Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga
SECARA lengkap, seharusnya judul tulisan ini “Amarga Moge lan Mowah, Kabeh Dadi Mobol-mobol.” Kecuali alasan terlalu panjang jika ditulis seperti itu, judul moge, mowah mobol-mobol pasti lebih menarik, pastinya.
Tidak seorang pun tidak mengenal moge, kependekan dari motor gedhe; itu lho yang bulan lalu pengurusnya “mengajukan” permintaan agar diperbolehkan konvoi di jalan tol pada hari-hari tertentu. Bagi yang paham tentang moge, –sungguh mati aku tidak paham sedikit pun– , begitu mendengar moge, pasti dapat menjelaskan jenis-jenis moge berikut harga dan spesifikasi lari kencangnya.
Bagi para penyukanya, pasti juga dapat menguraikan betapa nikmatnya konvoi moge di jalan raya. Silahkan menjelaskan lebih jauh, sumangga.
Tentang mowah, saya harus menerangkan dulu karena kata ini saya buat sendiri untuk memendekkan mobil mewah, mowah, – dan lagi-lagi sungguh mati aku juga tidak bisa menerangkan mowah lebih jauh- .
Baca juga Semangkeyan
Satu hal yang mau saya jelaskan tentang moge dan mowah ini, tentang motor gedhe dan mobil mewah ini, ialah saat ini moge dan mewah sedang menjadi bahan perbincangan terkait dua hal penting, yaitu pajak dan korupsi. Apakah (semua) pemilik moge dan mowah sudah membayar pajaknya? Dan pertanyaan keduanya, maaf seribu maaf, apakah kepemilikan moge dan mowah itu kena-mengena dengan tindak korupsi?
Akibat
Sebuah keluarga (satu-satunyakah?), pada saat ini, karena sedang dipermasalahkan tentang pajak dan apakah ada tindak korupsi atas kepemilikan moge dan mowahnya. Namun, masalah ini timbul sebagai akibat saja dari anaknya yang terkena kasus tindak kekerasan/penganiayaan terhadap temannya.