konsep berhitung matematika sekaligus dapat menyenangkan siswa karena mengandung unsur permainan.

Dalam proses pembelajaran yang dibantu dengan penerapan media Dakota (Dakon Matematika) dapat membantu meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Ashar (2016: 3), media permainan dakon ini dikembangkan untuk proses belajar mengajar sebagai sumber belajar untuk meningkatkan prestasi siswa. Selain itu, penerapan media dapat membuat siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran dan proses pembelajaran tidak hanya berpusat pada guru saja melainkan berpusat pada siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Ashar (2016: 3), pembelajaran menggunakan permainan dakon ini dilatarbelakangi adanya strategi belajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif belajar, dengan cara merubah metode pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher oriented) menjadi berpusat pada siswa (student oriented)

Pencapaian hasil belajar matematika dengan menerapkan media Dakota (Dakon Matematika) ialah: 1) Mengingat (C1), siswa diharapkan mampu menghafal konsep kelipatan dan faktor; 2) Memahami (C2), siswa diharapkan mampu menghitung kelipatan atau faktor persekutuan dua bilangan; 3) Menerapkan (C3), siswa diharapkan mampu menghitung kelipatan persekutuan terkecil atau faktor persekutuan terbesar dua bilangan; 4) Menganalisis (C4), siswa diharapkan mampu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan KPK atau FPB; 5) Mengevaluasi (C5), siswa diharapkan mampu menemukan jawaban benar dalam perhitungan tentang KPK atau FPB; 6) Mencipta (C6), siswa diharapkan mampu menemukan cara untuk menyelesaikan persoalan menggunakan KPK atau FPB.

Media Dakota (Dakon Matematika) memiliki empat tahapan, yaitu tahapan perencanaan, tahapan pelaksanaan, tahapan penilaian, dan refleksi. Tahapan perencanaan, pada tahapan ini meliputi tahap penyusunan RPP, Lembar Kerja Siswa (LKS), rubrik penilaian, observasi ke sekolah, dan menentukan indikator untuk melihat tercapai atau tidaknya target penelitian. Tahapan pelaksanaan, pada tahapan ini meliputi melaksanakan media Dakota (Dakon Matematika) untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Adapun tahap pelaksanaan pembelajaran adalah kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Pada tahap ini guru mengawali pembelajaran dengan memberikan salam, memeriksa kehadiran siswa, melakukan doa bersama-sama, dan menyampaikan tujuan pembelajaran.

Pada kegiatan inti pembelajaran guru menerapkan sintak dalam problem based learning di awali dengan melakukan orientasi peserta didik pada masalah dengan memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman sehari-hari terkait KPK dan FPB, dilanjutkan pengamatan video pembelajaran tentang FPB dan KPK. Kenudian peserta didik membuat pertanyaan terkait video yang diamati.

Sintak yang kedua adalah mengorganisasikan peserta didik, disini guru membagi siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil untuk mendiskusikan LKPD tentang KPK dan FPB. Di dalam diskusi inilah siswa di bantu dengan penggunaan media Dakota (Dakon Matematika) untuk menyelesaikan tugasnya.

Sebagai langkah selanjutnya guru membimbing penyelidikan dalam memcahkan masalah terkait FPB dan KPK. Guru di sini hanya sebagai fasilitator dan membimbing siswa dalam menggunakan dakon matematika. Siswa diarahkan untuk dapat berpikir secara kritis dalam pemecahan masalah terkait FPB dan KPK bersama kelompoknya

Setelah peserta didik melakukan diskusi , maka mereka mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas dengan penuh percaya diri. Hal ini merupakan sintak dalam pembelajaran berbasis masalah pada tahap mengembangkan dan menyajikan hasil karya.  Sebagai langkah akhir siswa menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah dengan memberi umpan balik dan membuat kesimpulan serta merefleksikan semua kegiatan yang dilaksanakan.

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penerapan media Dakota  maka guru memberikan evaluasi secara tertulis terkait materi FPB dan KPK. Hal ini untuk mnegukur ketercapaian tujuan pembelajaran dan keberhasilan penggunaan media Dakota dalam pembelajaran matematika pada materi FPB dan KPK. Dari hasil evaluasi yang dilakukan ternyata dengan penggunaan media Dakota pada siswa kelas V SD Negeri 1 Gemiring kidul mampu meningkatkan hasil belajar pada mata Pelajaran matematika materi FPB dan KPK Selain itu berdasrkan observasi pada saat proses belajar mengajar terlihat siswa semua berperan aktif dalam proses pembelajaran dan merasa senang dalam mengikuti pembelajaran.

Penulis adalah guru SD Negeri 1 Gemiring Kidul