blank
Seorang pedagang di lorong masuk makam Sunan Muria, yang khas adalah ganyong, kimpul (talas), parijatha, dan yang lain. Foto: Widiyartono R.

KUDUS (SUARABARU.ID) – Ziarah merupakan bagian dari tradisi budaya, termasuk juga bagi orang Jawa. Ziarah adalah bentuk penghormatan kepada leluhur, kepada tokoh, ulama yang dinilai banyak jasanya dalam pengembangan agama, misalnya para wali.

Satu di antara para wali yang makamnya menjadi tujuan para peziarah adalah Sunan Muria yang berlokasi di Colo, Kecamatan Dawe, Kudus. Makam Sunan Muria berada di sebuah kompleks masjid berjarak 18 kilometer di sebelah utara Kota Kudus.

Sunan Muria adalah salah satu dari Sembilan sunan penyebar agama Islam di Jawa. Nama asli Sunan Muria adalah Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Setiap hari, makam Sunan Muria tidak pernah sepi dari peziarah.

Colo adalah sebuah lokasi di ketinggian di lereng Gunung Muria. Peziarah membutuhkan upaya yang kuat untuk bisa mencapai Masjid Sunan Muria dan berziarah ke makamnya. Maklum saja, lokasi masjid itu berada di puncak Gunung Muria yang mempunyai ketinggian 1.600 mdpl.

Masjid Sunan Muria diperkirakan dibangun pada abad ke-15 hingga ke-16 Masehi. Pada masa itu, Sunan Muria berdakwah menyebarkan ajaran Islam pada masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Muria. Selanjutnya dia mendirikan pesantren dan sebuah masjid di puncak gunung itu.

Baca juga Watu Putih, Destinasi yang Harus Diampiri Bila ke Borobudur

Masjid Sunan Muria sudah banyak berubah bentuk dari aslinya karena mengalami beberapa kali pemugaran. Hanya beberapa bagian saja yang masih menyisakan peninggalan dari Sunan Muria di antaranya pondasi masjid, umpak batu, tiang atau pilar penyangga masjid, dan mihrab yang menjorok ke dalam.

Selain itu ada pula bedug yang sudah berumur lebih dari satu abad. Bedug itu dibuat dari kayu jati pada tahun 1884 Masehi. Di atas bedug ini terdapat ukiran naga dan ayam jantan yang menyimbolkan perpaduan budaya antara Jawa dan Tionghoa.