blank
Ilustrasi:. Reka: wied

Oleh Marjonoblank

PECAH bulan Desember kita merayakan Hari AIDS Sedunia, tepatnya Jumat 1 Desember 2023 ini. Melansir situs resmi UNAIDS, tujuan adanya hari ini untuk mengenang mereka yang meninggal karena penyakit terkait AIDS. Perayaan Hari AIDS Sedunia tahun ini mengusung tema, Let Communities Lead atau “Biarkan Masyarakat Memimpin”.

Pesan yang ingin disampaikan yaitu dengan adanya peran dari komunitas-komunitas dunia untuk kampanye mengenai bahaya dan efek AIDS maka diyakini bisa menurunkan angka penderita AIDS. Organisasi komunitas yang hidup dengan, berisiko, atau terkena dampak HIV adalah garis depan kemajuan dalam respons HIV.

Pada aras ini, komunitas juga bisa sebagai jembatan kepada masyarakat sehingga diharapkan sebuah pesan tersebut bisa sampai ke tengah masyarakat awam. Hari AIDS Sedunia tahun 2023 juga akan menyoroti upaya untuk mengeluarkan seluruh potensi kepemimpinan masyarakat guna mengakhiri AIDS.

Indonesia memiliki tantangan besar untuk mengakhiri AIDS di tahun 2030 dengan target 95-95-95, mengurangi jumlah tahunan infeksi HIV pada orang dewasa menjadi 200.000 kasus, dan menghilangkan diskriminasi. Sebesar 95 persen orang dengan HIV mengetahui statusnya, sejumlah 95 persen ODHIV mendapatkan pengobatan ARV dan 95 persen ODHIV ON ARV dimana virus HIV-AIDS tersupresi. Supresi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah [n] pelarangan, pemasungan, prohibisi, represi, tekanan, tindasan; inhibisi, kekangan.

Angka Murung

AIDS merupakan penyakit mematikan yang dapat ditularkan dari manusia satu ke manusia lainnya melalui kontak fisik seperti berhubungan intim. Pada tahun 2022, setidaknya ada sekitar 630.000 orang meninggal karena penyakit terkait AIDS di seluruh dunia.

Hari AIDS Sedunia mengingatkan masyarakat dan pemerintah bahwa HIV belum hilang dan belum ditemukan obatnya.

Kasus HIV-AIDS masih menjadi PR besar. Karena angka prevalensinya semakin naik. Yang membuat prihatin tahun 2022 data menyebut ada 10 provinsi dengan kasus HIV-AIDS terbanyak dan Jawa Tengah adalah provinsi dengan jumlah paling tinggi, mencapai 1.484 kasus.. Lebih tinggi dari Papua, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat dan DKI Jakarta (rri.co.id, 24/11/2023).

Kementerian Kesehatan mengungkapkan sejak tahun 2010 hingga 2022 tercatat ada sebanyak 12.553 anak yang berusia di bawah 14 tahun yang terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV).

Ini harus menjadi alarm bagi kita bersama. Untuk itu, mari bergotong-royong mencegah penyebaran HIV-AIDS. Penyebab utama banyaknya kasus HIV-AIDS adalah heteroseksual atau hubungan seks bebas dan penggunaan narkoba suntik (Injection Drug Use/IDU).

Dari data yang ada hampir 90 persen penyebaran virus HIV-AIDS disebabkan kedua perilaku tersebut.

Ada aneka strategi dalam pencegahan HIV-AIDS yang mudah dan perlu kita optimalkan bersama, antara lain adalah dengan mengedukasi anggota keluarga berdasarkan norma moral dan agama.

Selain itu, partisipasi aktif para tokoh masyarakat yang dianggap sebagai panutan mempunyai andil dalam menjalankan program-program pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di lingkungan sekitar.

Penting pula, kita menggandeng tokoh masyarakat dengan dibekali berbagai informasi mendalam tentang HIV-AIDS agar tidak memunculkan sikap negatif terhadap ODHA (orang dengan HIV-AIDS).

Sebagai teladan, mereka harus menjadi penggerak utama untuk pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS serta turut menciptakan lingkungan yang kondusif. Tanpa diskriminasi, menghapus stigma dan subordinasi maupun apriori terhadap ODHA.

Jantung Kita

Perkembangan kasus penularan HIV-AIDS harus menjadi keprihatinan kita bersama. Apalagi saat ini, penularan pada ibu rumah tangga dan ibu hamil hingga pada anak-anak terus meningkat. HIV-AIDS yang dulu hanya terdeteksi di komunitas berisiko tinggi saja, seperti kalangan pekerja seks dan pelanggannya kini telah menyebar ke kalangan umum.

Tantangan penanggulangan AIDS cukup besar, di antaranya upaya pencegahan yang belum optimal, cakupan pengobatan yang rendah, masih dirasakannya ketidaksetaraan dalam layanan HIV khususnya bagi perempuan anak dan remaja, serta masih tingginya stigma dan diskriminasi.

Harapan kita bersama, semakin banyak dukungan untuk mengatasi tantangan tersebut. Barangkali dapat dimulai dengan membicarakan persoalan-persoalan menyangkut HIV-AIDS dalam keluarga, LSM, Media sebagai bagian edukasi pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS negeri ini.

Kepada kaum muda, khususnya pelajar dan mahasiswa untuk memperkuat iman dalam effort kita mencegah penularah penyakit HIV-AIDS dengan menghindari seks bebas dan narkotika.

Maka di sini penting memberikan pengetahuan bagi anak muda tentang HIV-AIDS, sehingga dapat mengakhiri penyebaran HIV-AIDS. Generasi muda harus kita pasok pengetahuan dan infomasi yang menjurus pada penyebaran dan penularan HIV-AIDS dan bahaya AIDS, termasuk perilaku LGBT.

Akhirnya, sekolah dan keluarga dapat menjadi benteng moral agar generasi penerus bangsa tetap terjaga dari perilaku perilaku anomali dalam kehidupan social. ODHA ada diantara kita, dekat dengan kita, bahkan sedekat jantung kita.

Marjono, Kepala UPPD/Samsat Kabupaten Tegal, Jawa Tengah