Sementara rencana belanja daerah pada RAPBD Tahun Anggaran 2023, sebesar Rp1.800.109.617.000,00. Rincian Belanja Daerah tersebut mencakup Belanja Operasi sebesar Rp1.191.099.140.668,00, belanja modal sebesar Rp 168.138.722.132,00, belanja tidak terduga sebesar Rp10.000.000.000,00, dan belanja transfer sebesar Rp 430.871.754.200,00
Sedangkan untuk pembiayaan daerah tahun anggaran 2023 yang meliputi penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan disebutkan rencana penerimaan pembiayaan yang dianggarkan dalam RAPBD Tahun Anggaran 2023 sebesar Rp100.000.000.000,00.
Selanjutnya, rancangan pengeluaran pembiayaan yang dianggarkan dalam PPAS Tahun 2023 sebesar Rp110.000.000.000,00 yang terdiri dari penyertaan Modal Daerah sebesar Rp10.000.000.000 dan Pembayaran cicilan pokok utang yang Jatuh tempo sebesar Rp 100.000.000.000,00.
“Dari perhitungan tersebut terlihat bahwa struktur anggaran dalam RAPBD Tahun Anggaran 2023 mengalami surplus sebesar 10.000.000.000,00. Surplus tersebut digunakan untuk pengeluaran pembiayaan penyertaan modal daerah sebesar Rp10.000.000.000,00, sehingga secara riil pada RAPBD Kabupaten Blora Tahun Anggaran 2023 memiliki Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan (SILPA) sebesar Rp 0,00 (nol rupiah),” ujar Bupati Blora sambutan pengantar pada rapat paripurna DPRD Blora Beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah (BPPKAD) Kabupaten Blora, Slamet Pamuji, S.H., M.Hum tak menampik saat disebutkan ‘Potret Blora’ di tahun 2023 tidak begitu ‘Cerah‘ dilihat dari perspektif Cetak Biru (Blue Print) BPPKAD tahun 2023. Disebutkan di tahun 2023, sektor keuangan lebih berat dibanding di tahun 2022 lalu.
Dikatakan, tahun 2023 memang ada apresiasi pemerintah pusat berupa Dana Bagi Hasil (DBH) Migas sebesar Rp 160 miliar, dirasakan sangat membantu Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
“Sebab tanpa adanya DBH tentunya akan sangat memberatkan, mengingat dengan tambahan DBH saja, APBD Blora hanya berkisar Rp. 2,2 triliun. Ini juga masih ditopang SILPA sekitar Rp 60 miliar,” ujar Pamuji.
Kondisi yang demikian itu menurut Pamuji tentu cukup berat, mengingat di tahun ini ada beban untuk mengangsur pinjaman daerah, meskipun belum lunas Rp 100 miliar plus bunganya. Juga dirasa berat karena DAU yang merupakan dana yang ditransfer dari Pemerintah Pusat yang sebenarnya daerah bebas menggunakan untuk pembiayaan operasional.