blank
Tim Pengabdian Masyarakat LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) Universitas Islam Sultan Agung melakukan kegiatan Pengabdian Masyarakat yang diikuti Kepala Sekolah beserta para guru SD Islam Sultan Agung 4 Semarang Jalan Raden Patah No. 263 Semarang (Selasa, 15 Nopember 2022). Foto: Dok Ira

Oleh: Dr. Nuridin, M.Pd. & Dr. Ira Alia Maerani, M.H.

SEKITAR tahun 1980-an Howard Gardner seorang psikolog dari Harvard University menyampaikan pendapatnya bahwa kecerdasan anak tidak bersifat tunggal. Gardner mengemukakan bahwa anak memiliki kecerdasan yang beragam.

Ragam kecerdasan tersebut di antaranya kecerdasan linguistik, kecerdasan logika-matematika, kecerdasan musikal, kecerdasan spasial, kecerdasan kinaestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalis.

Pendapat ini mengubah pola pikir sebagian orang tua yang sebelumnya menganggap bahwa kecerdasan anak bersifat tunggal, hanya kecerdasan intelektual.

Jika semakin dipahami bahwa kecerdasan anak sesungguhnya beragam, maka konsekuensinya proses pendidikan tidak hanya berkutat pada satu orientasi tunggal. Proses pendidikan pada gilirannya akan memberikan ruang bagi anak untuk mengembangkan potensi dan kecerdasannya secara optimal.

Pendidikan menjadi wahana bagi tumbuh kembang anak secara baik agar kesejatiannya sebagai manusia benar-benar terwujud.

Namun demikian, pada realitasnya diskursus tentang kualitas pendidikan di Indonesia masih terus menjadi perbincangan. Sekurang-kurangnya sejumlah pertanyaan seputar kompetensi lulusan dan relevansinya terhadap dunia luar, pemenuhan sarana prasarana, pemerataan akses pendidikan, dan kualtas guru masih belum terjawab dengan solutif.

Pertanyaan terakhir terutama tentang kualitas guru menjadi agenda yang sangat penting untuk segera dijawab dengan langkah dan kebijakan strategis.

Amanah Regulasi

Menjawab pertanyaan tentang pentingnya kualitas guru, maka telah diterbitkan Undang-Undang Nomer 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Demikian halnya sebagai kelengkapan regulasi tersebut, maka telah diterbutkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomer 74 tahun 2008 junto PP Nomor 19 Tahun 2017 tentang Guru.

Dalam regulasi tersebut diatur tentang banyak hal terkait dengan guru, di antaranya tentang kompetensi guru.

Demikian juga pengembangan kompetensi guru menjadi ikhtiar yang tidak bisa dihindarkan. Mengingat, sesuai Undang-Undang Nomer 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 20, maka dalam melaksanakan tugas profesionalnya, guru berkewajiban, (a) merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; (b) Meningkatkan kualifikasi akademik dan mengembangkan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan Iptek dan seni.

Sedangkan pembinaannya sesuai Pasal 32 undang-undang yang sama dilakukan meliputi, (a) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier, (b) Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.

Melalui pembinaan tersebut diharapkan para guru memiliki kompetensi yang baik dalam rangka menjalankan amanahnya mendidik anak-anak bangsa. Kompetensi dimaksud, mencakup tiga komponen sebagai berikut: (1) kemampuan kognitif, yakni kemampuan guru menguasai pengetahuan serta  keterampilan/keahlian kependidikan dan pengatahuan materi bidang studi yang diajarkan, (2) kemampuan afektif, yakni kemampuan yang meliputi seluruh fenomena perasaan dan emosi serta sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri dan orang lain, (3) kemampuan psikomotor, yakni kemampuan yang berkaitan dengan keterampilan atau kecakapan yang bersifat jasmaniah yang pelaksanaannya berhubungan dengan tugas-tugasnya sebagai pengajar.

Sementara dalam UU Guru dan Dosen disebutkan bahwa kompetensi guru mencakup kompetensi paedagogik, kepribadian, profesional dan sosial sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan yang diperoleh melalui pendidikan profesi guru setelah program sarjana atau D4. Kompetensi pribadi meliputi: (1) pengembangan kepribadian, (2) berinteraksi dan berkomunikasi, (3) melaksanakan bimbingan dan penyuluhan, (4) melaksanakan administrasi sekolah, (5) melaksanakan tulisan sederhana untuk keperluan pengajaran.

Berkepribadian Mulia

Dari sejumlah kompetensi yang dijelaskan di atas, maka kompetensi kepribadian menjadi yang paling pokok dari seorang guru. Mengingat guru adalah figur yang akan dicontoh oleh para siswanya. Melalui penguatan kompetensi kepribadian ini diharapkan guru memiliki kepribadian yang mulia.

Menurut Suparno (2002:47) adalah mencakup kepribadian yang utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa, beriman, bermoral; kemampuan mengaktualisasikan diri seperti disiplin, tanggung jawab, peka, objekti, luwes, berwawasan luas, dapat berkomunikasi dengan orang lain; kemampuan mengembangkan profesi seperti berpikir kreatif, kritis, reflektif, mau belajar sepanjang hayat, dapat ambil keputusan, dll. (Depdiknas,2001).

Kemampuan kepribadian lebih menyangkut jati diri seorang guru sebagai pribadi yang baik, tanggung jawab, terbuka, dan terus mau belajar untuk maju.

Pertama, penekanan aspek moral dan keimanan pada guru. Hal ini jelas merupakan kompetensi yang sangat penting karena salah satu tugas guru adalah membantu anak didik yang bertaqwa dan beriman serta menjadi anak yang baik.

Bila guru sendiri tidak beriman kepada Tuhan dan tidak bermoral, maka menjadi sulit untuk dapat membantu anak didik beriman dan bermoral. Bila guru tidak percaya akan Allah, maka proses membantu anak didik percaya akan lebih sulit. Disini guru perlu menjadi teladan dalam beriman dan bertaqwa.

Kedua, guru harus mempunyai aktualisasi diri yang tinggi. Aktualisasi diri yang sangat penting adalah sikap bertanggungjawab. Seluruh tugas pendidikan dan bantuan kepada anak didik memerlukan tanggungjawab yang besar.

Pendidikan yang menyangkut perkembangan anak didik tidak dapat dilakukan seenaknya, tetapi perlu direncanakan, perlu dikembangkan dan perlu dilakukan dengan tanggung jawab.

Meskipun tugas guru lebih sebagai fasilitator, tetapi tetap bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan siswa. Dari pengalaman lapangan pendidikan anak menjadi rusak karena beberapa guru tidak bertanggungjawab. Misalnya, terjadi pelecehan seksual guru terhadap anak didik, guru meninggalkan kelas seenaknya, guru tidak mempersiapkan pelajaran dengan baik, guru tidak berani mengarahkan anak didik, dll.

Kemampuan untuk berkomunikasi  dengan orang lain sangat penting bagi seorang guru karena tugasnya memang selalu berkaitan dengan orang lain seperti anak didik, guru lain, karyawan, orang tua murid, kepala sekolah dll. Kemampuan ini sangat penting untuk dikembangkan karena dalam pengalaman, sering terjadi guru yang sungguh pandai, tetapi karena kemampuan komunikasi dengan siswa tidak baik, ia sulit membantu anak didik maju.

Komunikasi yang baik akan membantu proses pembelajaran dan pendidikan terutama pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah.

Kedisiplinan juga menjadi unsur penting bagi seorang guru. Kedisiplinan ini memang menjadi kelemahan bangsa Indonesia, yang perlu diberantas sejak bangku sekolah dasar. Untuk itu guru sendiri harus hidup dalam kedisiplinan sehingga anak didik dapat meneladannya.

Di lapangan sering terlihat beberapa guru tidak disiplin mengatur waktu, seenaknya bolos; tidak disiplin dalam mengoreksi pekerjaan siswa sehingga siswa tidak mendapat masukan dari pekerjaan mereka. Ketidakdisiplinan guru tersebut membuat siswa ikut-ikutan suka bolos dan tidak tepat mengumpulkan perkerjaan rumah.

Hal yang perlu diperhatikan adalah, meski guru sangat disiplin, ia harus tetap membangun komunikasi dan hubungan yang baik dengan siswa. Pendidikan dan perkembangan pengetahuan  di Indonesia kurang cepat salah satunya karena disiplin yang kurang tinggi termasuk disiplin dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan dalam belajar.

Ketiga adalah sikap mau mengembangkan pengetahuan. Guru bila tidak ingin ketinggalan zaman dan juga dapat membantu anak didik terus terbuka terhadap kemajuan pengetahuan, mau tidak mau harus mengembangkan sikap ingin terus maju dengan terus belajar.

Di zaman kemajuan ilmu pengetahuan sangat cepat seperti sekarang ini, guru dituntut untuk terus belajar agar pengetahuannya tetap segar. Guru tidak boleh berhenti belajar karena merasa sudah lulus sarjana.

Menurut Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi guru, kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpencar dalam perilaku sehari-hari.

Dengan demikian maka peningkatan kualitas pendidikan akan bisa dilaksanakan secara efektif ketika kualitas guru terus menerus ditingkatkan. Sedangkan kualitas guru yang paling utama adalah kualitas kepribadiannya yang tercermin dari keimanan, akhlak mulia, tingkah laku, tutur kata dan keilmuan yang diamalkan dengan penuh kerendahan hati.

Sosok guru seperti inilah yang akan menghadirkan proses pendidikan yang baik, karena mampu menjadi teladan bagi para siswanya.

Paparan di atas tertuang dalam pengabdian masyarakat yang bekerjasama LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) Unissula bekerja sama dengan mitra SD Islam Sultan Agung 4 Semarang yang beralamat di Jalan Raden Patah No. 263 Semarang pada Selasa, 15 November 2022.

 

Dr. Nuridin, M.Pd., dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unissula & Dr. Ira Alia Maerani, M.H., dosen Fakultas Hukum Unissula